Chapter 2-Laksayang

21 3 0
                                    

Malam semakin larut. Laksamana Cakra yang disebut-sebut sebagai playboy di SMA Garuda Sakti, masih berdiri tegap di depan rumahnya. Bukan tanpa sebab dirinya berada di sana. Pertandingan basket tadi lah yang membuat kakinya lemas seperti sekarang ini.

Maklum saja, Laksa memang sangat payah mengendalikan emosi. Saat dia tak terima Mario yang akan melemparkan bola ke arahnya, dia pun membalas dengan bogeman mentah di pipi Mario. Bahkan teman-temannya sudah kewalahan untuk menahan Laksa.

Hal itu lah yang membuat papanya langsung dipanggil ke sekolah karena ini bukan pertama kalinya Laksa adu jotos dengan anak lain. Bahkan saking mendadaknya, sang papa masih mengenakan seragam kebesarannya. Seragam kebesaran bukan berarti seragam yang longgar namun seragam kebesaran seorang perwira TNI AL. Ya, walaupun Laksa tergolong berandal, sebenarnya dia adalah anak kolong.

Laksa mengumpat dalam hati, sedari tadi dirinya dihukum berdiri di teras dan sebelumnya telah mendapat omelan sang papa. Papanya memang tak tanggung-tanggung untuk menghukumnya. Meski tidak main tangan karena takut dengan omelan mama, tapi berdiri dari sore hingga larut malam tanpa diberi makan memang lebih menyiksa.

Dan sang papa tidak melewatkan kesempatan membuat dirinya tersiksa ditambah situasi mendukung bahwa saat ini sang mama sedang di rumah tantenya, Sukabumi.

"Pa, udah, dong. Udah lemes nih." ucap Laksa memohon pada papanya yang duduk di ruang tamu.

"Halah, gitu aja lemes. Udahlah, terima aja, Lak. Itu hukuman buat kamu yang adu jotos di tempat sembarangan sama buat Papa harus datang padahal Papa lagi sibuk tadi." balas Haidar, Papa Laksa sambil menyesap kopi buatannya sendiri.

"Pa, ya bayangin aja Laksa tadi tanding basket terus berantem. Belum lagi disuruh berdiri kayak gini. Lemes, Pa, lemes, nih kaki udah gemetar loh."

"Itu mah emang kamu aja yang letoy."

Laksa membelalakkan matanya, dia bahkan sampai tersedak ludahnya sendiri. Letoy? Orang tadi dia berhasil bikin pipi Mario lebam kok.

"Letoy, Pa? Nggak lihat tadi pipi Mario warnanya ungu? Itu bukan blush-onnya mama loh, Pa. Itu mahakarya dari tangan Laksa." oceh Laksa tak terima.

"Ya, Papa, kan, cuma lihat realita sekarang aja, Lak. Wong daritadi kamu ngoceh lemes mulu." jawab Haidar sembari mengendikkan bahunya.

"Ihh, Laksa bilangin Mama nanti. Biar Papa nggak dapat jatah sebulan. Siap-siap aja sih main solo."

"Berani kamu?! Pokoknya sampai Mama tahu, uang jajan Papa korting lima puluh persen!"

Lima puluh persen. Okay, Laksa mengaku kalah. Papanya memang tak pernah main-main dengan uang jajan. Pernah duku dirinya diancam seperti ini, dia sudah melapor pada mamanya. Tapi respon mamanya tak terduga, beliau malah senang bukan main karena kortingan uang jajan itu ternyata diserahkan papa kepada mama. Dan jadilah, setelah menerima uang mamanya lupa dengan aduan Laksa. Memang uang ditambah skenario Papa Haidar yang satu ini antigagal. Laksa bukti konkretnya.

"Ah, beraninya main duit. Mentang-mentang sumber. Laksa mah apa atuh." gerutu Laksa yang semakin lemas.

"Nanti jam sembilan kamu boleh masuk." ucap Papanya lalu bangkit dari sofa. Laksa pun menengok jam tangannya dan seketika dia memanyunkan bibirnya. Sekarang masih jam tujuh malam! Masih ada dua jam lagi!!

"Papaaaa!"

"Berisikk!!"

****

Setelah setengah jam Abell berputar mengelilingi SMA Garuda Sakti di pagi yang cerah ini, akhirnya dia menemukan ruang kepala sekolah. Dan dalam waktu setengah jam itu, Abell juga tak henti-hentinya mengumpati Gathan dalam hati. Kembarannya itu memang benar-benar keterlaluan. Sudah berangkat sekolah ditinggal, disuruh mengantar ke ruang kepala sekolah malah kabur.

Tok tok tok

"Masuk!" ucap seseorang dari dalam ruang kepala sekolah.

Pandangan Abell langsung tertuju pada pria paruh baya berperut buncit dan berkacamata yang sedang duduk di kursi kebesarannya.

"Audrina Serabelle pindahan dari SMA Pelita, Bandung, ya?" tanya pria itu.

"Iya benar, Pak." jawab Abell mengangguk canggung.

"Okay, silakan duduk. Saya cek dulu data kamu." Abell pun duduk di depan meja yang notabenenya adalah Pak Wawan, Kepala Sekolah SMA Garuda Sakti.

"Kamu dulu kelas sepuluh juga di sini, ya?"

"Iya, Pak."

"Kamu ditempatkan di kelas XII IPA 2, dari ruangan ini kamu lurus terus belok kanan, kelasnya—"

Tok tok tok

"Masuk!"

"Bapak manggil saya?" ucap cowok sembari menunjuk dirinya sendiri.

"Oh iya, kamu tadi telat lagi kan, Lak?" tuduh Pak Wawan menyipitkan matanya. Sementara yang dituduh hanya cengengesan.

"Saya telat bangun, Pak. Tadi malam saya dihukum sama Papa, belum lagi ngarjain tugas yang tiba-tiba launching. Jadi bangun kesiangan deh." kelakar Laksa tanpa rasa bersalah.

"Ck, alasanmu basi. Gini aja, karena kamu sudah sering melanggar tata tertib dan guru piket sudah angkat tangan, nanti sepulang sekolah saya yang hukum kamu. Jangan coba-coba kabur!"

"Iya, nunggu insaf." gumam Laksa lirih.

"Nah kebetulan ada kamu, Lak. Ini Abell murid baru dan sekelas sama kamu. Tunjukkin gih kelas kamu." Laksa pun memandang cewek yang duduk di depan meja kepala sekolah. Saat gadis itu berbalik, Laksa tidak berkedip sama sekali. Meski setahun tidak bertemu, Laksa tidak mungkin salah mengenali seseorang yang masih bertahta di hati terdalamnya.

Gadis yang menjadi alasan dia mendapat gelar playboy. Ya, Abell kembaran Gathan sahabatnya. Karena dulu Gathan melarang semua temannya mendekati Abell dan ditambah faktor gengsi yang tinggi untuk mengungkap perasaan, jadilah dia memendam dan menutupinya dengan menjadi playboy.

"Laksa? Balik ke kelas kamu! Pasti guru kamu udah datang." Laksa menoleh ke belakang dan mengangguk patuh pada Pak Wawan.

Di sepanjang koridor, Laksa sibuk memikirkan cara untuk ngobrol dengan Abell.

"Pindahan dari mana?" tanya Laksa memecah keheningan.

"Bandung."

Udah tahu, Bell. batin Laksa berbicara. Dia heran kemana ilmu ke-playboy-annya pergi.

"Nama lo?" lagi-lagi Laksa merutuk dalam hati.

"Abell, salam kenal." Laksa mengangguk lalu berhenti dan berbalik di depan Abell. Abell yang tak siap pun menubruk dada Laksa yang wangi. Maklum, Laksa selalu menyemprotkan parfum di area dada demi kenyamanan cewek yang memeluknya. Kurang baik apa lagi, sih, Laksa? Dia bahkan membantu para cewek mendapat kenyamanan.

Abell mundur dan menatap Laksa kesal.

"Kenalin gue Laksamana Cakra. Dipanggilnya Laksa. Bisa juga dipanggil Laksayang." Laksa mengulurkan tangan ke arahnya.

"Udah tahu dari Pak Wawan." Jawab Abell mengabaikan uluran tangan Laksa.

"Cocok." gumam Laksa sembari memperhatikan Abell.

"Hah?"

"Cocok jadi istri gue." detik itu juga mulut Abell menganga lebar.

***

Bersambung...

The HiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang