Satu jam lalu, kelas Yeri ada jam pelajaran olahraga. Setelah melakukan pemanasan, guru tersebut membebaskan anak-anak didiknya untuk memainkan olahraga apapun. Dengan syarat, harus benar dan serius.
Karena nanti sebelum jam pelajaran selesai, akan ada pengetesan bagi setiap murid, sesuai olahraga yang di pilih murid tersebut. Setelah beberapa murid melakukan tes, kini tiba giliran Yeri yang memilih memainkan volly ball.
Awalnya semua berjalan lancar. Namun, sesaat Yeri setelah melakukan smash yang terdapat dalam gerakan permainan itu semua menjadi ricuh. Karena kakinya tidak sengaja terkilir menyebabkan dirinya terjatuh. Lagi dan lagi gerakan refleknya keluar, yaitu menahan tubuhnya menggunakan siku.
"Akh!" Yeri seketika mengerang kesakitan saat sikunya beradu dengan lapangan semen, padahal
baru kemarin tercetak memar pada sikunya."Yeri-ya!" Eunsaem berseru melihat temannya itu terjatuh.
Setelah kejadian itu, Eunsaem baru tahu jika siku sebelah kanan Yeri sebelumnya sudah cedera. Karena ketika di obati oleh petugas UKS, siku Yeri telah membengkak, di tambah karena luka baru tadi, menyebabkan pembengkakan itu berdarah.
Eunsaem cukup merasa kecewa, karena temannya itu tidak mengatakan apa-pun padanya. Ketika Eunsaem bertanya Yeri hanya menjawab tidak sengaja terjatuh saat hendak menuju ke sekolah. Padahal jika tahu, dia tidak akan membiarkan Yeri mengikuti olahraga itu.
Tapi apalah daya, nasi sudah menjadi bubur. Eunsaem hanya bisa menelan rasa kecewa itu bulat-bulat. Berusaha untuk memahami sikap Yeri yang jarang terbuka padanya.
Terlihat para murid yang sebagian berseragam olahraga itu berhamburan keluar menuju gerbang sekolah karena jam pelajaran telah selesai. Ada yang sedang menunggu jemputan, ada yang berjalan bersama teman menuju halte umum yang terdekat di sana.
"Aku akan mampir dulu ke pasar malam. Kau mau ikut?" Tanya Eunsaem yang sedang memapah Yeri yang tampak jalan tertatih-tatih.
"Ani." Eunsaem hanya menganggukkan kepalanya mendengar balasan singkat itu.
Sejenak, suasana di antara mereka hening. Hanya ada suara langkah kaki masing-masing yang menemani. Setelahnya, dahi Yeri tanpak mengerut karena tiba-tiba saja Eunsaem berhenti melangkah. Dan otomatis langkahnya juga ikut berhenti untuk mengecek temannya itu.
Baru saja mulut itu terbuka hendak bertanya, tapi Eunsaem segera mendahului.
"Eoh, bukankan itu kakak mu?"Reflek Yeri ikut melihat ke arah yang di maksud oleh Eunsaem. Seketika mata Yeri membulat, dia tidak salah lihat, kan? Di luar gerbang sekolahnya ada Joohyun sedang menyender pada depan mobil yang biasa di gunakan untuk menjemputnya.
Gadis berwajah dingin bertopi itu tampak sibuk dengan ponselnya, sesekali matanya melihat para murid yang berhamburan, seolah mencari keberadaan orang yang di tunggunya.
Yeri segera menarik Eunsaem saat Joohyun hendak menoleh ke arah mereka. Untung saja jarak mereka cukup jauh, jadi memudahkan Yeri bersembunyi di balik salah satu pohon besar yang sengaja di tanam untuk menghiasi jalanan sekolah megah tersebut.
"Ya, kau kenapa?" Eunsaem tampak kesal karena Yeri menariknya begitu saja, lalu melepaskan cekalan itu pada pergelangan tangannya.
"Eunsaem-ya, kau mau membantu ku, kan?" Gadis berambut sebahu itu tampak bingung mendengar permintaan Yeri yang tiba-tiba.
"Mwo?" Eunsaem di buat terkejut bukan main ketika Yeri berlutut di hadapannya sambil memohon.
"Y-ya, apa yang kau lakukan?!" Eunsaem menarik Yeri untuk kembali berdiri. Tapi temannya itu tetap bersikukuh dengan posisinya saat ini, walaupun kakinya sedikit ngilu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complete
Fanfiction"Ya, kau tidak punya mata? Lihat, buku ku jadi kotor!" Sosok yang sedang membersihkan seragamnya tersentak kaget mendengar pekikan tersebut. Matanya berkedip tidak percaya. Heol, jelas-jelas dia yang korban disini. Mengapa jadi dia yang di salahkan...