Sejak jam pertama tadi, Laksa dibuat kesal karena selama dirinya tak masuk ternyata Abell pindah tempat duduk. Niat hati masuk sekolah agar bisa duduk berdua dengan pujaan hati justru jadi kesal setengah mati. Bagaimana tidak? Laksa berulang kali membujuk Abell namun yang didapat hanyalah tatapan datar. Selain itu dua teman setannya yang sibuk melontarkan hujatan-hujatan eksklusif untuk dirinya. Benar-benar sial hari ini.
Laksa menatap datar gadis yang hari ini menjadi teman sebangkunya sedang asyik menulis. Sadar sedang diperhatikan, gadis itu menoleh dan menatap nyalang pada Laksa. Laksa pun kaget bukan main, menurutnya tatapan gadis itu sedikit menyeramkan.
"Ape lu?"
"Santai dong, Bor. Gue jadi makin ngeri nih." ucap Laksa sambil mengelus-elus lengannya yang terasa sedikit nyeri.
"Bor, Bar, Bor, lo kata gue obor?!"
"Mirip sih," gumam Laksa lirih namun masih bisa didengar Bora.
"Apa?!"
"Wah, kurang ajar nih cowok, Ra. Masa lo semok gini dibilang obor. Kalau gue jadi lo sih nanti pulang sekolah bakal gue cegat, dibegal kalau perlu." ujar Acid mengompori sementara Bopak masih terkikik geli.
"Jangan kasih kendor, Ra. Mulut Laksa itu kelebihan kadar merconnya." Bopak menimpali. Entah mengapa, sudah menjadi kesenangan sendiri jika melihat ekspresi kesal Laksa seperti saat ini.
"Selow, dong, Ra. Gue, kan, bercanda doang. Lo tuh sexy banget. Bener deh, no tipu-tipu ini." kelakar Laksa mencari ampunan. Bisa remuk jika Bora benar-benar mencegatnya nanti. Bukannya tak mau mengakui kesalahan, namun jika wajahnya kenapa-napa akan banyak gadis bersesih hati. Dan Laksa tak mau hal itu terjadi.
"Alah, mulut blasteran buaya bin kadal kayak lo mah banyak un-faedahnya ketimbang faedahnya." ucap Bora sambil mengibas-ibaskan tangannya.
"Kalian yang di belakang, udah siap presentasi? Ibu denger dari tadi ngomongnya lancar banget," tanya Bu Siti—guru Kewirausahaan—sekaligus menyindir Laksa, Acid, Bopak, dan Bora.
"Oh iya, kelompok 7 hari ini jadwalnya presentasi rencana bisnis, kan? Anggotanya Bobi, Laksamana, dan Rasyid. Yang saya sebutkan angkat tangan!" imbuh Bu Siti yang membuat Laksa, Acid, dan Bopak menegang. Sebenarnya mereka sudah menyiapkan powerpoint dari tiga minggu yang lalu dan hanya menunggu giliran maju. Akan tetapi, sekarang mereka sudah lupa tentang materi presentasi itu. Dengan ragu, Laksa pun mengangkat tangannya Diikuti Acid dan Bopak.
"Nama kamu?"
"Laksamana Cakra, Bu."
"Kalau yang dibelakang sebelah kiri itu namanya siapa?" tanya Bu Siti menunjuk Bopak.
"Bobi, Bu. Bobi Prasetyo."
"Sebelahnya?"
"Rasyid Al Ghifari, Bu." jawab Acid.
Bu Siti mengangguk mengiyakan lalu kembali menatap daftar nilai di mejanya. Dia mengernyit heran karena tak ada pergerakan dari ketiga pemuda itu.
Bu Siti mendongak, "Ayo maju! Kalian presentasi sekarang!"
Perintah sang guru membuat Laksa dan dua temannya gelagapan. Acid sibuk mencari file di ponselnya, harap-harap cemas jika file powerpoint itu sudah terhapus, Bopak pun sudah berjalan kesana-kemari untuk meminjam laptop. Sementara Laksa sibuk memahami isi makalah presentasinya untuk mengantisipasi pertanyaan laknat para temannya yang haus akan nilai.
Bopak menguap lebar saat Acid mulai membuka sesi tanya jawab. Sungguh, sesi yang paling menyebalkan saat presentasi adalah sesi ini. Teman-temannya mendadak berubah menjadi jelmaan iblis saat sesi ini dimulai. Yang pintar menanyakan hal yang rumit, yang sok pintar selalu menanyakan hal sepele agar mendapat nilai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden
Teen FictionHal yang tak terpikirkan oleh Abell ketika sang ayah menuntut dirinya untuk kembali ke Jakarta disaat dirinya belum sepenuhnya melupakan masa lalu yang meyakitkan. Audrina Serabelle, gadis remaja dengan sejuta perasaan membingungkan dihadapkan pada...