“Sebanyak apa yang kamu ketahui tentang aku?”
“Maksutnya?” Lura terkejut dengan pertanyaan Zein, gadis itu mengikuti Zein yang memilih duduk dan bersandar di punggung kasur, Lura duduk dan bersandar di punggung sofa.
“Kamu tau terlalu banyak, Lura. Terlalu banyak!” Zein tampak emosi bahkan rahangnya sudah mengeras.
Lura berusaha untuk tetap tenang, “apa? Aku tau apa?”“El.” Satu kata yang membuat hati Lura berdenyut sakit, dia rindu suaminya itu.
“Aku tidak pernah ingin ikut campur urusanmu Zein, tapi El yang membuka pintu untuk aku masuk,” ujar Lura pelan, dia tidak ingin menyulut emosi laki-laki labil yang satu ini.
Zein tampak gusar, dia mengacak rambutnya dengan kasar. “Kamu melewati batas yang sejak awal sudah aku buat. Kau tau mengapa aku tidak menceraikanmu? Itu murni karena aku tidak ingin di cap sebagai penjahat oleh warga desa. Ada proyek besar di sana, aku tidak mau itu gagal.”
Lura tersenyum sinis, “aku tidak peduli denganmu, mau kau mati sekalipun itu terserahmu, karena yang menikahiku itu El bukan kamu.”
Zein tampak menggeram dan bangun dari kasurnya. “Tarik ucapanmu atau aku akan melakukan hal gila padamu,” ancam Zein dan berjalan ke arah Lura.
“Selalu saja mengancam, apa kau tidak bosan, huh?” Lura bangun dari duduknya dan berjalan ke arah kamar mandi, dia takut, untuk itu lebih baik lari dari masalah untuk sementara.
Zein menahan lengan Lura dengan menggenggamnya erat. Dalam sekali tarikan tubuh kecil Lura sudah ada dalam dekapan Zein, jantung Lura berdegup sangat keras. Posisi ini terlalu intim untuk mereka yang tidak saling mengenal.
“Kau membuatku benar-benar marah, jangan salahkan aku atas apa yang akan terjadi selanjutnya,” ujar Zein dengan senyum smirk yang mampu membuat Lura ketakutan setengah mati.
Zein menghempaskan tubuh Lura ke lantai, laki-laki itu menarik rambut Lura yang memang belum sempat gadis itu ikat. Zein menarik rambut belakang Lura, hingga membuat wajah Lura mau tidak mendongak menatap laki-laki iblis berwajah malaikat itu. Zein menampar wajah Lura dengan kuat, hingga tubuh gadis itu terhuyung ke samping.
“Lepas, sialan!” ujar Lura di tengah rasa sakit yang ada di wajah dan kepalanya.
“Kau sudah tahu tentang El, maka sudah seharusnya kau tahu siapa sebenarnya aku,” bisik Zein di telinga Lura. Zein kembali berdiri dan menendang punggung Lura dengan segenap kekuatannya.
“Arghh … apa kau gila?” teriak Lura, air mata yang sejak tadi dia tahan kini sudah luruh dan membasahi pipinya.
“Aku sudah bilang, lakukan apa yang kuperintahkan, hanya karena aku berbuat baik padamu di awal, itu artinya kau bebas melakukan hal semaumu? Jauhi El si pengecut itu!”
Zein kembali menarik rambut Lura, memaksa gadis itu kembali berdiri. Lura meringis kesakitan, wajah dan punggungnya masih sangat sakit, tapi laki-laki itu menambah rasa sakit itu dengan menjambak rambut Lura kembali. Sekali lagi Lura melayangkan tangannya ke wajah Lura, bukan tamparan, melainkan kepalan tangan.
Hal itu membuat tubuh Lura kembali terjatuh, sudut bibirnya sudah robek dan mengeluarkan darah. Lura menahan rasa sakit itu, menundukkan kepalanya. Zein terdiam menikmati wajah lebam milik Lura, air mata gadis itudan penampilannya yang kacau.
“Ini peringatan pertama. Jika kau melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya, lebih dari ini yang akan kau terima!” tegas Zein pada Lura dan melangkahkan kakinya hendak keluar dari kamar itu.
Lura yang menyadari itu segera mengambil vas bunga yang ada di meja dekatnya, dan kembali berdiri dengan rasa sakit yang ada ditubuhnya.“Maaf, El,” ujar Lura dalam hatinya sebelum vas bunga yang lumayan besar itu menghantam pundak Zein. Lura tidak tahu itu sakit atau tidak, namun dia sudah melakukannya dengan semua tenaga yang dia punya.
Lura bukan pemain protagonis dalam sebuah cerita yang akan terima disakiti, tapi bukan juga pemain antagonis yang selalu berbuat curang. Dia hanya gadis biasa yang akan berusaha melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri, bukan egois, anggap saja wujud rasa cintanya pada apa yang Tuhan berikan untuknya.
Zein tersentak kaget, ketika tiba-tiba mendapat pukulan yang cukup keras di pundaknya.“Kau!” Tubuhnya berbalik dan menatap Lura tajam. Namun saat dia ingin melayangkan pukulan pada tubuh gadis didepannya, saat itulah kesadarannya hilang.
Lura yang menyaksikan itu menjauh beberapa langkah ke belakang. Hingga retina Zein yang tadi tertutup kembali terbuka, Lura menangis terharu dia tahu yang didepannya ini adalah El bukan Zein, itu dia ketahui melalui manik mata teduh yang menatapnya lembut.
Lura segera berlari dan mendekap tubuh yang tadi dia pukul itu, “aku takut, El. Kenapa kamu meninggalkanku? Aku sendirian dan aku merindukanmu,”ujar Lura dalam pelukannya, seolah ketika dia melepaskan pelukan itu, maka El akan hilang.
“Apa yang terjadi, mengapa kamu terluka, Al?” Tanya El khawatir menyaksikan penampilan gadisnya itu.
Lura hanya diam dan semakin merapatkan tubuhnya ke dalam pelukan El. Nyaman dan aman, itu yang Lura rasakan.
“Apa Zein melukaimu? Apa yang laki-laki brengsek itu lakukan. Al, lepas dulu, mari kita obati lukamu,” pinta El hati-hati.
Luka, Lura segera melepas pelukannya setelah mendengar kata itu, “apa punggungmu sakit?” Tanya Lura dengan perhatian dan membalas tatapan teduh milik El.
“Sedikit,” jawab El sambil menggerak-gerakkan punggungnya yang memang terasa sangat sakit, tapi dia tidak mau membuat gadis kecilnya itu semakin histeris.
El membantu Lura duduk di atas kasur, mencari kotak P3K di laci meja dan membawanya ke dekat Lura. El duduk di samping Lura, tangannya merapikan rambut Lura dengan hati-hati dan mengikatnya menjadi satu. El mengelus pipi Lura yang tampak lebam, meredakan air mata yang sejak tadi keluar dari retina gadisnya itu.
“Zein memarahiku, El. Dia meminta aku menjauhimu dan tidak lagi mencari tahu tentang dia, tapi aku tidak bisa, aku merindukanmu, El.” Lura menatap wajah El yang berada di sampingnya itu.
“Maaf, maaf membuatmu terluka. Seharusnya aku memang sendiri,” ucap El sambil membersihkan luka di sudut bibir Lura dengan alcohol.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CHOICE [END]
RomanceCINTA adalah diksi yang paling romantis dari semua diksi yang ada di dunia ini. Banyak sekali orang mencoba menerjemahkan kata ini. Banyak sekali kalimat yang disangkutpautkan dengan kata ini. Banyak sekali syair indah yang tercipta hanya karena kat...