21

10 1 0
                                    

Sejak saat Daniel mengetahui kebenaran tentang siapa dirinya dan ibu kandungnya yang meninggal ketika melahirkan dirinya, Daniel tidak pernah lelah mengutuk hidupnya. Untuk itu, Daniel memilih kuliah di tempat yang lumayan jauh dan hanya pulang setaip hari Sabtu. Tidak ada alasan dia bertahan di dunia, tetapi setelah bertemu gadis ambisius yang cantik yaitu Lura, Daniel menjadikan gadis itu rumah sekaligus alasan mengapa dia berjuang di dunia ini.

Mungkin ini balasan untuk apa yang Teo dan Lilis lakukan di masa lalu, dua orang itu merebut surga seorang bocah kecil yang tidak tahu apa-apa, hanya untuk keegoisan dan nafsu. Sekarang giliran bocah kecil yang telah tumbuh dewasa itu, mendatangkan karma ke dalam hidup Daniel, dia harus kehilangan rumahnya.

Daniel tersenyum miris mengingat hidupnya yang kehilangan tujuannya lagi.

Daniel melepaskan pelukannya, menghapus air mata di pipi Lura dengan sangat lembut. Air mata juga jatuh dari manik legam milik laki-laki itu, Lura memejamkan matanya. Gadis itu semakin merasa bersalah melihat air mata yang jatuh dari pelupuk retina Daniel.

Daniel mengecup retina Lura yang masih setia terpejam, kedua tangan laki-laki itu juga masih membingkai wajah kecil Lura.  Setelah mengecup retina Lura, Daniel mengecup pipi Lura bergantian, kemudian hidung mancung gadis itu. Dan yang terakhir, Daniel mencium kening Lura lama.
Lura hanya diam, mencoba mencari debar yang dulu selalu hadir ketika dirinya ada di dekat Daniel, tapi debar itu tidak ada lagi.

Daniel menjauhkan tubuhnya dari tubuh gadis yang sangat dia cintai itu, perlahan dia tersenyum, “kakak ipar!” Daniel mengulurkan tangan kanannya, masih dengan senyum dusta itu.

Lura terkekeh, air mata masih mengalir dari retinanya, “adek ipar!” sahut gadis itu dan menjabat telapak tangan Daniel.

Keduanya terdiam sebentar dengan senyum yang melekat di bibir masing-masing.

“Jangan menangis lagi, sekarang kita harus menyelesaikan permasalahan dengan wanita gila itu,” ujar Daniel lembut.

Lura mengangguk dan membersihkan sisa air mata di pipinya. Setelah merapikan wajah dan pakaiannya yang sedikit kusut, Lura dan Daniel keluar dari dalam mobil. Tidak terasa mereka sudah menghabiskan tiga puluh menit, mungkin inilah yang dinamakan berdamai dengan keadaan.

Saat mereka masuk ke dalam rumah Dhea, polisi sudah lebih dulu pergi dan meminta Daniel dan Lura menyusul setelah menyelesaikan urusan mereka. Ahh, polisi yang baik.

“Boleh aku ikut?” Tanya Dhea ketika Lura dan Daniel hendak pergi.

“Secarakan orang yang ada di dalam mobil itu bukan hanya Lura, tetapi ada aku juga. Mungkin aku bisa memberikan pernyataan,” lanjut Dhea.

Lura dan Daniel mengangguk, merka berdua setuju pada ucapan Dhea.

***

Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa semua sidang untuk menetukan pidana kepada Sabira sudah selesai. Wanita itu divonis hukuman dua puluh tahun penjara, mengingat semua bukti yang Daniel berikan sangat akurat. Ditambah bukti yang tiba-tiba datang di sidang terakhir, entah siapa pengirimnya, tetapi Lura sangat berterima kasih pada orang itu.

Namun yang namanya orang kaya, pasti tidak akan tenang jika belum menunjukkan kemampuan uangnya. Setalah siding selesai, orangtua Sabira segera mengajukan banding. Lura tidak terlalu mempermasalahkannya, yang penting Sabira mendapat ganjaran akan perlakuan bodohnya. Sabira dihukum tujuh tahun penjara, itu sudah lebih dari cukup untuk Sabira merenungi perbuatannya.
Dan selama satu bulan terakhir, Zein sama sekali tidak menemuinya. Hal itu jelas membuat Lura kalang kabut. Ingin rasanya Lura menemui Zein dan kembali ke rumah, tetapi saat Lura kembali ke istana milik keluarga Tarata, rumah besar itu sudah kosong.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE CHOICE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang