Chapter 14

140 17 1
                                    

Happy Reading!

••••

“Kamu, masih ada kelas nggak Yang?” tanya Haikal setelah tawa keduanya mereda.

Anin menggelengkan kepala. “Nggak ada, hari ini kelasku cuma satu.”

Mendengar hal tersebut sontak saja membuat Haikal langsung sumringah. “Wah, kebetulan banget kalau gitu. Berarti sekarang kamu bisa langsung pulang?”

“Iya, ini, aku udah bawa tas mau pulang.”

“Sebelum pulang, gimana kalau kita jalan-jalan dulu?” Haikal menatap Anin dengan pandangan berbinar.

“Jalan-jalan kemana?” tanya Anin seraya balas menatap Haikal.

“Ke alun-alun kota, terus nanti kita mampir ke cafetaria favorit aku. Gimana?”

Anin memasang pose berpikir, dengan jari telunjuk yang ia simpan di dagu. Membuat Haikal menjadi gemas sendiri, karena tak tahan, Haikal langsung mencubit pipi kanan dan kiri Anin gemas.

“Ya ampun, pacar siapa sih ini? Gemes banget.”

Anin yang mendengar hanya bisa terkekeh pelan, membiarkan sang kekasih mencubiti gemas pipinya.

“Jadi, gimana? Mau gak?”

“Ayo deh, aku juga bosen kalau langsung pulang,” jawab Anin membuat Haikal melebarkan senyumnya.

“Yaudah, yuk kita berangkat!” ajaknya diangguki Anin. Keduanya pun bangkit dari duduknya, dan berjalan meninggalkan unit kesehatan kampus.

•••

Di lain sisi, tepatnya di kantin kampus. Terdapat Julian, Naren, Rezvan dan Yoshua yang sedang bercengkrama sembari menunggu pesanan mereka diantarkan.

Dari arah pintu kantin, terdapat Caka dan Juna yang baru saja tiba dan mulai mendekati meja keempatnya.

“Haikal mana? Bukannya lo bilang di chat kalau dia ada sama kalian?” tanya Julian pada Caka saat tak melihat sang adik diantara keduanya.

“Gue nyerah Bang, Bang Haikal susah dibangunin,” jawab Caka.

“Jadi, dia sekarang masih tidur di unit kesehatan?” tanya Rezvan.

“Iya,” jawab Juna dan Caka serempak.

“Yaudahlah, biarin aja. Kayaknya dia masih ngantuk karena begadang semalem deh. Kalau lapar juga dia pasti langsung kesini.” Julian kembali bersuara bersamaan dengan pesanannya yang sudah datang.

“Lho, gue sama Caka gak dipesenin?”

“Nggak, kalian pesen sendiri aja,” jawab Naren membuat sang adik beserta adik sahabatnya mendengus. Keduanya pun beranjak.

“Kalian udah kasih tahu tentang apa yang sebenernya terjadi sama Haikal?” tanya Yoshua penasaran. “Terutama lo selaku Abang sekaligus kembarannya?” lanjutnya pada Julian.

Julian menggeleng, begitupula dengan Rezvan dan Naren. “Belum.”

“Kenapa belum?” Yoshua mengernyitkan dahinya.

“Sebenernya …”

•••

“Seneng gak, Yang? Aku ajak kesini?” tanya Haikal dipertengahan jalan keduanya mengitari alun-alun, sambil sesekali membeli beberapa jajanan yang sekiranya terlihat menggugah selera.

Anin yang sedang menikmati cimol mengangguk dengan semangat. “Seneng, seneng banget! Makasih ya udah ajak aku kesini.” Matanya menatap tepat pada mata lelaki disebelahnya.

Haikal terdiam, saat melihat tatapan Anin yang terlihat berbeda, seperti kosong dan sendu? Entahlah, Haikal rasa ada sesuatu yang ditutup-tutupi. Matanya tidak sinkron dengan ucapan yang dilontarkan.

“Kamu kenapa?” tanya Haikal membuat Anin mengerutkan keningnya, merasa tak mengerti dengan pertanyaan Haikal.

“Kenapa apanya? Aku gak papa.” Pada akhirnya, hanya itu jawaban Anin, membuat Haikal mengangguk.

“Wah, ada es kelapa. Kebetulan aku lagi haus. Aku kesana dulu ya Yang? Kamu mau gak?” tanya Anin.

“Boleh,” jawab Haikal membuat Anin langsung berjalan mendekati penjual tersebut. Tanpa menghiraukan Haikal yang saat ini sedang menatapnya dengan lamat, seolah sedang meneliti.

Ada apa dengan Anin dan tatapannya tadi?

•••

“Gue pulang duluan ya Ju!” pamit Yoshua pada Julian setelah kelas terakhir keduanya usai.

“Iya, hati-hati!” balas Julian disertai anggukan.

“Yoi!”

Selepas kepergian Yoshua, Julian melangkahkan kakinya menuju unit kesehatan kampus. Saat akan berbelok ke kanan, ia berpapasan dengan Naren yang sepertinya kelasnya juga sudah usai.

“Kemana lo?” tanya Naren.

“Unit kesehatan.”

“Mau ngapain? Lo sakit?”

“Nggak, gue cuma mau mastiin, siapa tahu si Haikal masih di sana. Soalnya pesan gue juga gak ada yang dibaca sama dia. Kayaknya tidurnya nyenyak banget.”

“Kalau gitu, gue ikut deh. Sekalian nungguin si Juna selesai kelas.”

Julian mengangguk, keduanya kembali melangkahkan kaki, kali ini beriringan.

“Si Rezvan udah pulang kan ya?” tanya Julian.

“Udah, kelas dia kan cuma satu, setelah makan di kantin juga, dia langsung pulang. Sakit kepala katanya.”

Julian kembali mengangguk, setelahnya tak ada lagi pembicaraan yang terdengar.

“Lho, kok kosong,” ucap Naren saat keduanya sudah sampai dan masuk ke dalam ruangan yang identik dengan obat-obatan dan bangsal tersebut. “Berarti si Haikal udah pulang dong.”

“Tapi, dia belum ada ngabarin gue,” balas Julian. “Mana chat gue gak dibales lagi, padahal kan lo tahu sendiri, si Haikal tipe orang yang lengket banget sama hp.”

Naren mengangguk membenarkan. “Dia lagi jalan-jalan sama Anin kali,” ucapnya.

Julian terdiam, lalu menatap Naren. “Lo kan tahu sendiri Na,” balasnya ambigu.

“Lah iya juga.”

Keduanya saling berpandangan, sampai suara deringan di ponsel Julian mengalihkan pandangannya.

Saat mengecek, sang empunya ponsel dibuat mengernyit saat menemukan nomor tak dikenal menghubunginya.

“Siapa Ju? Haikal?” tanya Naren penasaran.

“Bukan, ini nomor gak dikenal.” Julian memperlihatkan log panggilan yang masih berdering.

“Angkat aja, siapa tahu penting,” usul Naren yang dilakukan Julian.

“Halo,” ucap Julian sesaat setelah menerima panggilan tersebut dan mendekatkan ponselnya ke telinga.

“….”

“Iya, benar, saya Julian. Ada apa ya mas?”

“….”

“Hah? Kok bisa?” Mata Julian membola.

“….”

“Oke, kalau begitu saya kesana sekarang.”

“….”

“Iya, terima kasih informasinya.”

Tut!

“Kenapa?” tanya Naren saat mendapat raut panik yang ditampilkan sahabatnya.

“Haikal masuk rumah sakit!”

••••

TBC

[29/01/2024]

MONOLOG ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang