0,22

617 86 12
                                    

Gadis itu tampak pasrah tangannya di tarik cukup kuat oleh sang kakak. Meninggalkan kediaman keluar Kim itu ketika dirinya hendak menghampiri salah satu saudaranya.

"Kau lupa dengan kejadian tadi malam?" Joohyun membuka suara setelah mobil mereka keluar dari jalan yang menuju mansion megah itu.

"Aku ... hanya ingin memastikan keadaannya." Seulgi berujar pelan, seraya menunduk.

Ketika melewati tangga, Seulgi tanpa sengaja melihat Yerim yang sedang sibuk membenarkan tali sepatu di tengah anak tangga. Tubuhnya reflek bergerak hendak menghampiri sang adik sebelum sebuah tangan menariknya.

Joohyun menghela nafas, pandangan kembali ke arah kaca pintu di sisinya. Dia sudah mengetahui jika Yeri sampai terluka karena ulah Seulgi. Tadi malam, jika tidak melihat sebuah perban yang membalut salah satu kaki adik bungsunya itu mungkin sampai saat ini dia tidak tahu.

Dengan amarah yang menguasai, hampir saja Joohyun hendak melayangkan tamparan yang sama jika Sooyoung tidak menahannya sambil menangis. Alhasil, dia dan Sooyoung memilih untuk menemani Yeri.

"Sebaiknya kau menjaga jarak pada Yeri."

Seketika kepala Seulgi mendongak menatap sang kakak tidak percaya. "Y-ya, apa maksud mu?"

Mata Joohyun tampak terpejam. "Berikan dia waktu untuk berdamai dengan rasa sedihnya. Jangan kau paksa untuk memaafkan di saat hatinya masih terluka."

Seulgi tertegun, tangannya mengepal mendengar kalimat sang kakak yang begitu menohok. "Arrayo, Unnie. Tidak peduli dia akan memaafkan ku atau tidak, yang terpenting bagi ku, adalah kenyamanannya."

Setelah itu hanya ada keheningan. Joohyun sibuk dengan Ipad yang berada di tangannya. Sedangkan Seulgi bersandar dengan mata sayu yang menatap kosong ke luar sana.

Beberapa belas menit berlalu, alis Seulgi tampak bertaut ketika sadar mobil mereka berada di sebuah hotel yang cukup mewah. Kepala itu menoleh ke arah sang kakak yang fokus menatap datar ke arah depan sampai mobil itu memasuki wilayah basement.

"Unnie, apa yang--"

"Kajja."
Setelah menyela dengan suara dingin, gadis berpakaian formal itu keluar begitu saja dari mobil yang sudah berhenti di depan pintu masuk, di susul oleh Seulgi yang hanya bisa menurut sekaligus kebingungan.

Mereka berjalan beriringan, Joohyun dengan wajah datar, sedangkan Seulgi wajah yang lesu. Terlihat sekali gadis itu sedang memikul beban yang berat.

Tepat ketika menginjakkan kaki di lobby hotel, Seulgi di buat terkejut ketika orang-orang berjas hitam tiba-tiba saja berada di sekeliling mereka. Mata monolid itu melirik ke arah Joohyun yang tampak biasa saja.

Seulgi menghela nafas dengan sesak, mulai paham apa yang akan di hadapinya. Melihat Joohyun yang berbicara singkat dengan salah satu di antara lelaki berjas hitam itu, dan juga seseorang yang dia tebak sebagai kepala manajer di sini yang seakan-akan melaporkan sesuatu, semakin membuat dirinya yakin jika tempat ini sudah di bawah kendali sang kakak sulung.

Setelah sampai di lantai tujuan, rombongan orang itu berjalan menelusuri lorong yang terdapat banyak pintu itu. Joohyun yang berada di tengah-tengah menyuruh lewat gerakan mata yang langsung di tangkap oleh seseorang petugas sebagai engineering.

Mereka sengaja berhenti pada dua pintu sebelum pintu kamar yang di tuju. Setelah siap pada posisi masing-masing, seorang engineering itu berjalan ke arah satu pintu, mengetuknya beberapa kali dan berbicara dengan orang yang ada di dalam sana.

CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang