ii. grievous: home alone

3.3K 313 15
                                    

Jisung harus berterima kasih kepada tuhan sebab anaknya tidak dalam keadaan buruk. Bersyukur ia hadir tepat waktu saat itu, bersyukur ia dapat menghentikan darah Seokjin tanpa bantuan dokter.

Jisung masih dapat mengingat bagaimana suara jeritan Seokjin yang menangis keras kala ia mengeluarkan beling yang masuk di telapak kaki anaknya. Jisung pening memikirkan siapa penyebab dari luka di kaki Seokjin, atau bagaimana bisa ia terkena pecahan beling? Lain kali Jisung akan datang ke sekolah untuk memprotes kelalaian petugas kebersihan sekolah.

Saat ini Jisung tengah memeluk putranya yang tertidur pulas. Ia tersenyum melihat wajah menggemaskan sang anak yang tertidur, ia pikir Seokjin pasti kelelahan. Tangan besar Jisung bergerak untuk mengusap surai Seokjin, berkali-kali memberi kecupan kecil pada dahi si anak.

Ia terkekeh kecil saat teringat permintaan Seokjin sebelum tidur, berkata sambil terisak-isak; ayah jangan lepas pelukanku sampai pagi hari tiba...ah, sampai aku terbangun. Mari kita sama-sama tidur dengan posisi duduk. Jisung hanya mengangguk ia sudah duduk dua jam lamanya bersandar di kepala kasur. Tetapi sepertinya kasihan jika Seokjin tidur dengan gaya seperti sekarang.

Namun, Jisung tersentak kaget, ia berubah panik kala sang anak mengigau seraya kembali menangis, "sshh, hei, jangan menangis..." tampak sekali kedutan pada dahi seokjin.

Apalagi saat meraba dahi si kecil yang berubah panas. Jisung tanpa ba-bi-bu mencari plester penurun demam untuk sang putra. Mengelus rambut Seokjin agar anaknya berhenti mengigau.

Hal ini bukan yang pertama kali, dan hal ini banyak terjadi pada anak lainnya. Tapi Seokjin terlampau sering seperti ini; tiba-tiba terserang demam di malam hari dan menangis saat tertidur. Jisung tentunya merasa gagal sebagai orang tua.

"Ibu...."

Jisung tersenyum kecut, kata tersebut sangat sering dilontarkan Seokjin saat seperti ini. Tapi sungguh, sampai kapanpun Jisung tidak akan sudi menunjukkan rupa ibu Seokjin kepada anaknya. Ibu Seokjin tak pantas memiliki Seokjin mengingat perlakuan hina yang ia lakukan.

»|¦|« »|¦|«

"Ingat pesan ayah, jam 12 siang harus makan. Sudah ayah sediakan di lemari makan. Jangan keluar rumah, jangan hancurkan rumah. Jika ada apa-apa segera hubungi ayah. Atau mungkin merasa sakit tolong telepon bibi Min, ya!" Seokjin mengangguk-angguk saja mendengar ceramah pagi ayah.

Ia tak di ijinkan sekolah karena masih dalam keadaan tidak sehat. Namun, ayah percaya Seokjin akan baik-baik saja karena tubuh sang anak tidak terlalu panas lagi dan sudah dapat berceloteh ribut. Jadi, Jisung percaya.

"Ingat yang ayah katakan. Ayah pergi kerja sayang. Jangan nakal sendirian dirumah!" Ayah mengecup pipi Seokjin kemudian segera berangkat menuju kantor.

Mata Seokjin mengikuti langkah ayah, kala ayah telah sepenuhnya keluar, ia beserta kaki kecilnya berjalan mendekati rak yang berisikan album kenangan. Tangannya sibuk mencari foto yang ada gambar sang ibu. Seokjin sangat penasaran, barangkali ada foto ibu yang terselip atau foto ibu bersama dirinya dan sang ayah.

Namun nihil, sudah tiga jam berlalu Seokjin tak juga menemukan foto seorang wanita-pun. Ia terbelalak saat melihat banyak foto yang berserakan dilantai. Tapi ada satu buah album besar yang belum ia buka.

Sangat besar dan kotor, Seokjin sampai kepayahan mengangkat benda tersebut sebab sangat berat untuk diangkat oleh bocah kecil. Seokjin berulang kali bersin sebab debu yang menempel di album terlampau banyak.

GrievousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang