Jam di pergelangan tangan Laksa menunjukkan pukul 4.30 sore. Ia baru saja kembali dari bersepeda keliling kompleks. Hal itu dilakukan Laksa agar tubuhnya tetap bugar lalu membuat jantung para wanita bergetar.
Selain bersepeda, Laksa juga sering joging. Ia menyukai dua olahraga itu bukan hanya untuk kesehatan. Dengan bersepeda dan joging dia akan mengelilingi kompleks dan bertemu dengan bidadari-bidadari kompleksnya. Bukan bermaksud tebar pesona, dia hanya sedikit ramah pada mereka. Jika mereka menganggapnya lebih, Laksa bisa apa?
Laksa menghela napas sekali, lantas menyeret kedua kakinya untuk segera masuk ke dalam rumah dan mandi agar segar. Namun sepertinya agenda itu harus ditunda karena sang papa memanggilnya.
"Ada apa, Pa?" tanya Laksa lalu mengambil air minum di meja makan.
"Papa mau jemput Mama, kamu jaga rumah, ya? Jangan keluyuran, lho." pinta Haidar sembari mencari kunci mobilnya. "Oh iya, ini buat makan malam." lanjutnya sambil memberi dua lembar uang seratus ribu pada Laksa.
"Alhamdulillah, makan enak." ucap Laksa lega.
"Oh iya, Dayu sebentar lagi juga pulang les. Kamu baik-baik sama dia. Jangan berantem terus."
"Hah?! Duyung nggak ikut? Diajak aja, Laksa berani di rumah sendirian. Papa nggak perlu khawatir." cerocos Laksa berusaha menolak permintaan papanya. Malam ini ia hanya ingin tenang. Dan hal itu akan sulit jika Dayu didekatnya.
"Laksa, Dayu itu adikmu, lho. Yang rukun dong." nasihat Haidar jengah.
"Tapi—"
"Assalamualaikum, Dayu pulang!" seru Dayu dari pintu ruang tamu.
"Waalaikumsalam, sayang."
"Papa mau ke mana?"
"Papa mau jemput mama kamu, tapi kamu di rumah aja, ya? Nanti Papa beliin es krim yang banyak." ujar Haidar mengelus kepala Dayu dengan sayang.
"Siap, Papa." jawab Dayu semangat. Laksa yang melihat adiknya begitu semangat hanya mengelus dada pasrah.
"Oh iya, nanti kamu minta makan sama Bang Laksa, ya? Papa tadi nggak masak. Papa juga udah kasih dia uang. Kamu jangan mau dikibulin." bisik Haidar yang diangguki Dayu. Laksa pun tak dengar sama sekali karena dia pergi ke kamarnya. Haidar tersenyum puas.
"Good girl."
"Bang, Bang Laksa! Buka pintunya!" teriak Dayu sambil menendang-nendang pintu kamar Laksa saking kesalnya karena diabaikan sang kakak. Sebelumnya Dayu sudah berbaik hati dengan mengetuk pintu dengan sopan, namun kakaknya itu mengundang ribut.
"Ada apa sih, Yung? Kamu pikir beli pintu murah?." gerutu Laksa setelah membuka pintu. Dia memang sengaja mengunci pintunya agar pengganggu kecil ini tidak seenaknya masuk.
"Ish, Dayu lapar, Bang! Dari sore belum makan. Papa nggak masak."
"Ya nggak usah teriak juga. Sukanya kok ngundang gelud."
"Abang duluan yang ngundang gelud!"
Nah, kan! Sudah Laksa bilang, hidupnya tidak tentram jika tinggal dengan Dayu saja.
"Yaudah! Kita keluar, cari makan. Kamu ambil jaket sana!"
"Siap. Tapi...Aisyah diajak, ya? Kasihan ditinggal sendiri." Laksa menghela napas untuk meredam amarahnya.
"Aisyah ditinggal atau kamu yang Abang tinggal!" dongkol Laksa.
***
Asha memandangi pintu kamar Abell dalam diam. Selama setahun ini, dia menahan rindu pada adik kecilnya yang selalu menolak diajak komunikasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden
Teen FictionHal yang tak terpikirkan oleh Abell ketika sang ayah menuntut dirinya untuk kembali ke Jakarta disaat dirinya belum sepenuhnya melupakan masa lalu yang meyakitkan. Audrina Serabelle, gadis remaja dengan sejuta perasaan membingungkan dihadapkan pada...