Happy Reading!
•••
Sejak kedatangan Anin, keduanya hanya terdiam, memandangi orang-orang yang berlalu lalang, juga pedagang kaki lima yang mangkal disana. Sebenarnya baik Anin maupun Haikal, mereka sama-sama menunggu, menunggu salah satu diantaranya agar bersuara terlebih dahulu. Mungkin sekedar menanyakan kabar? Walaupun sebenarnya itu sudah dilakukan di chat semalam.
"Lo masih sama ya?" Pada akhirnya Haikal menyerah, dirinya tidak bisa terlalu lama dalam kecanggungan ini.
"Sama apanya?" tanya Anin menoleh pada Haikal yang ternyata sedang menatap kearahnya.
"Masih sama pendeknya." Haikal tertawa kencang setelah mengatakan itu.
Anin yang tak terima lantas tanpa segan meninju lengan atas Haikal. "Asu lo, gue sekarang gak sependek dulu ya," sangkal Anin tak terima.
"Iya, dulu kan pendek banget, sepaha gue kalau gak salah kan?" Haikal menaik turunkan kedua alisnya, dirinya semakin gencar menggoda Anin.
Mendengarnya Anin tanpa sadar langsung bersedekap dada, dengan wajah menampilkan raut yang cukup lucu di mata Haikal. Sebuah aksi yang sering Anin lakukan, jika merasa kesal saat mereka pacaran dulu.
Haikal mengusap wajah Anin pelan. "Jangan gitu, jelek lo!" Lain dihati lain dimulut, ya itulah Haikal.
"Bay the way, ada satu yang berubah dari lo," lanjut Haikal.
"Apa yang berubah dari gue?"
"Lo berubah jadi cantik, pakai banget." Haikal menatap Anin dengan pandangan berbinar disertai ketulusan dalam ucapannya.
Mendengar penuturan penuh ketulusan itu membuat kedua pipi Anin merona. Seakan tersadar sesuatu dirinya membuka suara. "Ah, jadi maksud lo dulu gue gak cantik gitu?" tanyanya sedikit ngegas.
Haikal buru-buru menggeleng. "Bukan gitu maksud gue. Dulu lo cantik, tapi sekarang makin cantik."
"Ah, bisa aja lo Haikaleng." Anin menunduk malu seraya tersenyum kecil.
Haikal yang melihat tingkah Anin terkekeh pelan. Dalam hati dirinya menghela napas lega, akhirnya kecanggungan tadi terpecahkan.
"Lo kenapa pulang ke Indonesia? Bukannya ini masih semester empat ya?"
"Papa dipindah tugaskan kembali kesini, tadinya gue gak mau ikut pulang. Tapi, Mama sama Papa khawatir kalau gue sendirian di Australia, makanya gue disuruh ikut pulang."
Australia, merupakan negara tempat Anin beserta keluarga tinggal. Sebenarnya kepergian Anin ke luar negeri dulu itu bukan semata kemauan kedua orang tuanya, tapi karena pekerjaan sang papa yang mengharuskan Anin beserta sang mama untuk ikut pindah.
"Alhamdulillah," gumam Haikal, ada kelegaan di gumaman itu yang masih bisa didengar Anin.
"Kenapa Alhamdulillah?" tanya Anin heran.
"Berarti kisah kita bisa di lanjutkan lagi kan?" tanya Haikal to the point.
Mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Haikal, Anin tidak bisa menampik, jika dirinya juga masih mengharapkan hubungannya dengan Haikal kembali terjalin. Karena jujur, masih ada rasa cinta yang melekat dihati Anin.
"Emang lo masih cinta sama gue?"
Haikal mengangguk dengan tergesa, dirinya tidak mau membohongi diri juga perempuan disebelahnya. Bahwa rasa itu masih ada, bahkan sekarang semakin bertambah.
"Gue juga."
Haikal menatap Anin dengan pandangan berbinar. "Berarti, yuk kita pacaran?" ajaknya lembut.
"Ayo." Saat mengatakan itu, Anin menundukkan kepala, mencoba menyembunyikan rona merah yang mulai kentara di kedua pipinya.
Haikal langsung membawa tubuh Anin kedalam pelukan, memeluknya erat seolah tidak akan ada hari esok yang akan datang.
"Terima kasih," ucapnya penuh ketulusan seraya mengusap surai hitam Anin penuh kelembutan.
Anin membalas pelukan erat Haikal, rasa pelukannya masih sama. Masih sama-sama hangat dan membuat nyaman.
•••
Setelah usai dengan urusan balikan, kini keduanya sedang berjalan-jalan di area taman. Dengan tangan saling bertautan. Ah, indahnya romansa cinta yang kembali terjalin ini.
"Kamu mau itu gak?" Jari telunjuk Haikal mengarah pada gerobak es krim yang akan mereka lewati.
"Boleh, aku mau satu. Seperti biasa, rasa stoberi."
Saat memutuskan untuk kembali berhubungan, Keduanya sepakat mengganti panggilan. Dari yang tadinya gue-lo, menjadi aku-kamu.
"Bener-bener gak berubah ya." Dengan jahilnya Haikal mengusak rambut Anin sedikit kencang, menyebabkan rambut yang sudah Anin tata sedemikian rupa menjadi berantakan.
"Anjing kamu!" umpat Anin kesal diberangi dengan suara tawa Haikal yang sudah berjalan ke arah gerobak pedagang.
Tidak perlu heran, itulah mereka. Baik Haikal maupun Anin, tanpa segan sering melontarkan umpatan.
Setelah mendapatkan es krim yang di inginkan, keduanya memutuskan untuk berhenti. Memilih duduk di atas rerumputan hijau yang membentang.
"Mama sama Papa kamu apa kabar?" tanya Haikal seraya menjilati es krim rasa vanilla yang dirinya pesan.
"Baik, sangat baik. Kalau kedua orang tua kamu? Sama Abang-abang kamu apa kabar?" tanya balik Anin setelah memberikan jawaban.
"Sama, mereka juga baik."
"Syukur kalau begitu."
Lima menit kemudian, es krim yang mereka beli sudah habis termakan. Haikal berdiri, tangan kanannya terjulur ke arah Anin. "Yuk, jalan-jalan lagi."
Anin menerima uluran tangan tersebut. Sekali lagi, jemari itu kembali bertautan. Mereka berjalan santai sembari mengobrol ringan.
Siang itu, keduanya habiskan untuk merayakan hari kembalinya mereka menjalin sebuah hubungan.
Haikal tersenyum, dulu dirinya pikir hari ini tidak akan pernah terjadi. Namun ternyata, semua ketakutan Haikal tidaklah menjadi sungguhan. Rasa pesimis yang dulu singgah kini habis sudah, tersisa rasa optimis yang membara, bahwa semuanya tidak akan pernah terjadi dan menjadi nyata kebenarannya.
Benarkah?
•••
TBC
[15/06/2023]
KAMU SEDANG MEMBACA
MONOLOG ✓
Fanfic[Short Story] - [END] Chandra Haikal Dirgantara, itu nama panjangnya. Pemuda yang saat ini menduduki bangku perkuliahan semester empat ini adalah salah satu orang yang tergabung dalam sebuah band musik 'CandC' dengan kakak, teman dan adik teman Haik...