14

524 57 10
                                    

Setiap anak membutuh figur ibu dalam kehidupan. Seokjin sungguh menginginkannya, agar ia terlihat sama seperti teman-teman di sekolah, diberi bekal roti lapis buatan ibu dan dimakan pada saat jam istirahat. Setiap anak membutuh figur ibu dalam kehidupan. Seokjin sungguh menginginkannya, agar ia terlihat sama seperti teman-teman di sekolah, diberi bekal sandwich buatan ibu dan dimakan pada saat jam istirahat kelas.

Ini adalah hari di mana Seokjin masuk ke usia 10 tahun, semakin bertambah waktu ia semakin kesepian. Sejak ayah membawakannya album kenangan dari Busan, hubungan mereka tampak merenggang. Seokjin seharusnya tidak secepat itu untuk dewasa dan mengerti perasaannya.

Omong kosong tentang roti lapis dan hidup seperti teman-temannya. Seluruh makanan yang dimasak oleh ibu terasa hampa. Sekarang ia lebih takut kehilangan ayah dari pada apapun.

"Kue coklat sudah siap!"

"Lilinnya mana ibu? Nah ini, kak Seokjin, ayo tiup lilinnya!" Riang suara Taehyung memekak telingannya, Kak Seokjin? Seorang adik? Bertahun-tahun dirinya hanya menanti kedatangan ibu, tidak disangka ia mendapatkan bonus berupa buntalan manis yang terkadang menjengkelkan.

Beberapa bulan ke belakang Taehyung baru mengetahui bahwa sebelum dirinya datang ke dunia ini, ibu sudah lebih dulu melahirkan jagoan kecil yang tidak kalah tampan darinya. Ia bersorak gembira, sahabat yang paling dia sayangi ternyata adalah kakaknya, saat itu harapan besar datang bahwa hari-harinya tidak lagi sepi seperti dulu. Namun, pada kenyataannya, Seokjin tidak mau tinggal di rumahnya dan semakin hari menjadi lebih diam.

"Ayo ucapkan harapan, kak!" Seokjin menjengah. Ia resah dan matanya gelisah menatap layar ponsel yang ayah berikan sebulan ini. Panggilan suara terus berdering tak kunjung disahut oleh ayah. Ayah berubah 180° sejak hari itu. Apa ayah sudah berhenti menyayanginya?

"Ayah belum datang, tunggu sebentar lagi, Taehyung."

Han Jaeya terpaksa menyematkan senyum, ia mengusap belakang kepala Seokjin hingga bahu putranya. "Sepertinya ayah akan pulang larut lagi, sayang. Tidak apa-apa, kita rayakan ini sambil ibu ambil video, ya. Nanti akan ibu kirim ke ayahmu." Bahu Seokjin meluruh, hembusan kecewa terhembus panjang. Dengan gemuruh yang besar di hatinya, Seokjin memejamkan mata, "Semoga ayah selalu menyayangiku sampai kapan pun." gemetar dan hampir tak terdengar.

"Amin! Ayo potong kuenya!" Seokjin yang berulang tahun, tetapi Taehyung yang kepalang semangat. Ibu merasa lucu melihat semangat bungsunya, berbeda dengan Seokjin sudah memerah dan melotot tajam, apalagi saat Taehyung akan mengambil pisau kue dan memotong kue ulang tahunnya sendiri.

"TIDAK BOLEH!" Ia berteriak dan memukul meja dengan kedua kepalan tangan hingga Taehyung terkejut bukan main.

"Tunggu ayah pulang, sebentar lagi ayah akan pulang. Aku mau potongan kue pertama untuk ayah. Tidak boleh sentuh kue milikku." Seokjin menyerah menghubungi ayah, tak peduli dengan Taehyung yang menahan tangis dan ibu dan menahan napas. Hati Seokjin sangat sakit, ulang tahun adalah waktu yang krusial baginya. Dulu ayah akan pulang sangat awal untuk menghias rumah dan memasak nasi goreng kesukaannya, ayah memang hanya akan membeli kue ulang tahun, tetapi rasanya lebih spesial, mereka memotongnya berdua sambil memegang gelas susu masing-masing.

Cheers!

Suara denting hasil tabrakan gelas mereka berdua. Ayah juga akan berlari menuju kamar dan membawakan kado ulang tahun yang dibungkus dengan belasan kertas kado. Tetapi bukan tentang itu, bukan tentang kado ayah, kue dan gelas susu. Ini tentang kasih yang ayah tuangkan padanya. Yang dirinya tahu, ia adalah yang paling utama untuk ayah dari apapun.

Seokjin merebahkan kepala di meja, satu per satu air mata mengalir sampai membuat meja makan tersebut basah. Dentum jarum jam terus meledak dalam keheningan malam, bahkan Taehyung sudah menguap sangat lebar dan mendesahkan napas begitu kuat, ia lelah, Paman Jisung tak kunjung datang, sedangkan Han Jaeya duduk dengan sangat lelah menatap Seokjin dengan hati yang sakit. Air mata milik Seokjin sudah mengering di pipinya, matanya terus menatap dering ponsel yang tak kunjung terjawab lalu air matanya menetes lagi.

GrievousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang