0,13

648 76 22
                                    

Hari yang di tunggu pun tiba. Joohyun sudah di perbolehkan pulang setelah seminggu lebih di rumah sakit. Dan rencananya besok dia akan memulai untuk bekerja kembali, mengerjakan tugas yang pasti sudah menumpuk itu. Yah, walaupun sebagian sudah di bantu oleh sekretarisnya.

Sentuhan pada pundaknya itu membuat Joohyun tersadar dari lamunannya. Dia mendapati Sooyoung yang menatapnya bingung.

"Waeyo, Unnie? Ada yang sakit?" Sooyoung bertanya karena melihat ada yang aneh dari kakaknya ini.

Sejak kemarin, saat dia berkunjung ke rumah sakit. Joohyun tampak sering melamun tidak seperti biasanya. Wajah kakaknya itu kembali datar, bahkan saat berbicara pun nadanya terkesan dingin dan sedikit ketus. Juga, mudah kesal.

"Aniya." Joohyun mengulas senyum tipis. Dia menyenderkan tubuhnya pada kepala kasur.

Saat ini, mereka berdua sudah berada di kamar Joohyun. Sooyoung yang hanya memiliki kelas pagi dengan senang hati menemani Eugene untuk menjemput sang kakak di rumah sakit saat waktu menunjukan pukul satu siang.

Sooyoung menghela nafas, lalu ikut duduk di sisi kasur. Mengusap tangan sang kakak, dia tidak bisa membiarkan hal ini berlarut terlalu lama, maka dari itu Sooyoung akan menanyakan hal ini lebih dalam lagi.

"Ada masalah?" Dengan hati-hati Sooyoung bertanya. Tapi hanya di balas gelengan pelan oleh Joohyun yang sedang melihat ke arah depan sana.

Sooyoung terdiam, sepertinya dia harus memancing Joohyun agar dapat mengetahui apakah ini ada kaitannya dengan salah satu keluarganya atau hanya masalah pribadi sang kakak sendiri.

"Eomma sedang membuatkan bubur untukmu,"

"Aku tahu."
Nah, di jawab. Sooyoung sengaja mengatakan hal yang sudah Joohyun ketahui. Ini hanya alibi saja.

"Lalu Appa sedang mengunjungi sidang Choi Siwon itu. Dia memintaku untuk menemai Eomma menjemputmu." Sooyoung kembali bercerita pada kakaknya itu.

Hari ini memang hari terakhir sidang yang menetapkan hukuman apa yang pantas bagi Choi Siwon. Dan Yongwoo datang langsung ke persidangan itu untuk melihat bagaimana kelangsungan di sana. Pria itu tidak mau ada hal yang aneh-aneh terjadi di sana. Semuanya sudah di persiapkan dengan baik.

Muncul senyum sinis pada wajah Joohyun.
"Aku hanya mau hukumannya setimpal atas apa yang dia lakukan. Tidak lebih." Sooyoung mengangguk menyetujui ucapan Joohyun.

"Seulgi Unnie sedang ada rapat siang ini. Jadi dia meminta maaf tidak bisa ikut untuk mengantarmu pulang. Lalu, Wendy Unnie, beberapa menit sebelum menemani seniornya beroperasi, dia sempat menelepon ku dan menitipkan pesan yang sama." Sooyoung menelisik wajah yang masih menatap lurus itu, tanpa mau menatapnya yang sedang berbicara.

"Hm. Aku mengerti." Diam-diam Sooyoung mengangguk kecil karena masih ada balasan dari Joohyun. Sekarang, satu orang lagi yang belum di ceritakan.

"Lalu Yerim ... " Sooyoung sengaja menggantung kalimatnya ketika melihat mata sang kakak tampak bergerak pelan. Padahal tadi saat dia menceritakan yang lain, mata itu hanya diam fokus menatap ke arah jendela sana.

"... dia sedang bersekolah. Dan Unnie pasti tahu itu." 
Hening. Setelah Sooyoung mengucapkan hal itu tidak ada balasan apapun dari sang kakak.

Ah, Sooyoung paham sekarang. Ternyata sikap sang kakak seperti ini karena berhubungan dengan adik bungsu mereka. Bukankah jika seseorang sedang kesal atau marah, dia tidak mau membahas hal yang berhubungan dengan penyebab kemarahannya itu? Dan hal inilah yang sedang Joohyun alami.

"Baiklah. Aku akan langsung bertanya." Sooyoung berdeham sebelum kembali berucap.

"Unnie jujur saja. Ada masalah apa dengan Yeri?" Sooyoung langsung berbicara ke inti. Dia tidak akan berbelit-belit lagi.

CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang