“Gali terus hingga dalam, sampai kamu tersadar kalau kamu sedang menggali kuburanmu sendiri.”
—SISTEM BERANTAI—
30 menit di ruang laboratorium hanya berakhir sia-sia manakala mereka tak menemukan satu bukti apa pun di dalam sini. Helaan napas berat terdengar putus asa. Meski begitu, otak mereka tak pernah berhenti untuk bekerja. Terus berputar untuk memecahkan teori kasus kematian David.
Ini sangat aneh. Sungguh. Kematian David pasti ada campur tangan orang lain. David tak mungkin meninggal karena serangan jantung. Akan tetapi, jika David dibunuh, siapa pelakunya?
“Kita harus gimana la—”
“Kalian?” Mereka serempak menoleh terkejut. Penjaga asrama yang terkenal garang itu tiba-tiba saja berdiri di depan pintu. “Dicariin tahunya di sini. Kalian sedang apa?”
“A-anu, Pak, ki-kita lagi—”
“Jangan bilang kalian sedang berulah?! Kalian ini bagaimana, sih, pihak sekolah menyuruh semua murid untuk meninggalkan sekolah. Kalian sedang cari apa? Apa kalian menulikan pendengaran?” tanya Pak Ageng menginterogasi.
“Kita lagi cari kunci asramanya Aileen, Pak. Pas pagi Aileen sempet melanjutkan penelitian di sini, tapi kayaknya kunci itu jatoh. Makanya kami semua bantu cari,” alibi Zhafer dengan cepat. Berusaha meyakinkan Pak Ageng.
Pak Ageng terdiam sesaat. Sedetik kemudian kepalanya mengangguk. “Ya sudah, jika masih tidak ketemu, saya punya kunci cadangan lain. Tapi ingat, jangan diilangin lagi.”
“Baik, Pak.” Aileen mengangguk mengerti. “Bapak kenapa cari kami, ya?”
“Saya mencari Gionino dan Zhafer, keluarga kalian sudah menjemput. Mereka ada di ruang tunggu asrama,” jawab Pak Ageng. Karena saat Pak Ageng menghampiri kamar asrama cowok itu, ternyata kamarnya kosong. Makanya Pak Ageng sampe mencarinya ke sekolah. “Ayo, cepat. Jangan buat keluarga kalian menunggu.”
Mereka hanya mengangguk. Gionino dan Zhafer memang berniat pulang ke rumah selama sekolah diliburkan. Mereka butuh merehatkan sejenak otaknya yang terus dipaksa bekerja. Bukan cuma Gionino dan Zhafer, melainkan juga Shailendra yang berencana pulang dan meminta kembarannya untuk menjemput. Namun, tidak dengan Bon-bon. Cowok itu masih dilema, antara pulang atau tidak. Sebab ia ingin mencari tahu kematian temannya yang menurutnya janggal.
Shailendra menepuk bahu Bob-bon, ia berbisik kecil, “Nanti kita cari lagi sama-sama.”
Bon-bon hanya tersenyum tipis. Sepertinya ia juga akan memutuskan untuk pulang. Jujur, mengingat kematian David membuat pikirannya tak karuan. Bisa-bisa ia stres seorang diri di sini.
——————
Tubuh lelah dan tak bertenaga itu kini berbaring nyaman di kasur empuk yang sudah beberapa hari ini ia tinggalkan. Matanya kini memejam, menghirup udara kebebasan yang ia nanti-nantikan. Padahal dirinya baru bersekolah beberapa hari di GMS, tapi justru batinnya merasa tersiksa.
Cowok berwajah mirip dengannya kini mengambil duduk di single sofa. Ia menatap kembarannya dengan gelengan kepala. Seperti baru keluar dari penjara saja, pikirnya. Ya, memang. Shailendra memang terpenjara di gedung sekolah yang penuh misteri. Setiap hari ia harus dihantui rasa ketakutan dan gagal. Bahkan ia sering memikirkan nyawa dan keselamatannya.
“Gimana sekolah lo?” Pertanyaan tersebut membuat Shailendra beringsut dan duduk di ranjang. Ia mendesah kasar. Jujur, sekolahnya sangat buruk.
“Buruk. Papa sengaja ngelemparin gue ke sekolah itu, biar gue cepet mati kali, ya?” Shailendra terkekeh miris. Kembarannya justru tak mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
SISTEM BERANTAI
Gizem / GerilimGeneva Memorial School (GMS) dikenal sebagai sekolah pembuangan yang terletak di tengah hutan. Namun, tak ada yang mengetahui di balik kata pembuangan tersebut. GMS memiliki sistem yang membuat semua murid harus berjuang mempertahankan diri. "SISTEM...