0,7

741 70 4
                                    

Matahari yang belum mau memperlihatkan dirinya pada saat itu menyambut Joohyun yang terbangun. Gadis itu menguap lebar, memperhatikan kamarnya yang lebih dominan bercorak putih tersebut.

Joohyun bangun dari tidurnya, merenggangkan ototnya yang terasa kaku. Gadis itu terdiam sejenak, memikirkan perkataan yang sempat Seulgi lontarkan kemarin malam sebelum mereka memilih untuk membubarkan diri dari kamar Sooyoung.

"Unnie. Buanglah gengsi besar yang selalu melekat padamu itu."

Joohyun membuang nafas lelah. Sepertinya benar apa yang di katakan oleh adiknya itu. Dia tidak boleh selalu menuruti gengsinya.

Joohyun tampak menuruni kasur, lalu memasuki toilet yang berada di kamarnya itu. Beberapa menit kemudian gadis itu keluar sambil mengelap wajahnya yang selesai di basuh dengan handuk kecil.

Selesai dengan rutinitas kecilnya, Joohyun pergi menuju dapur untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering.

"Nona, jangan. Biar saya saja,"

Samar-samar Joohyun mendengar suara Bibi Choi yang sepertinya sedang berdebat dari arah dapur. Merasa penasaran dia pun mencepatkan langkahnya lalu berbelok memasuki area dapur, saat itu lah Joohyun menemukan penyebabnya.

"Ahjumma, ayolah. Aku sudah lama tidak memasak. Lagi pula, hari ini sekolah libur."

Terlihat Yeri sedang memohon dengan wajah memelasnya, di depan kompor. Sedangkan Joohyun memilih untuk memperhatikan mereka terlebih dahulu.

"Tidak, Nona. Kalau nanti terluka bagaimana?" Tegas Bibi Choi.

"Aniya! Biasanya bagaimana? Aku baik-baik saja, kan?" Yeri tetap dalam pendiriannya. Ingin memasak!

"Nona," Bibi Choi memberi tatapan memohon pada Yeri, agar anak majikannya itu paham.

"Ahjumma---"

"Gwenchanayo, Ahjumma. Aku yang akan memantaunya. Kau tidak perlu khawatir."

Joohyun berjalan mendekat, matanya bergantian menatap Yeri dan Bibi Choi yang tampak terkejut akan kehadirannya.

"Nde, Nona Joohyun," Bibi Choi melangkah pergi setelah membungkuk sedikit. Meninggalkan Yeri yang terlihat ingin menahannya untuk pergi.

Yeri mengalihkan pandangannya saat Joohyun mulai menatap dirinya setelah kepergian Bibi Choi.

"Wae? Kau tidak jadi memasak?"
Joohyun bertanya karena tidak melihat pergerakan dari Yeri. Dia menuangkan air ke dalam gelas, lalu meneguknya.

Yeri mengulum bibir. Bagaimana dia bisa memasak jika Joohyun menemaninya? Yang ada nanti malah kacau.

"Yeri?" Panggil Joohyun karena sang adik hanya terdiam melamun.

"Hei," Yeri tersentak melihat Joohyun yang telah di sampingnya sambil menyentuh pundaknya itu.

"Bagaimana? Jadi tidak memasaknya?" Joohyun kembali melontarkan pertanyaan.

"T-tidak tau,"

"Mwo? Bukannya tadi kau... Ah, baiklah." Joohyun mulai paham jika Yeri tidak nyaman akan kehadirannya. Tapi Joohyun tidak akan membiarkannya begitu saja.

"Berarti kau yang harus menemani ku masak," Mata Yeri membulat, dia menoleh ke arah Joohyun. Kakaknya itu tengah mengambil apron yang ada di sana, lalu memakainya.

"Wae? Kau tidak mau?" Joohyun melirik Yeri dengan wajah dinginnya. Karena lagi dan lagi Yeri tidak menjawab pertanyaannya, dan itu cukup membuat Joohyun kesal.

CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang