2. Kategori

200 35 2
                                        

—SISTEM BERANTAI—

Vote dan komentar di setiap paragraf!

Gerbang yang menjulang tinggi dengan sebuah tulisan Welcome to GENEVA MEMORIAL SCHOOL membuat mata tak mampu berkedip. Shailendra hanya bisa mematung, sesekali melirik teman sekamarnya yang kini sudah merangkul bahunya. Bon-bon dengan semangat mengajak Shailendra untuk segera memasuki area sekolah. Lagi-lagi, mata Shailendra harus dibuat tak berkedip saat disuguhkan oleh nuansa sekolah ini. Sekolah ini terlihat begitu terawat dengan bangunan kokoh bercat abu-abu pekat juga fasilitasnya yang begitu modern. Bahkan, sekolah lamanya tak sebagusnya ini. Ini seperti bukan sekolah pembuangan.

Bon-bon dan Gionino langsung saja mengajak Shailendra untuk segera menuju aula dengan menggunakan eskalator. Sementara Zhafer, cowok itu sudah lebih dulu berangkat awal meninggalkan temannya. Shailendra sendiri tak henti-hentinya berdecak kagum sampai langkahnya kini sudah sampai di aula.

Kekagumannya tak berhenti sampai di sini. Lagi-lagi luasnya aula membuat Shailendra speechless. Aula ini sudah di isi oleh ratusan bangku untuk setiap murid yang akan melakukan penyeleksian di tiga kategori.

“Ayok, Ndra. Kita duduk, 5 menit lagi tesnya bakal di mulai,” ajak Gionino dan diangguki oleh Shailendra. Kini mereka memilih duduk di bangku yang kosong, sembari menunggu penyeleksian itu di mulai.

Beberapa pengawas sudah memasuki ruangan. Mereka mulai membagi kertas soal-soal yang harus dikerjakan oleh setiap murid. Saat soal itu sampai di meja Shailendra, dahinya mulai mengerut ketika melihat pengawas yang sudah berjalan ke barisan selanjutnya. Pengawas itu—bukan manusia—melainkan robot.

“Itu robot?” tanya Shailendra pada Gionino dengan suara nyaris pelan.

“Bukan cuma itu, tapi semua pengawas di sini robot,” jawab Gionino, membuat Shailendra kicep.

“Kalau guru-gurunya?”

“Ya, mereka manusia. Para robot itu cuma membantu tugas guru-guru di sini, tapi lo jangan pernah ngeremehin. Walaupun mereka robot, tapi mereka luar biasa. Ngalahin kinerja manusia,” ungkap Gionino.

“Waktu di mulai!” Suara menggema itu langsung menghentikan obrolan Shailendra dan Gionino.

Ratusan murid yang kini sedang mengikuti tes langsung mengerjakan setiap soal itu dengan teliti. Ada 150 soal dengan waktu yang diberikan yaitu satu jam. Mereka semua berambisi untuk bisa lolos sebagai Grand Master. Namun, Grand Master sendiri hanya akan diisi oleh 10 orang terpilih.

Shailendra yang dicap sebagai anak bodoh oleh orang tuanya kini sedang mati-matian berpikir keras. Walau sejujurnya ia masih bingung mengenai penyeleksian tiga kategori tersebut. Namun, kalau kata Bon-bon bilang, ia harus berambisi untuk menjadi Grand Master.

Penyeleksian ini pun dibilang ketat. Mereka tidak bisa melakukan kecurangan sedikit pun. Karena sistem ini diawasi dengan begitu ketatnya. Jika ada yang melakukan kecurangan, siap-siap akan mendapatkan konsekuensi seperti seseorang yang berada di barisan 85 yang melakukan kecurangan dengan melihat contekan. Seseorang itu langsung berjingkit kesakitan di bangkunya karena mendapatkan tekanan listrik yang terdapat di bangku. Dia—tersetrum.

Jeritan kesakitan itu membuat tubuh Shailendra gemetar. Ia menoleh sebentar, melihat seseorang itu yang sudah lemas dengan tubuh yang menelungkup. Ini benar-benar gila. Ini namanya penyiksaan!

“Lebih baik lo fokus,” bisik Bon-bon pada Shailendra.

Shailendra akhirnya kembali fokus mengerjakan soalnya dengan keringat dingin yang sudah bercucuran di pelipis.

SISTEM BERANTAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang