Chapter 12

149 22 0
                                    

Note : kata yang bercetak miring, itu artinya flashback ya.

Happy Reading!

••••

“Lo aneh.”

“Aneh kenapa?” tanya Haikal seraya mengernyitkan keningnya tanda bingung dengan pernyataan sang abang.

Julian mengedikkan bahunya seraya menjawab, “Ya aneh aja, disaat Anin udah ada sama lo, lo malah mikirin yang aneh-aneh perihal perilaku Anin. Bukannya harusnya lo bahagia ya? Karena si Anin udah balik ke Indonesia?”

“Kalau soal itu sih iya, gue bahagia. Tapi, tetep aja gue ngerasa ada yang beda dan aneh sama Anin yang sekarang.”

“Udah, gak usah terlalu lo pikirin! Mending sekarang lo fokus aja dengan kebahagiaan lo itu, takutnya kedepannya lo gak bakalan bisa lagi sama si Anin.”

Haikal menggeplak bahu Julian. “Lo kok ngomongnya gitu sih Bang, seakan-akan hubungan gue sama Anin gak akan bertahan lama.”

“Gue cuma ngingetin aja sih, kita kan gak ada yang tahu kedepannya bakalan kayak gimana,” balas Julian acuh tak acuh.

“Sayang!”

Lamunan Haikal langsung buyar, saat suara Anin terdengar dibelakangnya. Ia menoleh. “Lho sayang, kamu kesini sama siapa?” tanyanya.

“Aku naik ojek online,” jawab Anin mulai menduduki kursi kosong di sebelah Haikal.

“Kenapa gak chat aku aja? Biar aku jemput?”

“Gak papa, aku takut ngerepotin kamu,” jawab Anin.

Haikal menggeleng dengan heboh. “Nggak ngerepotin atuh, kamu kan pacar aku,” balasnya.

Anin yang melihat balasan Haikal lantas terkekeh. “Iya, iya. Lain kali, aku bakalan chat kamu.”

“Kita jadikan ke kafe tempat kamu manggung hari ini?” tanya Anin.

“Jadi, nanti ya beres matkul aku, kita langsung berangkat. Kamu, ada kelas kan?”

“Ada, hari ini cuma satu matkul.”

Haikal mengangguk. “Kalau gitu aku masuk kelasku ya, kata Rezvan dosennya udah dateng,”

“Iya.”

Sebelum pergi, Haikal sempatkan untuk mengelus rambut halus Anin beberapa kali, membuat Anin hanya bisa tersenyum kecil

Selepas kepergian Haikal, Anin menoleh ke sekitar. Saat melihat sesuatu yang dicarinya, ia langsung tersenyum. Sebuah senyuman yang sulit diartikan.

•••

“Darimana dulu lo? Kok baru dateng?” tanya Rezvan saat Haikal sudah tiba di kelas.

“Taman belakang kampus,” jawab Haikal mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.

“Habis ngapain?” tanya Rezvan seraya menatap sang sahabat dengan penasaran.

“Ketemu Anin dulu,” jawab Haikal tak menyadari tatapan Rezvan yang berubah seperkian detik setelahnya.

Rezvan seperti ingin mengutarakan sesuatu, namun seperti tertahan. Antara memberi tahu atau tidak tentang apa yang dirinya ketahui.

Ah, udahlah nanti aja, batinnya.

•••

“Kita jadi manggung kan hari ini?” tanya Caka pada semua yang disana.

Saat ini, Haikal, Julian, Rezvan, Naren, Juna dan Caka sedang berada di area koridor fakultas musik.

“Jadi, kalian duluan aja ke tempatnya! Gue mau nunggu Anin selesai kelas dulu,” jelas Haikal yang diberi anggukan oleh yang lainnya.

“Lo, belum kasih tahu dia yang sebenarnya ya Bang?” tanya Juna selepas kepergian Haikal.

Julian menggelengkan kepalanya. “Belum, gue masih ragu,” jawabnya.

“Ragu?” tanya Naren seraya mengangkat sebelah alisnya. “Apa hal yang harus diragukan? Sedangkan yang mau lo kasih tahu itu berupa kebenaran.”

Julian menghela napas kasar. “Gue sebagai saudara sekaligus Abangnya belum siap sama reaksinya, begitupun sama Bang Mahes. Jadi, kita sepakat buat diemin aja dulu. Kalau udah merambat kemana-mana baru kita kasih tahu.”

“Bener sih apa yang dibilang sama Julian, kalaupun gue ada di posisi dia, gue pasti bakalan ragu buat kasih tahu,” sahut Rezvan menciptakan keheningan disana.

•••

Kini, setelah Anin selesai dengan kelasnya. Haikal dan Anin langsung pergi ke sebuah kafe yang akan menjadi tempat Haikal beserta para sahabat dan abangnya manggung.

Kali ini, CandC band mendapat sebuah tawaran untuk manggung disalah satu kafe yang letaknya tak jauh dari universitas tempat mereka menimba ilmu.

“Kamu duduk disini ya!” Haikal menarik satu kursi kosong, mempersilahkan sang pacar untuk duduk. “Aku mau ke Abang sama yang lainnya.”

“Oke, kamu semangat ya manggungnya.” Anin memberikan gesture semangat pada Haikal, membuat Haikal terkekeh, sebab merasa gemas.

“Udah aman pacarnya?” tanya Juna dengan nada menggoda, membuat Haikal yang baru tiba dibelakang kafe hanya bisa menyengir seraya mengangguk.

Haikal tahu, bahwa semua sahabatnya mengetahui perihal dia yang bucin sekali dengan Anin. Maka tak ayal, ia sering mendapatkan godaan atau bahkan ledekan dari kawan-kawannya.

“Gue saranin, jangan terlalu bucin deh Bang sama pacarnya,” celetuk Caka.

“Lho, kenapa?” tanya Haikal heran.

“Takutnya nanti pas ditinggal, lo susah move on.”

“Kalau itu, lo tenang aja. Gue sama Anin gak mungkin putus, jadi gak kan ada kata susah move on dalam kamus kehidupan gue,” jelas Haikal seraya tersenyum lebar.

“Cih, sok iya banget kata-katanya. Kamus kehidupan ceunah?” cibir Julian.

“Diem Bang! Lo gak diajak,” sahut Haikal membuat Julian mendengus, sedangkan yang lainnya hanya tertawa pelan.

••••

TBC

[20/01/2024]

MONOLOG ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang