PENASARAN

138 59 127
                                    

Lapangan olahraga sekolah dipenuhi siswa siswi yang sedang riuh dengan aktivitas masing-masing, padahal sedang libur hari Minggu. Pertemuan seluruh organisasi sekolah dalam rangka silaturahmi antar organisasi yang membuat sekolah tersebut tetap berpenghuni di hari libur. Semua siswa berbaur satu sama lain. Hal itu sudah menjadi kegiatan rutin setiap satu kali enam bulan. Setiap organisasi memiliki perwakilan. Tidak ada kegiatan selain sekadar berbincang-bincang dan game biasa sebagai hiburan.

Keriuhan semakin bertambah ketika hantaman cukup keras terdengar dari sebuah kerumunan siswa diiringi erangan tertahan. Seorang siswa berdiri lemah dengan pakaian yang sudah berantakan, di bibirnya keluar sedikit cairan merah. Kedua tangannya dicengkram dari kanan dan kiri, namanya Gafa. Satu orang lagi berada di depannya dengan tangan mengepal. Dengan tatapan benci kepalan tersebut melayang menghantam perut Gafa berkali-kali yang tidak bisa melakukan perlawanan itu. Dia tidak mampu lagi menopang tubuhnya, Gafa terjatuh dengan posisi berlutut menahan tubuhnya agar tidak tersungkur. Baru saja akan mengatur napasnya yang tersenggal sebuah tangan menarik rambutnya agar mendongak, kemudian satu pukulan lagi melayang dengan keras di pipi kirinya membuat cairan merah di bibirnya makin banyak.

"Hentikan!"

Suara nyaring dan sedikit membentak itu berhasil mencegah tinju yang sedikit lagi mengenai sasarannya. Semua mata tertuju pada pemilik suara kecuali Gafa yang masih berlutut di depan sana. Pemilik suara tersebut berjalan dengan santai, tetapi tatapannya penuh emosi, gadis itu tidak suka bentuk penindasan apa pun, semua orang berhak mendapat ketenangan dan keadilan, menurut Danira. Ya namanya Danira.

"Jangan bilang lu mau bel--?" tanya siswa yang akan meninju Gafa dengan tangan yang masih mengepal.

"Apa kamu terlalu kurang kegiatan hingga memukul orang?" Pertanyaan yang terkesan santai, tapi sarkas.

"Dia nggak pantes ada di sekolah ini," ujar salah satu siswa yang memegang tangan Gafa tadi.

"Apa orang tuamu menyekolahkanmu untuk memukul orang? Rugi sekali." Danira menarik napas sejenak, "atau memang ini hobimu?" lanjutnya lagi dengan tenang seraya menatap pria di depannya itu.

Gerombolan siswa yang suka membully itu kesal dengan gadis di depannya dan memilih pergi, andai saja Danira bukan perempuan yang ditaksir sahabatnya sudah dipastikan dia tidak bisa lagi berdiri dengan sok berani sekarang.

Danira masih dengan tatapan lurus di mana siswa yang akan meninju Gafa tadi berdiri, mendengar ketukan sepatu yang perlahan menjauh. Danira menoleh pada Gafa, siswa yang penampilannya sudah kusut itu telah berdiri, di bibir kirinya terdapat bekas cairan darah, rambut acak-acakan, dia benar-benar dibuat babak belur.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Gadis berambut sepunggung itu setelah di dekat Gafa, sekadar basa-basi memang. Tidak ada yang baik-baik saja setelah dihadiahi tinju berkali-kali. Bahkan memar terlihat memerah di wajah yang bisa dibilang cukup tampan itu.

Tanpa menjawab, Gafa pergi. Danira menatap punggung pemuda tersebut dengan perasaan heran. Aneh, batin Danira.

"Dia memang seperti itu, dia anggota pramuka," sahut salah satu siswa yang berdiri tidak jauh darinya. Danira tersenyum tipis, lalu mengangguk.

Danira keluar menuju parkiran di mana penjemputnya sudah menunggu. Danira berjalan sambil celingukan mencari sosok siswa yang menurutnya aneh itu, tetapi membuatnya penasaran. Mungkin sudah pulang, pikirnya.

Gafa berjalan gontai, susah payah menyeret kakinya bergantian. Dia hanya mampu merutuki ketidakberdayaannya, bukan tidak bisa melawan, Gafa sudah berusaha melakukan pembelaan untuk tubuhnya, hanya saja tenaganya tidak sebanding dengan beberapa orang sekaligus. Ini bukan yang pertama kalinya mendapat perlakuan demikian, tetapi kali ini ada sesuatu yang berbeda. Ini pertama kalinya ada orang yang berbaik hati padanya hingga tidak menjadi tontonan siswa lain.

Gafa kembali mengingat kejadian tadi, seketika senyumnya terbit begitu saja saat mengingat gadis berwajah manis itu, ketika itu Gafa sempat mendongak dan sekilas melihatnya dengan ekspresi tenang, tetapi tegas. "Terima kasih, Danira," gumam Gafa. Tentu saja Gafa tahu namanya, siapa yang tidak mengenal siswi idola sekolah itu yang katanya baik, menurut satu sekolahan. Namun, hari ini Gafa menerima kebaikan itu, bahkan Danira tidak mengenal dirinya karena Gafa bukan siapa-siapa di sekolah itu, Gafa hanya siswa yang menerima beasiswa dengan prestasinya, meski begitu dia tidak cukup terkenal. Gafa berpikir bahwa seorang idola sekolah lebih terkesan sombong, tetapi detik itu juga perspektif lelaki berhati dingin itu dipatahkan oleh Danira.

**
Kali ini Danira menunda kebiasaannya untuk istirahat di kantin, dia justru sedang sibuk berlari-lari kecil dari kelas menuju kelas lainnya. Masuk dalam setiap kelas memindai satu per satu semua siswa, lalu keluar lagi. Beberapa siswa-siswi memperhatikan Danira dengan heran, ada juga yang menanyakan sedang mencari siapa yang hanya dijawab sekenanya oleh Danira. Namun, saat duduk di salah satu bangku depan kelas untuk beristirahat, dia teringat sesuatu. Danira segera berlari ke kelasnya dan mengambil benda kecil seperti kartu, kemudian berjalan dengan tergesa-gesa. Sesekali tersenyum pada siswa siswi yang menyapanya. Keramahannya itulah yang membuat satu sekolah menyukai seorang Danira.

Danira masuk di sebuah ruangan yang terlihat lebih besar dari ruangan lainnya yang ada di sekolah, di bagian atas pintunya tertulis 'perpustakaan'. Danira menuju sebuah meja petugas perpustakaan, lalu menyebutkan judul buku yang dicarinya. Petugas menunjuk ke arah kanan Danira dan juga menyampaikan bahwasanya Danira harus mencarinya dengan menelisik satu per satu rak-rak buku tersebut, mengingat buku yang dicarinya hanya tersedia beberapa dan bisa saja terselip di beberapa buku. Danira mengangguk tanda mengerti, lalu bergegas menuju rak buku yang ditunjukkan tadi.

Danira memindai satu-satu rak buku tersebut. Tangan Danira menyentuh buku-buku dengan telunjuknya sambil bibirnya berkomat-kamit membaca judul setiap buku.

Seseorang sedang duduk membaca buku di sebuah kursi, bukunya diletakkan pada meja di depan, kedua sikunya bertumpu pada meja tersebut dengan tangan kanan membuka lembaran buku ke halaman selanjutnya. Namun, fokusnya teralihkan ketika Danira berada di ujung sana tepat lurus di hadapannya. Danira fokus mencari buku sehingga tidak memperhatikan sekeliling, lagi pula jaraknya tidak terlalu dekat. Sudah hampir satu jam gadis itu di sana. Gafa yang melihatnya tidak tega membiarkan Danira kebingungan berinisiatif membantu gadis itu. Gafa menuju meja petugas dan menanyakan buku yang dicari Danira.

Danira yang berjongkok mencari buku di bagian rak bawah dibuat terkejut saat sebuah buku yang dari tadi dicarinya berada di depannya. Danira mendongak, kemudian langsung berdiri setelah melihat sosok siswa yang kemarin, sosok yang telah membuatnya penasaran. Danira mengambil buku tersebut dari tangan Gafa, lalu membaca bagian sampul. "Terima kas---" Kata-kata Danira menggantung ketika menyadari sosok itu telah hilang. Danira melihat sekeliling, mencari ke seluruh sudut ruang perpustakaan tersebut.

Gadis itu segera menuju meja petugas dan meletakkan buku serta sebuah kartu yang ia keluarkan dari saku seragamnya. Buru-buru Danira berjalan keluar setelah mengatakan akan kembali mengambil bukunya. Dia berjalan dengan tergesa-gesa sambil celingukan, matanya dengan tajam memindai setiap sudut sekolah yang dijangkau pandangannya. Namun, nihil. Dengan hati yang kecewa Danira kembali ke perpustakaan dengan linglung.

DIA GAFA (Kamu Luka yang Diam)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang