DIA PEMENANGNYA

5 0 0
                                    

Dia Allen. Seorang mualaf, sepupu Nesvia atau dengan kata lain adalah anak dari kakak sepupu Ummi Marfu'ah, ibu sambung Nesvia. Setelah sekian bulan mengenal Nesvia lewat pernikahan Pak Pras dan Ummi Marfu'ah, Allen telah mengamati sosok Nesvia yang lugu, santun, baik hati serta sangat menjaga adab dengan orang lain.

Allen berusia 7 tahun lebih tua dari Nesvia. Ia kuliah di universitas ternama di Jerman. Ia terus menuntut ilmu sampai S3, dan tak pernah memikirkan bab penikahan. Sampai akhirnya ia bertemu oleh Nesvia, sosok yang menurutnya sangat langka di dunia ini. Ia harus mendapatkannya, dengan cara yang baik dan benar.

Allen menghubungi Ummi Marfu'ah kala itu, menanyakan tentang bagaimana rasanya tinggal di Magelang, sampai tiba pada sebuah pembicaraan dengan topik pernikahan. Allen memberanikan diri bertanya pada Ummi Marfu'ah yang ia panggil Tante.

"Tan, emang anak tante sekarang di situ cuma satu?," tanya Allen.

"Iya Len, disini cuma ada Nesvia sama Tante, paling cantik kita disini hehehe, kamu kapan main ke Magelang? Betah banget sih di Jerman..."

"InsyaaAllah Allen pulang minggu depan Tante, nanti Allen usahakan mampir kerumah Tante dan Om Pras..."

"Oiya, kamu harus kenalan sama Nesvia. Kalian kan cuma ketemu waktu akad nikah Tante..."

Allen terpaku. Ia ingin menanyakan lebih lanjut, namun menurutnya masih kurang sopan jika menanyakan hal yang lebih mendalam. Mungkin alangkah baiknya, Allen menjalin hubungan lebih erat dan hangat terlebih dahulu dengan Tante dan Omnya.

"Ya sudah kalau begitu Tan, Allen pamit mau istirahat."

***

Sepekan berlalu...

Siang itu Nesvia sedang mengisi sebuah seminar offline di kampusnya dulu, mengingat Nesvia adalah murid yang sangat cekatan. Berbeda dengan Acha, Acha adalah pribadi yang 'pecicilan'. Duo sahabat ini memang saling melengkapi satu sama lain. Mereka bisa dibilang anak kembar yang memiliki kepribadian yang kompleks.

Nesvia sudah selesai perihal acara seminarnya. Ia bangkit dan turun dari panggung, lalu menuju ke arah backstage. Ia duduk begitu saja di sebuah kursi yang disiapkan panitia untuk pembicara tanpa memperhatikan sekitarnya. Tangannya meraih air mineral botol yang tersedia di atas meja. Matanya terpejam karena ia merasa pusing sejak 15 menit yang lalu. Ketika ia membuka matanya, Nesvia tersedak air karena kaget ada seorang laki-laki duduk di seberang dirinya. Nesvia tersedak sampai sesak nafas dan membuat seluruh backstage panik.

"Nes nes... Nafas mbak, atur nafas mbak," ujar beberapa panitia yan menenangkan Nesiva.

Sekitar 5 menit Nesvia berusaha mengatur nafasnya sambil matanya terus melihat laki-laki yang kini telah bangkit dan berusaha menenangkannya juga.

"Udah kok udah... Huh, maaf ya, aku keselek soalnya kaget," ucap Nesvia melotot ke arah laki-laki itu.

"Udah beneran mbak? Nggak papa ya kami tinggal?," kata salah seorang panitia.

"Udah aman, nggak papa kok. Makasih ya..."

Tatkala para panitia itu pergi dari Nesvia, Nesvia berdiri dan menatap tajam lelaki tersebut, tangannya mengepal dan ia memelototi lelaki yang entah siapa. Nesvia tidak peduli sepenting apa keperluan lelaki itu di kampusnya, namun Nesvia hanya mau menagih adab dan sopan santun seorang ikhwan yang datang 'nyelonong' masuk dan duduk di depan dirinya seperti telah mengenalnya.

Ketika mata Nesvia belum beralih dari mata pria tersebut, Nesvia merasa telah mengenal pria ini. Sorot matanya berubah, kini Nesvia seakan sedang menatap orang yang pernah ia temui. Ingatannya berlalu, memutar balik memori yang telah terkubur dalam-dalam. Otaknya bekerja menggali kembali semua ingatan itu. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senja Yang SunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang