4 Bulan kemudian, Acha sudah bisa berjalan seperti biasa. Walau terkadang lututnya masih sering merasakan sakit ketika membawa beban tubuhnya. Acha masih tinggal dengan kakaknya, tapi kini ia tidur di kamar lantai bawah, tepatnya di kamar tamu, menemani sang kakak yang posisi kamarnya tepat disebelah kamar tamu.
Karen dan Acha semakin sering bersama. Tapi tidak dengan Nesvia. 2 minggu Nesvia menginap dirumah Acha, ia sudah harus kembali ke Magelang. Karena memang Papanya yang tidak mungkin ia tinggalkan sendiri.
Nesvia tetap kekeuh untuk menemani Papanya di usia senja. Walaupun Papanya ingin sendiri dan menjalani hidup seperti biasanya, Nesvia tidak akan pernah meninggalkan Papanya.
"Nes, Papa bisa semuanya sendiri."
"Nggak, Pa. Aku harus menggantikan Mama, karena papa itu pasti butuh..."
"Papa mau menikah lagi. Jadi kamu urus saja masa depanmu, Nes."
Nesvia tercengang, ingin marah, bahagia, atau sedih.
"Menikah lagi? Ini baru 1 tahunnya Mama lho Pa.. Siapa calonnya? Kenapa Nesvia nggak dikenalkan?," wajahnya berpura-pura tersenyum demi kebahagiaan sang Papa,
"Iya, siang ini dia mau ke sini. Papa sudah lamar dia waktu Nesvia masih dirumah Cha."
Nesvia menahan nafas agak lama, ia berusaha menahan air matanya. "Oh yasudah kalau begitu. Nesvia siapkan makanan untuk nanti siang ya? Kan biar kelihatan gitu lho kalo Nesvia rajin.. Hehehe..."
Tawanya sedikit masam, tapi Papanya percaya akan senyumnya. Setiap Pak Pras melihat Nesvia, ia seperti melihat mendiang istrinya yang sudah lebih dulu pergi meninggalkannya.
Siang itu, menjadi siang yang menegangkan bagi Nesvia. Ia harus mudah berbaur dengan calon Ibu barunya nanti. Sungguh, Nesvia tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana ia akan berekspresi. Tapi, jika dipikir-pikir, Papanya membutuhkan peran seorang wanita di kehidupannya. Nesvia tidak akan bisa selamanya mendampingi Pak Pras untuk terus hidup seperti halnya sama seperti saat Mamanya masih hidup. Nesvia berusaha pasrah dan ikhlas, menyerahkan kepada Allah sepenuhnya.
"Assalaamu'alaikum..." ucap seorang wanita dari balik pintu.
"Wa'alaikumussalam..." Nesvia dan Papanya bergegas menuju pintu dan membukakannya.
Tampak seorang wanita bercadar di sana datang bersama kedua orang tuanya. Sepuh sudah, tapi masih sehat wal 'afiat. Mereka diperkenankan masuk. Nesvia tercengang melihat perawakan calon ibunya. Syar'i, cantik, mempesona, insya Allah juga ta'at.
"Silahkan duduk, Bu, Pak..." sapa Nesvia ramah.
"Ini... Nesvia?," tanya wanita itu dengan lembut.
"Iya, saya Nesvia. Nesvia Nandari Prasetya," jawab Nesvia sambil mengulurkan tangannya dan mencium tangan calon ibunda.
"Maasyaa Allah, nak. Nesvia cantik sekali... Perkenalkan, saya Marfu'ah binti Azzam. Ini ayah saya, Pak Azzam, dan ini Ibu saya, Bu Maryam. Saya anak tunggal, dan qodarullah belum menikah. Usia saya sekarang 32 tahun. Insya Allah, jika memang Nesvia setuju, saya akan melanjutkan proses nikah minggu depan dengan Pak Pras."
Nesvia terperangah mendengar wanita itu berbicara. Sungguh lembut sekali suaranya. Nesvia serasa ingin mengajaknya untuk membuka cadarnya.
"Ummi Marfu'ah, bersediakah ikut saya ke kamar untuk mendiskusikan ini? Saya ingin melihat wajah ummi."
"Oke, boleh nak..."
Nesvia menggandeng tangan wanita 32 tahun itu. Pertama menyentuhnya, sungguh hangat rasanya. Nesvia merasakan naluri keibuan Ummi Marfu'ah. Dan ketika mereka tiba di kamar, Ummi Marfu'a langsung membuka cadarnya tanpa diminta. Matanya yang mempesona, asli tanpa poles. Hidungnya mungil tapi mancung dan imut dipandang. Senyumnya manis dengan lesung pipi yang dalam, membuat semakin indah wajahnya. Kulitnya kekuningan.
"Ummi... Ummi cantik..." Nesvia tak berkedip memandangnya.
"Hush! Kamu nih, udah dong liatnya... Gimana, kamu mau bilang apa sama Ummi?"
"E... Anu..."
"Anu?"
"Gini, mi. Nes punya satu permintaan kepada Ummi sebelum menikah dengan Papa. Nes minta, jangan hilangkan Mama dari kehidupan Papa. Jangan buat papa melupakan Mama ya..."
Ummi Marfu'ah menyentuh halus pipi Nesvia, "Nak, Ummi ini hanya titipan Allah untuk Pak Pras. Bukan yang akan selamanya mendampingi. Suatu saat pun kematian akan mendatangi kami, sayang. Entah ummi atau Pak Pras yang nanti akan lebih dulu dipinang kematian. Pak Pras menikahi Ummi karena ingin mengangkat derajat Ummi, dan ingin menyempurnakan lagi agama kami. Ummi tidak pernah minta apa-apa kepada Papamu. Ummi hanya minta satu, agar membimbing Ummi dan menjaga Ummi. Itu saja."
Nesvia tersenyum manis. Kali ini, senyumnya lebih tulus dibanding sebelumnya. Nesvia memeluk Ummi Marfu'ah dan kini ia sudah ikhlas jika memang sudah taqdir Papanya menikah dengan Ummi Marfu'ah. Ia akan sangat bahagia menerima Ummi Marfu'ah sebagai Ibunya. Ibu, bukan ibu tiri.
"Mi, ummi bukan ibu tirinya Nesvia. Ummi adalah Ibunya Nesvia. Nes nggak akan pernah bilang ke orang-orang kalo Ummi itu ibu tiri..."
Ummi Marfu'ah meneteskan air mata di kerudung Nesvia. "Makasih ya, sayang..."
***
"Saya terima nikahnya Siti Marfu'ah binti Azzam Bakri dengan maskawin seperangkat alat sholat dan sebuah cincin emas 0,72 gram tunai."
"Saaaaah!!!"
"Alhamdulillah," Nesvia memeluk Acha yang duduk disebelahnya. "Aku punya Ummi, Cha. Aku punya Ummi sekarang..."
Maskawin yang amat sederhana. Cincin yang di berikanpun adalah cincin kawin yang dulu digunakan Mama Nesvia. Nesvia yang memberikannya sebagai Maskawin tambahan.
"Nesvia,," panggil Pak Pras di pelaminan. "Kamu yang pasang cincinnya."
"Aku?"
"Iya..."
Perlahan tapi pasti, ditengah jepretan kamera yang mengabadikan moment berharga itu, Nesvia memasukkan cincin ke jari manis Umminya.
"Nesvia sayang Ummi..."
"Ummi sayang Nesvia..."
Kini Nesvia bisa kembali berbisnis online dengan Acha di Solo. Nesvia tinggal dengan Acha dan Karen di rumah antic milik keluarga Acha di Solo. Mengenal lokasi yang baru, keluarga dan tempat tinggal yang baru, Nesvia lebih mudah berbaur disini. Hampir setiap malam Papa dan Umminya menelfon. Dan kabar baiknya, 2 minggu setelah pernikahan mereka, Ummi Marfu'ah mengabarkan bahwa dirinya tengah hamil muda. Nesvia amat bahagia akan memiliki adik.
"Nes, terus kapan kamu nikah?," tanya Ummi Marfu'ah dari balik telfon.
"Umm, Nes mau susun pesenan dulu ya sama Cha. Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumussalam..."
Lagi-lagi-lagi. Nesvia ditanya kapan nikah? Sedangkan, Acha sudah menerima kunjungan Adam ke Solo. Nesvia merasa, sepertinya sahabatnya ini akan menikah lebih dulu. Jika memang begitu, ia akan semakin sulit menghubungi sahabatnya. Atau bahkan semakin sulit bermain sambil berbisnis dengan Acha seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Sunyi
Historia CortaSenja memang selalu indah. Mataharinya, anginnya, suasananya, serta ceritanya. Terutama, cerita yang dilengkapi aku dan kamu. Yang berawal dari sebuah dongeng, mimpi, dan harapan. Hingga akhirnya, semua menjadi nyata, atas hasil do'a yang tak bersua...