2. Living

1.9K 270 20
                                    

Pemuda berwajah angkuh itu melangkah dengan cepat, hentakkan kakinya di setiap lantai menggambarkan seluruh isi hatinya, penuh amarah dan benci.

Netra cokelatnya memperlihatkan kilatan dingin, sementara perasaannya semakin menggebu.

"Rough, dimana Father?!" Aaron bertanya pada peri rumah yang sedang membersihkan pegangan tangga.

"Di ruangannya Tuan Muda." Rough menunduk takut.

Peri rumah yang biasanya selalu terlihat bengis itu menghela nafas lega ketika Aaron langsung pergi dan melewatinya begitu saja.

Aaron semakin menjadi, dia sangat marah kepada ayahnya. Setelah melihat sang ibu menangis dan hancur di kamarnya.

BRAKK....

Suara tendangan kakinya di pintu terdengar. Tak peduli kesopanan dan tatakrama, Aaron memasuki ruangan pribadi ayahnya dengan kasar dan marah.

Matanya semakin berkilat tajam, ketika melihat ayahnya yang terus memandang foto pemuda cantik yang selalu di pujanya.

"Bisakah kau bersikap lebih baik lagi dan tidak menyakiti hati Ibu?!" Aaron datang untuk mengeluarkan pembelaannya.

Meski selalu bersikap dingin dan tidak jauh bersifat seperti ayahnya. Tapi Aaron adalah anak yang sangat menyayangi ibunya. Dia sakit hati ketika melihat Ibunya yang tertidur dilantai setelah menangis seharian.

"Lalu aku harus bersikap bagaimana?" Tom tetap menatap lukisan Harry di hadapannya tanpa menoleh kearah sang anak sedikitpun.

Sementara Aaron muak dengan jawaban itu, apakah ayahnya yang digadang-gadang sebagai pemimpin paling jenius itu ternyata tidak punya otak?.

"Kau suaminya, seharusnya kau tau apa yang harus dilakukan!" teriaknya frustasi.

"Aku tidak bisa melakukan apapun, aku hanya tidak ingin semakin menyakiti ibumu dengan memberikan harapan lebih."

"Lalu kenapa kau memilihnya jika hanya untuk di sakiti?!"

Tom berbalik menatap anaknya yang sudah tumbuh semakin dewasa.

"Karena kesalahan, aku menyakiti ibumu dan 1 orang paling berharga dalam hidupku."

"Alasan yang bodoh!" decihnya kesal.

"Kau tidak mengerti. Kau tidak tau rasanya terbelit dalam rasa bersalah selama belasan tahun Aaron." Tom menatap anaknya serius. "Dulu aku melakukan banyak kesalahan, merelakan Mateku dan membunuhnya demi ibumu. Karena kupikir Mateku adalah penghianat, tapi nyatanya aku salah. Ternyata akulah penghianat dalam hubungan ini."

Aaron tau semua kisah itu, tapi bukan berarti ayahnya bisa memperlakukan ibumnya dengan semen-mena.

"Bersikaplah gentle, bukan menjadi pria pengecut seperti ini. Aku membencimu!" Aaron pergi meninggalkan ruangan itu.

Meninggalkan Tom yang hanya diam tanpa peduli ucapan anaknya.
.
.
.
.

"Kenapa sih si pirang itu harus ikut juga? Aku tidak suka Daddy, Scorpie selalu menjahiliku." Harry merajuk kesal.

"Daddy juga pirang sayang..." Astoria menggeleng geli.

"Kakak... Pergilah kembali ke Hogwarts, jangan menjahiliku disini."

"Ayolah... Aku hanya bercanda kemarin malam." Scorpius tersenyum geli.

Dia hanya menjahili adiknya dan memakai kostum Dementor di malam hari. Tapi Harry malah berteriak ketakutan dan menangis sepanjang malam seperti bayi.

"Itu tidak lucu! Kau menyebalkan..."

"Sudah anak-anak, berhentilah bertengkar. Ayo Harry, kita akan pergi ke Diagon Alley dan membeli tongkat sihir baru untukmu." Draco menghela nafas melihat kedua anaknya yang selalu bertengkar.

My Baby Mate II (TOMARRY) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang