Fajar kali ini berbeda dengan fajar biasanya. Acha begitu semangat menyambut pagi hari ini. Sebentar lagi, setelah sekian tahun ia menunggu moment ini, akhirnya ia dapat bertemu dengan sahabatnya, Nesvia. Secara tiba-tiba Allah beri kejutan seperti ini. Sungguh kejutan yang indah.
Acha dan keluarga sudah memasuki wilayah Jogja pagi itu. Suami menurunkan Acha di pertengahan, lalu Acha melanjutkannya dengan Taxi Online bersama Syameel. Acha semangat. Telah sekian lama ia tak menginjakkan kaki di Jogja. Kini perasaannya amat sangat berbunga.
Tangannya menggenggam alamat yang diberikan Ummi Marfu'ah. Semakin dekat taxinya pada tujuan. Semakin berdebar pula hati Acha.
Ia terlihat cantik dengan balutan gamis biru muda berbahan baloteli, digabungkan dengan jilbab biru dongker dan cadar yaman biru dongker berrenda. Cantik dan sejuk, serta ceria mewakili perasaan Acha pagi itu.
"Disini, betul mbak? Apa mau saya tanyakan dulu ke warung didepan sana?," tanya Pak Komo, supir taxi online yang mengantarkan Acha.
"Boleh deh pak. Minta tolong ya pak..."
Pak Komo turun dari mobilnya. Terlihat dari dalam mobil, Pak Komo manggut-manggut sambil memperhatikan jari telunjuk pemilik warung.
"Sebelah Utara mbak, katanya rumahnya Pak Pras warna hijau... Cuma itu rumah yang warna hijau..."
"Baik, pak. Kita jalan sekarang ya..."
Dag Dig Dug... Dag Dig Dug...
"Totalnya 112rb mbak..."
"Ini pak, ambil aja kembalinya. Saya buru-buru..."
"Wah, matur nuwun nggih mbak... Alhamdulillah..."
Acha segera menggandeng Syameel keluar mobil. Matanya menatap rumah berwarna hijau yang masih sepi itu. Kursi-kursi sudah dipasang, namun suasana belum mencerminkan keramaian.
"Assalaamu'alaikum..."
"Wa'alaikumussalam..."
Suara Ummi Marfu'ah dari dalam terdengar menyambut Acha.
"Ayo, masuk... Nes ada di dalam..."
"Makasih, Mi..."
Langkah Acha gemetaran. Pelan, namun pasti. Telah lama ia tak merasakan detik-detik menegangkan seperti ini.
Acha dan Ummi Marfu'ah berhenti diidepan sebuah ruangan, yang sepertinya adalahkamar Nesvia, pintu nya tertutup. Ada tirai kerang melapisi depan pintu kamar Nesvia.
"Nes... Ada yang mau ketemu Nes, nih..."
"Iyaa, Mi. Masuk aja..."
Acha mengenal suara itu. Ia mempersiapkan hati dan fisiknya untuk menyapa kembali sang sahabat.
Ckrek!
"Nes... Ini... Acha..." suara Ummi Marfu'ahmemecah keheningan.Nesvia menatap cermin yang memantulkan bayang dibelakangnya. Acha berdiri disana dengan Syameel. Mata Nesvia berkaca-kaca. Tubuh Acha gemetaran. Akhirnya Acha berlari ke pelukan sahabatnya setelah sekian lama tak bersua. Air mata tak dapat dibendung. Nesvia tak berkata,hanya sesenggukan di tempat duduknya. Acha pun sama.
Tapi disana, Acha disuguhkan dengan sebuah kenyataan pahit. Ada yang kurang dari sahabatnya. Nesvia kini sudah tak memiliki kaki kiri. Kakinya tinggal sebelah. Acha juga baru menyadari, bahwa kursi tempat Nesvia duduk adalah kursi roda.
Pagi itu sungguh haru. Namun, hari bahagia Nesvia mengalahkan segala pertanyaan dan kesedihan yang hadir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Sunyi
Historia CortaSenja memang selalu indah. Mataharinya, anginnya, suasananya, serta ceritanya. Terutama, cerita yang dilengkapi aku dan kamu. Yang berawal dari sebuah dongeng, mimpi, dan harapan. Hingga akhirnya, semua menjadi nyata, atas hasil do'a yang tak bersua...