17

5 1 0
                                    

Seminggu berlalu sejak kejadian itu, kejadian yang sangat berpengaruh pada hidup Lura. Gadis itu sudah mengambi keputusan, dia akan meninggalkan rumah Zein, itu adalah keputusan yang dia ambil sejak awal. Dan kejadian kemarin semakin mayakinkan Lura akan pilihannya.

Lura bukannya takut pada peneror itu, tapi Lura belum cukup yakin bahwa dia mampu menanggung risiko yang akan terjadi bila dia nekat. Lagipun Lura juga tidak cukup yakin bisa menghadapi Zein.
Setiap hari, Lura meluangkan waktu untuk menghubungi orangtuanya. Gadis itu bermaksud mengikis jarak yang pernah tercipta di antara mereka.

Lura juga merasa cukup tenang, saat melihat respon orangtua Dhea terhadap dirinya. Dan pada akhirnya, Lura mengetahui sikap manja Dhea, sangat berbeda dengan Dhea yang dia kenal di kampus.
Beberapa kali Zein datang ke kampus mencari Lura, tapi Dhea dengan sigap membantu Lura bersembunyi. Entah sampai kapan Lura akan melakukan hal itu, tapi untuk saat ini Dia belum bisa. Ditambah sikap Zein yang tidak segan melakukan kekerasan membuat Lura jadi takut.

Dalam satu minggu ini, Lura menghabiskan waktunya dengan membantu ayahnya Dhea menyelesaikan desain hotel. Menurut penuturan Ayah Dhea, ada beberapa perusahaan yang berusaha mendapatkan tender ini dan bekerja sama dengan salah satu perusahaan besar yang cukup berpengaruh di Indonesia.

Manfaat dari memenangkan tender ini selain mendapat keuntungan yang sangat besar, juga mendapatkan tempat di hati para pemilik perusahaan besar lainnya, hingga perusaan Ayah Dhea yang masih tergolong kecil bisa berkembang pesat.

“Ra, kata Ayah, kamu ikut rapat untuk mempresentasikan desain hotel yang kalian buat. Kamu hebat banget, sih, Ra. Jadi iri aku, tuh,” ujar Dhea dengan bibir manyun yang cukup lucu menurut Lura.

Lura yang tadi sibuk dengan laptopnya, mengalihkan fokus pada Dhea yang rebahan di sampingnya. Mencubit pipi gadis itu pelan sambil tertawa kecil.

“Kalo kita menang, aku traktir kamu sepuasnya,” sahut Lura, gadis itu mematikan laptopnya dan ikut rebahan di samping Dhea.

“Ra, aku pinjam otak kamu satu hari, dong.”

“Nah, ambil, nah.” Lura menyodorkan kepalanya ke depan Dhea. Dhea bergerak menarik rambut Lura pelan.
Rina yang menyaksikan putrinya begitu bahagia bersama Lura merasa senang. Bukan pilihan yang salah mengizinkan Dhea kuliah di kampus itu, sebelumnya Dhea memang belajar di rumah atau home schooling, bukan tanpa alasan mereka melakukan itu, Dhea punya penyakit yang membuat tubuhnya lemah.

***

Lura, ayahnya Dhea dan seorang laki-laki yang mengaku sebagai sekretaris ayahnya Dhea memasuki perusahaan besar tempat mereka akan mengikuti rapat. Sudah banyak orang di dalam ruangan itu, mereka duduk ditempat yang telah disediakan. Lura meremas tangannya kuat, gugup melihat wajah-wajah baru di tempat ini.

Semua orang yang ada di dalam ruangan ini sedang menunggu pemilik perusahaan besar pemilik tender itu. Lura merasa beruntung ada diantara banyak orang berpendidikan seperti di ruangan ini, walaupun mustahil rasanya untuk menang.

Lamunan Lura terhenti ketika ruangan tiba-tiba hening, sontak Lura menatap ke arah pintu. Lura terkejut, di sana ada Zein dengan ayahnya, Teo. Lura tidak tahu harus bersikap seperti apa, rasanya dia ingin hilang saat ini juga.

Lura kembali menatap wajah Zein dan sungguh tidak disangka, ternyata Zein juga menatapnya. Lura segera mengalihkan tatapannya. Rapat berlangsung dengan baik, hingga tibalah giliran Lura untuk mempresentasikan desain hotel dari perusahaan ayahnya Dhea.

Lura menjelaskan bentuk desain yang mereka gambar, dan alasan mengapa mereka memilih desain seperti itu. Selain desain, Lura juga memperlihatkan sebuah model bangunan mini agar memperjelas bentuk desain mereka.

“Di samping desain yang kami buat ini, juga harus disesuaikan dengan kontur atau bentuk permukaan tanah. Alasannya karena kontur berpengaruh terhadap bentuk bangunan, cara pembuatan fondasi dan yang lainnya. Selain itu juga harus disesuaikan dengan lingkungan sekitar, karena percuma desain ini bagus tapi tidak sesuai dengan lahan, terima kasih,” ucap Lura mengakhiri persentasinya.

Semua perusahaan sudah mempresentasikan desain yang mereka buat, sekarang giliran Tarata Group yang akan menentukan dengan siapa mereka akan bekerja sama.

“Semua desain yang kalian presentasikan sangat bagus, tapi ada beberapa hal unik dan sebenarnya hal itu kecil tapi jadi alasan yang kuat untuk saya memilih perusahaan mereka. Setelah melihat dan mendengar presentasi kalian, Tarata Group memilih bekerja sama dengan Hilda Corp.”

Lura membelalakkan retinanya, tidak percaya pada apa yang dia dengar. Ayahnya Dhea tersenyum dan menepuk puncak kepala Lura dengan penuh kasih sayang. Rapat telah selesai, semua orang sudah meninggalkan ruang rapat kecuali perwakilan Tarata Group dan Hilda Corp.

Lura hanya diam mendengar percakapan ringan antara pemilik dua perusahaan yang akan bekerja sama itu. Lura menunduk, tidak berani menegakkan wajahnya karena Zein yang menatapnya dengan intens sejak tadi.

“Ohh, iyah, pak Deni, sejak kapan Lura bergabung dengan perusahaan kalian?” Tanya Pak Teo.

“Kurang dari dua bulan, Pak. Kebetulan Lura dan anak saya satu jurusan dan mereka cukup dekat,” jawab ayahnya Dhea dengan tersenyum kecil.

“Mmm, sebenarnya Lura itu menentu saya, istrinya Zein,” sahut pak Teo dengan tertawa kecil dan menunjuk Zein. “Mungkin mereka lagi punya masalah, Pak. Lura tinggal di rumah Pak Deni, kan?” lanjut pak Teo.

Pak Deni mengangguk, sambil menata Lura yang semakin gugup. Ada rasa senang ketika Lura mendengar mertuanya mengakui Lura menantunya. Lura hanya diam tidak memberikan komentar apa pun, hingga perbincangan itu selesai dan mereka bersiap untuk pergi.

“Kerja bagus, Ra. Papah tidak tahu kamu sepintar ini,” kata Pak Teo sambil mengusap puncak rambut Lura dengan lembut.

THE CHOICE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang