Rinai hujan membasahi jalanan kota pagi ini. Tak ada sinar yang menyemangati aktivitas awal untuk pagi ini. Angin tak lupa pula menyelimuti hawa dingin bagi kulit, sukses membuat siapapun betah bergulung di dalam selimut tebal.
Seokjin mendesah kecewa lantaran rencana weekend bersama ayah di hari minggu gagal total sebab gerimis disertai cuaca dingin. Padahal Seokjin sudah mewanti-wanti agar ia pergi ke pantai untuk melihat matahari terbit kemudian bermain air asin sampai siang tiba.
Kini ia hanya dapat duduk bersama selimut tebal seraya menonton televisi dan disuguhi teh manis hangat. Padahal ia sangat yakin, jika saja tidak hujan pasti akan pergi ke pantai, karena Seokjin merasa tubuhnya sudah sehat.
Ayah masuk ke kamar sembari membawa semangkuk bubur untuk sarapan Seokjin. "Hey boy! Waktunya sarapan dimulai ayo buka mulutmu!"
Seokjin menggeleng lucu, menutup mulut rapat menggunakan kedua tangan. Ayah kembali membujuk Seokjin untuk memasuki sesendok bubur ke mulut si kecil. Dan tetap saja Seokjin menolak. "Tidak mau!"
Ayah berdecak kesal, meletakkan mangkuk ke nakas kemudian mengusap dahi sang anak. "Tidak panas, kalau begitu buka mulutnya, seharusnya tidak susah karena tidak demam."
"Aku kesal!"
Ayah mengernyit, kesal entah karena apa ia tidak mengerti. Ini baru memasuki pagi dan tidak ada perdebatan apa-apa. Jisung rasa ia tak bersalah pagi ini. "Lalu?"
"Ayah... seharusnya pagi ini kita ke pantai, tapi ayah bilang hari ini kita hanya akan dirumah saja. Aku kesal karena ayah sudah berjanji dari dua minggu yang lalu." Seokjin merengek, namun Jisung merasa gemas.
Ia mencubit hidung sang anak kemudian mengecup dahi Seokjin. "Bukankah sudah ayah katakan, pagi ini cuaca sedang tidak baik. Ayah tidak akan melanggar janji jika bukan karena kesehatanmu."
Bibir plum semerah delima milik Seokjin mengerucut lucu. Ia pikir dengan ayah membawanya ke rumah sakit tadi malam, ayah akan menganggap Seokjin sudah sehat. Oleh karena itu, Seokjin tidak menolak saat di ajak ke rumah sakit.
Ayah terkekeh kecil melihat wajah jengkel Seokjin. Jika sudah kesal anaknya tidak akan merengek panjang atau mungkin marah dengan menderaskan suara, Seokjin hanya akan diam dengan raut wajah murung, tetap berbicara seolah-olah ikhlas dengan keputusan. Jisung pikir itu lebih baik, tidak membuat kepala pusing oleh suara rengekan.
"Sudah jangan sedih! Ayah akan membuat suasana rumah lebih menyenangkan dari pada pantai. Sebelum ayah beritahu hal apa yang akan kita lakukan nanti, kamu boleh tulis di kertas daftar apa saja yang akan kita kerjakan hari ini dirumah."
Mata Seokjin berbinar, ia tersenyum sumringah. Bermain dengan ayah seharian dirumah ia pikir tidak masalah. Pasti lebih menyenangkan karena tidak ada perjalanan yang jauh nan membosankan, Seokjin tidak suka duduk di kursi mobil sembari menunggu kapan sampai ke tujuan. "Sungguh?"
Ayah mengangguk kemudian mengambil kembali mangkuk di atas nakas. "Pesawat siap meluncur, ayo di buka mulutnya, pangeran!"
Dengan senang hati Seokjin menelan semangkuk bubur buatan ayah. Rasanya gurih tidak seburuk yang ia pikir. Pagi ini Seokjin makan dengan lahap.
»|¦|« »|¦|«
Jisung merasa hatinya menghangat hari ini. Mendengar tawa Seokjin sepanjang waktu membuatnya bahagia. Sampai-sampai air mata menggenang di pelupuk mata sebab merasa terharu bahwa ia sanggup memberikan apapun yang membuat Seokjin bahagia.
Seokjin juga sungguh-sungguh bahagia memiliki ayah seperti Jisung. Ia bangga memiliki seorang ayah yang sekaligus bisa menjadi seorang ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grievous
Fanfiction[ks]. yang menyedihkan/memilukan. 𝐊𝐒𝐉| hurt-comfort © ieuaraz, 2019