23-Seberapa Dalam Luka Itu?

2.4K 337 78
                                    

⚠️TW // a bit sensitive, blood, death, etc⚠️

***

Sejak Ghava memasuki IGD sampai saat ini, Zay masih dibayang-bayangi oleh kekalutan. Ia duduk di kursi tunggu dengan wajah yang sudah begitu pucat. Di sampingnya ada seorang relawan medis yang menemani. Sebab beberapa waktu lalu, Zay sempat mengalami mimisan. Untunglah sudah berhenti meski kondisi lelaki itu masih tampak jauh dari kata baik.

Zay seakan masih kehilangan jiwanya. Ia hanya menatap kosong pada lantai dengan pikiran yang masih dihantui oleh wajah kesakitan Ghava. Sebenarnya, dokter sudah mengatakan jika kondisi Ghava membaik. Namun, Zay masih perlu waktu untuk benar-benar menenangkan hatinya. Alhasil ia duduk di ruang tunggu, menunggu Jev yang telah ia hubungi beberapa waktu lalu.

"Nggak mau diperiksa juga, Dek? Muka kamu pucet banget, loh. Ngerasa pusing atau ada keluhan nggak?" tanya seorang perempuan berhijab yang duduk di sebelah Zay.

Zay menggeleng. "Saya nggak apa-apa, Kak."

Beberapa saat kemudian, Zay melihat Jev yang berjalan terburu-buru di lorong IGD. Zay lekas berdiri, begitupun perempuan yang ada di sebelahnya. Jev tampak tak datang sendiri, ada dua orang lain yang mengikutinya di belakang.

"Zay, gimana kondisi Ghava? Kenapa bisa sampai masuk rumah sakit?" tanya Jev saat sampai di hadapan Zay. Napasnya memburu, kecemasan tampak jelas di raut wajahnya.

"Tadi Ghava pingsan di sekolah, Om. Udah ditangani sama dokter. Tapi buat kondisi jelasnya bisa tanyain langsung ke dokter atau perawatnya aja. Sekarang Ghava ada di dalem, Om."

Jev menoleh ke belakang, menatap Satya dan Tari yang tampak memaku pandangan mereka pada Zay. Ia tahu, hal ini pasti cepat atau lambat akan terjadi. Sayangnya, Jev tak pernah berharap jika mereka bertemu dalam kondisi seperti ini.

"Mbak, temui Ghava dulu di dalem," ucap Jev, berusaha menyadarkan Tari yang tampak semakin kacau. Sepanjang jalan, wanita itu tak henti menangis. Sekarang malah dihadapkan dengan sosok Zay yang seketika membuat perasaannya makin tak karuan.

Satya tak kalah terkejut. Terlebih ketika melihat Jev yang tampak akrab, tapi tak pernah memberitahunya soal Zay. Namun, Satya sadar bahwa saat ini bukan waktunya untuk menuntut penjelasan. Ia harus melihat kondisi Ghava terlebih dulu.

"Sayang, Ghava dulu." Satya menggenggam tangan Tari, menarik lembut pundak sang istri agar beralih menghadapnya. "Ghava dulu. Please."

Tari mengusap air matanya, kemudian mengangguk. Ia segera memasuki ruangan untuk melihat kondisi Ghava. Sementara Satya ikut menyusul setelah melemparkan tatapan penuh penghakiman pada Jev.

***

Setelah keluarga Ghava datang, Zay pulang diantar oleh Jev. Tadinya anak itu menolak, tapi Jev bersikukuh untuk mengantarnya. Meyakinkan Zay bahwa ia tak punya maksud lain seperti pertemuan sebelumnya.

Hari belum sepenuhnya gelap saat Zay sampai di rumah. Namun, melihat motor yang terparkir sembarangan di halaman depan, Zay rasa Hegar sudah kembali dari perlombaan. Entah lelaki itu tak mengikuti acara hingga pengumuman lomba atau memang acara sudah selesai.

Untuk saat ini, Zay tak berpikiran untuk menanyakan soal hasil lomba yang ia ikuti. Lelaki itu hanya ingin segera bertemu Hegar dan memberinya sedikit pelajaran. Zay masih marah dengannya.

Zay menaiki tangga menuju lantai atas. Ia mengetuk pintu kamar Hegar dengan sedikit tak sabar. Sampai akhirnya, Hegar keluar dengan wajah kuyu seperti bangun tidur. Namun melihat bahwa Zay yang ada di depan pintu kamarnya, mata lelaki itu sepenuhnya terbuka.

Se(lara)s✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang