Dengan tatapan kosong, Abell menyusuri sepanjang koridor sekolah yang ramai. Matanya masih sembab karena terlalu banyak menangis. Dia bingung harus bereaksi seperti apa. Mengingat ternyata selama ini dirinya lah yang menjadi penganggu.
Saking asyiknya melamun, Abell tak sadar jika ada seseorang yang bersiap menghadangnya. Hingga ...
Brukk
Abell tersungkur mengenaskan setelah kaki seseorang berhasil menjegalnya. Dia meringis ketika merasakan lututnya yang mulai nyeri. Dengan sekuat tenaga, Abell mencoba bangkit. Namun sebelum dirinya berdiri secara sempurna, rambutnya sudah lebih dulu ditarik. Abell pun menatap cewek yang menarik rambutnya. Rasanya, dia tak pernah mengenal cewek itu. Mengapa dia di-bully?
"Bagus, ini belum seberapa buat lo. Dasar cewek ganjen!" tuduh Alya diiringi tarikan rambut yang lebih kuat.
Abell menautkan alisnya bingung. Ganjen? Bahkan dirinya belum sepenuhnya kenal dengan teman sekelasnya. Hatinya pun masih terpaut dengan calon suami kakaknya itu. Itu pun dia baru bertemu Bagas tadi malam.
"Gak usah sok bego! Gue peringatin jangan sekali-kali lo kegatelan sama Laksa! Dia pacar gue!"
Ah iya, Abell mengingat gadis ini. Gadis yang sempat membuatnya uring-uringan setelah pulang menjenguk Laksa. Tapi, bukankah waktu itu Laksa bilang mereka sudah putus? Dia tak mungkin salah pendengaran ditambah juga sika Laksa dan teman-temannya yang waktu itu seakan muak dengan Alya.
"ALYA!"
Teriak seseorang di ujung koridor dan Abell sangat mengenal suara itu. Abell berusaha menoleh dan tebakannya ternyata benar. Laksa melangkah tergesa-gesa ke arah dirinya.
"Turunin tangan lo! Kalau enggak, gue nggak peduli lo cewek dan gue bakal jambak lo di sini!" ancam Laksa begitu sampai di hadapan Alya.
Alya mendengus kasar namun menuruti kata Laksa untuk melepas tarikannya. Matanya kembali menatap tajam Abell dan kebenciannya kepada Abell meningkat tatkala melihat Laksa membela Abell.
"Lak, aku begini cuma mau merpertahanin hubungan kita!" protesnya.
"Hubungan? Kita udah putus, Alya! Gue nggak peduli sama lo, gue nggak suka sama lo!" memang terdengar kejam, tapi Laksa melakukan itu agar Alya sadar jika kelakuannya sudah keterlaluan.
"Lak, kok lo ngomong gitu." ucap Alya semakin lirih. Tangannya mengepal berusaha menguatkan.
"Lak, udah. Kata-kata lo—"
"Biarin, Bell. Biar dia sadar kalau hubungan tuh nggak bisa dipaksain kalau salah satunya nggak suka."
Ucapan Laksa membuat Abell bungkam. Hatinya merasa tersentil. Benar kata Laksa, hubungan tidak bisa dipaksa. Itu artinya dia harus ikhlas menerima kenyataan bahwa Bagas akan menikah dengan kakaknya. Dia tak bisa memaksa Bagas untuk bersama dirinya lagi.
"Ikut aku!" titah Laksa kemudian menatik tangan Abell pergi dari koridor.
"Bell!"
Laksa memutus lamunan Abell. Abell yang terkejut menatap sekelilingnya. Apa ini? Kenapa dia ada di gerbang belakang sekolah?
"Ngapain ke sini? Lo mau macem-macem sama gue, ya?!" tuduh Abell lalu menyilangkan tangannya di dada.
Laksa tertawa pelan, "Gimana mau macem-macem kalau tangan gue aja masih kayak gini." ucap Laksa sambil menunjuk tangan kanannya yang masih di gips.
"Kok lo punya kunci gerbangnya sih?" ucap Abell menggebu-gebu, menunjuk kinci gembok di tangan Laksa.
Laksa tersenyum mengingat bagaimana dia mendapat kunci gembok gerbang itu. Ternyata tidak rugi dirinya mengambil kunci gembok Pak Satpam tadi pagi. Niat awal hanya ingin menjahili Pak Satpam, namun sekarang kunci itu sungguh berguna untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden
Teen FictionHal yang tak terpikirkan oleh Abell ketika sang ayah menuntut dirinya untuk kembali ke Jakarta disaat dirinya belum sepenuhnya melupakan masa lalu yang meyakitkan. Audrina Serabelle, gadis remaja dengan sejuta perasaan membingungkan dihadapkan pada...