Epilog

212 15 0
                                    

Happy Reading!

••••

Pagi hari, disebuah rumah yang sudah Haikal tak kunjungi selama beberapa bulan ini Haikal terdiam.

Kemarin, setelah pulang dari rumah sakit, kedua kakaknya memilih membawanya pulang ke rumah utama. Saat sampai di rumah, ketiganya disambut oleh sang papa yang memang sudah dihubungi oleh Mahesa sebelumnya perihal mereka akan menginap beberapa waktu, hingga kondisi Haikal membaik, atau bahkan hingga Haikal sehat, itupun jika bisa disembuhkan.

Sesampainya di rumah, tubuh Haikal langsung ditarik kedalam pelukan hangat seorang papa -Jatra. Papa ketiga pemuda tampan tersebut tahu sekali dengan kondisi Haikal, dan itu membuatnya khawatir saat mendengar Haikal kembali masuk rumah sakit.

"Dek, kamu sudah merasa lebih baik?" itu pertanyaan pertama yang dilontarkan Jatra untuk si bungsu.

"Udah, kok Pah," jawab Haikal membalas pelukan hangat yang melingkupinya.

Jatra yang mendengar langsung menghela napas lega, ia lepaskan pelukan tersebut, lalu beralih memeluk kedua putranya yang lain secara bergantian

.Jika ditanya, kemana mama Mahesa, Julian dan Haikal? Tidak ada, mama Haikal sudah pergi sejak Haikal masih duduk di bangku sekolah dasar.

Kita kembali sekarang.

Saat ini Haikal sedang berada di balkon kamarnya, sendirian. Kedua abangnya sudah berangkat kuliah dan bekerja, begitupula papanya yang bahkan sudah berangkat bekerja sejak subuh.

Dan ia dilarang papa beserta abangnya untuk berangkat ke kampus kali ini, dengan dalih takut Haikal kembali pingsan. Tadinya, Julian akan menemani, namun Haikal menolak, dengan alasan lebih baik Julian masuk, karena setahunya, fakultas bisnis sedang sibuk-sibuknya.

Dan hal tersebut membuat Julian mau tidak mau mengalah, ada benarnya apa yang dikatakan sang kembaran.

Hingga akhirnya, berakhirlah Haikal seorang diri, menikmati udara segar yang sesekali datang menghampiri. Pikirannya berkelana pada sebuah fakta yang kedua abang beserta sahabatnya ceritakan kemarin, juga tentang penyakit yang dideritanya dari Dirga.

Fakta bahwa apa yang terjadi pada Haikal selama sebulan belakangan ini merupakan suatu kejadian yang nyatanya hanya ada dalam imajinasi Haikal.

Setelah diberi tahu oleh Dirga, ternyata ia mengidap penyakit kejiwaan yang dimana penderitanya akan selalu berhalusinasi dengan ekstrem, membayangkan tentang sesuatu yang tidak berhubungan dengan kenyataan yang terjadi.

Flashback On

"Anin emang udah meninggal Dek, dan meninggalnya udah lima bulan yang lalu. Lo sendiri orang yang pertama tahu tentang meninggalnya Anin." Mahesa membuka suara setelah tangisan Haikal reda dan sudah mulai tenang.

"Dia meninggal di Australia karena kecelakaan."

"Terus, selama sebulan ini, orang yang sama gue bukan Anin?" tanya Haikal setelah mencerna penjelasan dari sang abang.

Mereka yang disana mengangguk.

"Lo inget saat lo nunjukin chat yang kata lo isinya dari Anin? Yang katanya dia udah pulang ke Indonesia?" Haikal mengangguk saat mendengar pertanyaan Julian

"Pas kita lihat, gak ada chat apapun disana, yang ada lo cuma lihatin wallpapers lo aja." Rezvan, Naren, Caka dan Juna mengangguk membenarkan ucapan Julian.

"Terus, inget gak yang lo bawa Anin ke kantin?" Lagi, Haikal mengangguk.

"Lo gak bawa siapa-siapa, cuma lo sendiri disana."

"Pokoknya, tentang kejadian yang menurut lo ada Anin di dalamnya, itu merupakan suatu kebohongan, dimana itu imajinasi lo sendiri."

"Tentang kejadian kemarin, dimana Bang Haikal ketemu sama Papa Kak Anin, gue juga sengaja narik lo pergi, supaya lo gak terlalu jauh ngobrol sama Papa Kak Anin dan tahu kebenarannya dari dia." Caka ikut memberikan kebenarannya.

"Dan inget nggak? Pas lo pingsan pertama kali?"

"Iya."

"Disana kita ketemu sama Kak Dirga, dan disitulah kita tahu lo kenapa."

"Gue kenapa?" tanya Haikal menuntut penjelasan.

"Lo mengidap penyakit kejiwaan, yang biasanya dalam psikologi kita sebut skizofrenia," jawab Dirga yang baru saja bergabung dengan ketujuh lelaki di ruangan tersebut.

Flashback Off

Haikal terdiam.

Skizofrenia ya? batinnya saat mengingat penjelasan kemarin.

Jadi, selama ini, semua hari-hari yang dirinya jalani bersama Anin selama sebulan ini hanyalah imajinasinya saja?

Haikal terkekeh. "Miris banget," gumamnya.

"Gue secinta itu sama lo, sampai-sampai lo ikut bergabung ke dalam imajinasi yang gue buat Nin."

Kepala Haikal mendongak, memperhatikan indahnya langit biru dibaluti awan putih yang menghiasi pagi ini. Saat bayangan wajah tersenyum Anin melintasi, Haikal balas senyum tersebut dengan senyuman sendu.

"Gue harap lo bisa bahagia disana, Anin."

"Dan semoga, kita ketemu lagi,"gumamnya seraya memejamkan mata.

••••

End!

Finally! Ini book tamat juga.

Maaf kalau endingnya terlalu memaksakan dan tidak sesuai ekspektasi, dan makasih buat kalian yang sudah berkenan mampir untuk membaca, memberikan vote dan komen di book ini.

Karena ini udah tamat, aku bisa fokus pada book baru aku "Something To Hidden" yang penasaran sama ceritanya, bisa langsung cek di profil aku ya!

See you and thank you!

[30/01/2024]

MONOLOG ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang