Prolog.

2.9K 149 113
                                    








Derap langkah kaki menggema di ruangan, melangkah cepat dengan penuh akan kepanikan. Kaki jenjangnya berlarian. Ketika kala pintu sudah di depan mata, sang eksistensi itupun membuka pintu dengan panik.

Rasa panik, takut, dan kebingungan menjadi satu kala kedua matanya menangkap pemandangan yang tak ia duga sama sekali.

Rak-rak kayu berjatuhan dengan api sebagai penghias. Jagoan merah itu berdesis, berkibar walaupun tak ada angin.

Kaki jenjangnya dengan tertatih-tatih memasuki ruangan, mendekati sebuah mayat yang sudah tergeletak tak bernyawa.

Dunianya terasa telah hancur.

Perasaan miliknya.. tak karuan, ambyar.

Setengah tubuh tak bernyawa itu tertimpa oleh beberapa rak-rak yang sudah habis setengah terbakar. Salah satu dari sebuah tangan yang masih terpakaikan handsock putih itu menyembul keluar.

Baju yang dikenakan oleh tubuh tak bernyawa itupun telah kotor, kotor karena noda debu yang menempel. Sama halnya dengan handsock yang dikenakan oleh mayat itu.

Air mata menetes tanpa sadar, dadanya sesak tak tahan menahan rasa sakit di dadanya. Bibirnya bergetar sembari menyebut nama sang tuan.

Perlahan ia berjongkok, menatap lamat tubuh yang sudah tak bernyawa itu.

Tangannya ia tautkan, jari-jari mereka saling bertautan.

Dirinya menangis tersedu-sedu, merasa terpukul akan kematian seseorang yang sudah ia anggap sebagai sesosok ayah, tokoh penting yang menyelamatkan hidupnya, tokoh penting yang membuatnya masih bisa berada di dunia ini hingga detik ini.

Masih belum selesai menangisi mayat sang Ayah, kepalanya yang sebelumnya tertunduk kini mendongak ke atas, teringat akan suatu hal.

Dirinya menoleh ke kanan dan ke kiri, napasnya pun kini semakin tak beraturan.

"(Name) .."

Sebuah nama terlontar dari bibir ranumnya, dirinya mengulang-ulang memanggil nama sang puan.

Bibirnya bergetar tak karuan, dadanya semakin sesak kala tak melihat ataupun tak merasakan keberadaan yang ia cari.

...


































Paris, Francis.

"Lupin Black?" sebuah nama terlontar dari bibir ranumnya.

Dirinya yang tengah duduk di kursi dengan jari-jari yang sibuk mengetik keyboard. Dirinya terdiam, tak tau harus berkata apa.

Dirinya merebahkan punggungnya pada kepala kursi. Lelah.

Rambut karamel miliknya ia acak-acak, merasa frustasi.

...

"Apa jangan-jangan .."




...














┆𝗟𝗨𝗣𝗜𝗡𝗥𝗔𝗡𝗚𝗘𝗥 𝗩𝗦 𝗣𝗔𝗧𝗥𝗔𝗡𝗚𝗘𝗥: 𝗟𝗨𝗣𝗜𝗡 𝗕𝗟𝗔𝗖𝗞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang