"Sialan, gue telat!"
Laksa berlari dari bengkel menuju sekolah dengan ekspresi wajah panik. Setelah mengantar Dayu ke sekolahnya, tiba-tiba motor Laksa mogok. Hal itu membuatnya kesal setengah mati. Mau rajin saja kok banyak halangan.
Sebenarnya dia tak masalah jika harus berurusan dengan guru BK lagi. Namun yang menjadi masalah adalah jika orang tuanya dipanggil. Laksa tak sampai hati untuk membuat orang tuanya malu. Di samping itu, pasti uang jajan akan dikorting. Satu kali terlambat potongannya lima persen, dan bayangkan saja Laksa sudah terlambat enam kali dalam bulan ini.
Laksa tak henti-hentinya menatap smartwatch di pergelangan tangannya. Matanya membulat tatkala mengetahui bahwa waktu tinggal lima menit sebelum gerbang ditutup. Mau tak mau dia melajukan kakinya semakin cepat.
"Aduh!" Laksa meringis saat sesuatu menghantam dagunya dan dia mendengar ringisan lain di depannya. Laksa pun menunduk mendapati Abell yang mengusap keningnya. "Bell, kamu ngapain?" tanya Laksa yang membiasakan menggunakan kata ganti aku-kamu dengan calon masa depannya.
Abell membalas tatapan Laksa, "Lo sendiri, ngapain?"
"Aku—" belum sempat Laksa menjawab, suara teriakan Bu Ajeng, guru BK menginterupsi keduanya.
"Shit!"
"Kalian semua ikut saya ke lapangan, SEKARANG!"
Laksa dan Abell mau tak mau mengikuti Bu Ajeng bersama siswa-siswi yang juga terlambat. Mereka pun berjalan beriringan membentuk dua banjar bersama yang lain.
"Ikut aku!" tiba-tiba Laksa menarik lengan Abell dan mengajak gadis itu berlari ke arah berlawanan. Abell tak bisa berbuat apa-apa saat Laksa menarik lengannya.
"Lak, lo mau bawa gue ke mana?" Laksa tidak menjawab dan terus berlari membawa Abell menuju lorong kelas mereka.
"Kamu kok bisa telat?" tanya Laksa yang berusaha membuka pembicaraan setelah berhenti berlari.
"Kesiangan."
"Hah?" Laksa menautkan alisnya heran, "Pasti mimpiin aku,ya? Duh, manisnya, jadi makin cinta."
Abell merotasikan bola matanya malas. Sepertinya dia akan membuat sumpah, jika sehari saja Laksa tidak membual, dia akan berendam di Sungai Yamuna di kartun Krishna.
"Bisa gak sih, sehari aja nggak ge-er?"
"Nggak bisa dong. Ini efek hati aku yang overload lihat kemanisan kamu, Bell." lagi dan lagi Laksa menggoda Abell.
"Masalahnya otak gue juga overload lihat muka lo! Bawaannya pengin nyakar."
"Kalian ngapain di sini?! Kabur, ya?!" teriak Bu Ajeng dari ujung lorong. Oh tidak! sungguh strategi Laksa kali ini meleset jauh.
Bulir demi bulir keringat menetes di pelipis gadis berwajah imut itu. Tangannya begitu pegal, namun masih tetap menempel pada pelipis kanan dan kepalanya menengadah menatap bendera yang berkibar.
Dia juga kesal bukan main pada cowok di sebelahnya yang cengar-cengir tak merasa bersalah sedikitpun. Sudah mengajaknya kabur, tidak bertanggung jawab pula.
"Marah?"
"Menurut lo?!" sewot Abell sedikit menoleh.
"Sorry, lah. Mana aku tahu kalau kita bakal ketahuan. Biasanya aku juga lolos kok." Abell tidak menjawab namun hanya mendengus kesal.
"Lihat tuh! Anak-anak udah ganti baju olahraga. Dan gara-gara lo, gue masih harus berdiri di sini!" sewot Abell saat melihat teman sekelasnya berbondong-bondong menuju ke lapangan untuk berolahraga.
Laksa terbahak.
Abell melirik heran, "Ngapain ketawa? Udah gila?"
Laksa mencuri lirik ke arah Abell. Cowok itu tersenyum menggeleng dan melepas topinya lalu dipasangkan ke kepala Abell. "Jangan di lepas, kamu kepanasan nanti. Nggak tega aku lihatnya."
***
Abell memijat-mijat lengannya yang masih terasa pegal akibat terlalu lama hormat bendera. Dalam hatinya, tak pernah sekali pun berhenti melafalkan umpatan untuk Laksa. Dia akui memang dia juga salah karena terlambat. Namun jika Laksa tidak membawa dirinya kabur, pasti hukumannya tidak sampai satu jam pelajaran.
Sekarang dia hanya seorang diri di kelas mengingat semua temannya sedang berolahraga di lapangan belakang. Entah di mana Laksa saat ini. Yang jelas Abell tidak peduli.
Sabar, jam ketiga ada Matematika. gumam gadis itu dalam hati lalu memejamkan mata agar rileks.
Abell terjengit kaget saat merasakan sesuatu yang dingin menempel di pipinya. Dia pun terpaksa membuka matanya. Benar saja, ada yang sengaja menempelkan sekaleng soda di pipinya. Dan orang itu tak lain adalah Laksa.
Setelah hukuman mereka selesai, cowok itu menyempatkan untuk mampir ke kantin. Dia membeli dua kaleng soda dan satu porsi nasi kuning.
"Nih, minum." ucap Laksa sembari menyodorkan sekaleng soda.
"Ck, lo tuh emang nggak bisa bikin gue tenang, ya. Baru juga rileks." gerutu Abell namun tetap menerima pemberian Laksa.
"Jutek aja manis, apalagi kalau manja."
"Diem atau gue sembur." ancam Abell main-main. Otaknya masih berpikir bagaimana cara keluar dari kelas. Dia merasa bukan sesuatu yang benar jika hanya berdua di kelas ini bersama cowok itu. Apalagi, bangku yang mereka duduki terletak di pojok.
"Mau ke mana? Aku juga beli nasi kuning lho. Sayang kalau mubazir." cegah Laksa yang melihat Abell akan berdiri.
"Buat lo aja," tolak Abell cepat saat Laksa mengarahkan sendok ke mulutnya.
"Iya, ini sengaja aku beli satu. Biar kita makan sepiring. Romantis, kan?"
Abell melongo dibuatnya dan Laksa tak menyia-nyiakan untuk memasukkan makanan ke mulut gadis itu. Dia tersenyum puas melihat tak ada penolakan dari masa depannya. Padahal dia sudah menyiapkan ketegaran hatinya sejak tadi.
Laksa mencondongkan wajahnya ke Abell. "Maaf. Gara-gara aku, kamu kena hukuman."
Abell menggigit bibirnya. Dia gugup setengah mati. Bahkan jantungnya seperti akan meledak. Apakah sedahsyat ini, efek di dekat Laksa? Jika iya, pantas saja cowok itu mendapat predikat playboy.
"Bisa mundur, nggak? Nanti ada yang lihat." Abell mendorong Laksa agar menjauh. Sungguh, dia tidak kuat lagi jika harus berada di jarak sedekat itu dengan Laksa walau sedetik saja.
Laksa mengangguk. Cowok itu menegakkan tubuhnya lalu kembali menyendok makanan untuk Abell.
"Kamu lucu, ya, kalau malu-malu meong gini."
"Dih, siapa jug—"
"Woy, ngapain kalian duduk berdua di pojok? Kayak mau iya-iya aja." kata Acid yang mendapat toyoran dari Gibran.
Sontak Laksa mengumpat dalam hati saat melihat Bopak, Acid, Gibran, dan Gathan. Laksa menatap satu per satu temannya tajam. Baru juga beraksi, sudah dinganggu. Belum lagi Gathan membalas tatapan tajam Laksa dengan tatapan menerkam.
"Ngapain sih kalian masuk? Ganggu aja!" Laksa meletakkan sendok berisi makanan kembali ke piring. "Dan lo Gib, Than. Ini bukan kelas lo, kalau lupa," lanjutnya.
"Wah, parah tuh Than. Yang gitu-gitu masih lo biarin deket sama adik lo? Sama calon kakak ipar aja nggak ada sopan santun." kompor Acid guna memanaskan telinga Gathan.
"Iya, tampangnya juga nggak meyakinkan. Tipe-tipe sugar daddy gitu. Ih serem, Than." sahut Bopak membantu Acid.
"Kalian berdu—"
"Laksa! Maju lo!"
Nah, kan? Gas yang dibakar akhirnya meledak juga.
***
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden
Teen FictionHal yang tak terpikirkan oleh Abell ketika sang ayah menuntut dirinya untuk kembali ke Jakarta disaat dirinya belum sepenuhnya melupakan masa lalu yang meyakitkan. Audrina Serabelle, gadis remaja dengan sejuta perasaan membingungkan dihadapkan pada...