4. Kondisi Bon-bon

157 23 1
                                    

Sistem Berantai tak patut dibenarkan. Sistem ini sudah salah jalur. Mereka merenggut mental kesehatan para setiap murid. Menyiksanya dengan alasan agar semua murid memiliki kapasitas otak di atas rata-rata kecerdasannya. Siapa dalang dibalik sistem berantai ini? Direktur? Kepala sekolah? Pemilik sekolah? Atau semua staf guru yang juga terlibat menyusun sistem berantai ini? Entahlah, yang jelas sistem berantai ini salah besar!

Shailendra tak pernah bisa tenang, memikirkan nasib Bon-bon yang tak tahu bagaimana kondisinya sekarang. Walaupun kedua teman sekamarnya selalu mengatakan kalau Bon-bon akan baik-baik saja. Memang, Shailendra akui kalau dirinya ini urakan, tapi meski urakan seperti ini pun Shailendra masih memiliki empati.

Brak!

Pintu kamar tiba-tiba terbuka bersamaan dengan tubuh Bon-bon yang tumbang. Shailendra lantas berlari menuju temannya yang sudah tak sadarkan diri, diikuti oleh Zhafer dan Gionino yang langsung membantu mengangkat tubuh Bon-bon dan membawanya ke ranjang. Keadaan Bon-bon begitu mengenaskan. Wajahnya membiru, juga cairan kental yang tak henti-hentinya keluar dari hidung mancungnya.

“Kita harus bawa Bon-bon ke rumah sakit,” ucap Shailendra begitu cemas.

“Enggak perlu, Bon-bon baik aja. Dalam 12 jam ke depan kondisi dia bakal membaik dengan obat ini.” Zhafer melemparkan botol obat kepada Shailendra yang langsung dengan gesit ditangkap olehnya. Shailendra mengamati obat tersebut, entah itu obat apa, yang jelas ia tidak tahu. “Itu obat ramuan yang diracik oleh tim farmasi di sini. Obat itu khusus untuk menetralkan rasa sakit akibat tahap pencucian otak.”

Zhafer kembali mengambil obat itu di tangan Shailendra. Ia langsung mengangkat tubuh Bon-bon sebentar, dan meminumkan obat tersebut pada temannya. Tubuh Bon-bon seketika mengejang, lalu kembali tenang dengan sendirinya.

“Itu reaksi obatnya, nggak perlu cemas.”

“Lo yakin setelah ini Bon-bon bakal baik-baik aja?” tanya Shailendra memastikan.

“Percaya sama kita, Ndra. Besok juga dia bakal segeran lagi. Cuma butuh istirahat doang dia,” sahut Gionino.

Shailendra menatap ke arah Bon-bon yang tertidur dengan napas yang mulai beraturan. Entahlah, ada rasa tidak yakin pada benaknya kalau Bon-bon akan baik-baik saja, mengingat luka ditubuh Bon-bon yang cukup begitu parah. Ya, semoga saja perkataan Zhafer dan Gionino memang benar. Kalau besok Bon-bon akan terbangun dengan keadaan sehat.

“Gue boleh tanya sesuatu sama kalian nggak?” Zhafer dan Gionino kompak mengangguk. “Pemilik sekolah GMS itu siapa?”

Zhafer dan Gionino saling pandang. Helaan napas pun terdengar jelas dari keduanya. Lantas, Gionino menjawab sebagai perwakilan. “Enggak ada yang tahu siapa pemilik GMS. Kita hanya tahu kepala sekolah dan direturnya doang. Awalnya gue kira diretur itu pemilik sekolah, ternyata bukan. Direktur cuma tangan kanan pemilik sekolah untuk menjalankan GMS ini.”

“Yang buat sistem berantai siapa?”

“Sistem berantai itu udah dari dulu ada. Mungkin pas pertama kali sekolah ini di bangun,” jawab Gionino kembali.

“Jadi, kemungkinan besar yang buat sistem berantai ini pemilik sekolah sendiri?” tanya Shailendra kembali memastikan. Rasa ingin tahunya semakin membuncah. Sampai ia melupakan satu peringatan dari penjaga asrama untuk tidak mencari tahu tentang GMS.

“Ya, bisa dibilang begitu. Rumornya, sih, pemilik sekolah ini setengah manusia setengah robot. Makanya GMS sendiri punya sistem yang ambis buat kecerdasan murid-muridnya,” beber Gionino memberitahu.

Zhafer berdecak. “Rumor sampah kayak gitu lo percaya. Mana ada setengah manusia setengah robot. Lo pikir ini dunia karangan?”

“Hehehe ... ya, kan, gue juga denger dari murid-murid lain gitu.”

SISTEM BERANTAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang