Chapter 08

142 16 0
                                    

Happy Reading!

•••

"DOR!"

"EH AYAM-AYAM!"

Haikal yang menjadi pelaku dalam mengangetkan Anin langsung tertawa terbahak mendengar pekikan Anin.

"Lho, Haikal? Kamu ngapain disini?" tanya Anin bingung saat melihat pacarnya sudah berdiri di sebelahnya, bahkan kini sedang merangkul pundaknya.

"Ini kan kampus aku," jawab Haikal santai. "Harusnya aku yang nanya, kamu ngapain disini?" lanjutnya bertanya.

"Lho, kita satu universitas dong? mulai hari ini aku kuliah disini."

Mendengar itu raut wajah Haikal semakin berseri, akhirnya dirinya satu kampus dengan ayang, cie-cie Haikal seneng banget itu!

"Wih, kamu masuk fakultas apa?" tanya Haikal antusias plus kepo.

"Fakultas Hukum, kalau kamu?"

"Yah," desah Haikal lesu. "Kita gak satu fakultas dong, aku di fakultas Musik. Gak bakal sering ketemu kalau gitu."

Anin tersenyum, dirinya menepuk bahu sang kekasih dua kali. "Gak papa! Kita kan masih bisa ketemu pas jam istirahat atau pas pulang ngampus."

"Ah iya-iya. Yaudah yuk aku anterin ke gedung fakultas kamu!"

Anin menggelengkan kepalanya sedikit er panik? Maybe. "Gak usah, aku udah tahu kok dimana letak gedung fakultas Hukum. Jadi, gak usah ditemenin kesana. Kamu mending sana ke gedung fakultas kamu, takutnya telat kan."

Haikal melihat pada arlojinya, dirinya berdecak. "Sial, sepuluh menit lagi masuk kelas pertama. Maaf ya gak bisa nganterin kamu, aku takut telat," ucapnya seraya mengusak rambut Anin pelan.

"It's okey. Kan aku udah bilang gak usah di anterin." Anin membentuk huruf O dengan jarinya. "Udah sana! Kamu duluan aja, takutnya telat." Anin melepaskan rangkulan Haikal pada bahunya, lalu sedikit mendorong tubuh Haikal ke depan.

"Yaudah deh, sampai ketemu di jam istirahat pacar!" Haikal berlari ke gedung fakultasnya yang lumayan jauh dari area parkiran kampus, setelah sebelumnya melambaikan tangan satu kali.

"Iya," balas Anin seraya melambaikan tangannya, setelah Haikal tak terlihat dari pandangannya dirinya bernapas lega. "Huh, untung aja," gumamnya menurunkan lambaian tangannya.

Anin melanjutkan langkah kakinya berlawanan arah, karena jam masuk kelas pertama masih tiga puluh menit lagi. "Mendingan gue samperin dia aja," gumamnya disertai dengan senyuman kecil.

•••

"Habis darimana lo?" tanya Rezvan yang memang sudah duduk anteng di kursinya sedari tadi.

Haikal yang sedang mengatur napasnya yang ngos-ngosan karena berlari menjawab, "Ketemu Anin."

"Kok bisa?" tanya Rezvan bingung.

"Ya bisalah. Nih ya, asal lo tahu, ternyata mulai hari ini dia mulai kuliah di kampus kita. Dia ambil jurusan Hukum," jelas Haikal, ada nada senang dari ucapannya.

Rezvan mengangguk. "Jangan lupa janji lo."

"Janji apa?" Haikal mengernyitkan dahinya bingung.

"Kalau kata Juna PB alias pajak balikan."

Haikal menormalkan kembali raut wajahnya. "Kalau itu sih tenang, nanti istirahat pertama gue traktir lo sama yang lain. Oh iya, gue juga mau bawa Anin ah."

Suara pintu terbuka membuat suasana kelas yang tadinya ramai menjadi tenang. Disana, di ambang pintu, sudah ada dosen wanita berambut sebahu yang akan mengajar di kelas pertama hari ini.

"Selamat pagi semuanya!" sapa dosen tersebut ramah.

"Pagi Bu!"

"Oke, kita mulai materi hari ini ...."

Semuanya mulai fokus mendengarkan penjelasan dosen wanita tersebut dengan seksama, termasuk juga dengan Haikal. Tidak dengan Rezvan yang seperti tidak fokus, sesekali dirinya akan menengok pada Haikal, lalu beralih pada jendela yang langsung mengarah pada pandangan  langit biru yang terlihat begitu indah.

Entah apa maksud Rezvan bertingkah seperti itu, yang pasti dirinya sedang merasa tidak tenang dan sedikit khawatir (?)  saat ini.

Fiks! Ada yang gak beres ini.

"Rezvan! Saya ada di depan, bukan di jendela." Mendengar ucapan dosen wanita itu sontak membuat semua orang yang disana langsung memusatkan perhatian pada Rezvan yang terlihat sedang melamun, memandangi kusen jendela.

Tak ada sahutan, Rezvan masih asyik melamun.

"Rezvan!"

Lagi, Rezvan seolah tuli. Dirinya malah semakin asyik melamun. Haikal yang duduk disebelah Rezvan langsung saja menyikut perutnya, menghasilkan sebuah pekikan nyaring dari sang empunya perut.

"Anjing, perut gue!" pekik Rezvan kencang. "Lo kenapa sih Kal? Sakit nih perut gue."

"Rezvan!" panggilan dari depan itu membuat Rezvan mengalihkan pandangannya. "Kalau kamu ketahuan melamun atau mengumpat kembali, saya keluarkan kamu dari kelas saya."

"Mampus gue," gumam Rezvan sepelan mungkin. Rezvan menetralkan wajahnya menjadi santai disertai dengan senyuman sopan. "Hehe, maaf Bu. Gak akan saya ulangi kok."  Dua jarinya Rezvan angkat, seolah meyakinkan dosen wanita tersebut.

"Yasudah, sekarang dengarkan apa yang saya jelaskan? Bisa?"

Rezvan mengangguk. "Bisa Bu!"

Setelah dosen tersebut berbalik arah untuk mengambil spidol, Rezvan bernapas lega. Dirinya mengusap wajahnya beberapa kali. "Untung aja," gumamnya.

"Lo kenapa sih? Ngelamun terus perasaan. Lagi ngelamunin apa?" tanya Haikal berbisik seraya sedikit mencondongkan badannya ke arah Rezvan.

"Kepo lo," jawab Rezvan berbisik. "Udah ah, tuh si Ibu udah balik arah." Rezvan mendorong bahu Haikal agar kembali duduk dengan benar.

For your information, Haikal, Rezvan, Caka dan Juna berada di fakultas yang sama, fakultas Musik. Hanya saja Caka dan Juna satu tingkat di bawah Haikal dan Rezvan. Naren berada di fakultas Kedokteran, Julian dan Yoshua berada di fakultas Bisnis, sedangkan Selio dan Saveri fakultas Ekonomi.

•••

Haikal benar-benar menepati janjinya yang akan mentraktir sahabat-sahabatnya makan. Terbukti dengan banyaknya makanan yang sekarang sudah di meja kantin kampus.

Saat ini di meja kantin paling pojok sudah ada Rezvan, Julian, Juna, Caka, Naren, Yoshua, Anin dan dirinya.

"Ini beneran nanti lo yang bayar Bang?" tanya Juna memastikan. Takutnya saat makannya sudah habis, bukannya membayar, Haikal malah kabur, seperti kejadian tahun lalu.

"Beneran elah, udah makan aja. Semuanya gue yang bayar," jawab Haikal yang sedang menikmati bakso pesanannya. Disebelahnya ada Anin yang sedang menikmati nasi goreng pesanannya.

"Awas aja kalau bohong! Lo gue tendang sampai Alaska!" telunjuk Julian mengarah pada wajah Haikal.

"Iya elah, gue gak bakalan bohong kali ini." Haikal menggeser minuman pesanan Anin ke sebelah kanan. "Iya gak sayang?" lanjutnya meminta kebenaran pada Anin.

Anin mengangguk heboh, dirinya kalau sudah suka sama makanan pasti gak bakalan bersuara, hanya menyampaikan menggunakan gestur tubuh saja. Seperti saat ini contohnya.

Haikal terkekeh, dirinya yang gemas langsung mengusak rambut panjang Anin lembut, Aninnya masih sama seperti dulu, Masih Anin yang dirinya kenal.

•••

TBC

[30/06/2023]

MONOLOG ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang