🍂🍂••
"OH, IYA. Itu nanti 500 meter lagi dari situ. Oke nanti kabarin yah, kak." Kepala mengangguk-angguk, membiarkan seseorang di seberang sana berbicara lebih. Tangannya sedari tadi ikut mencoret-coretnya sesuatu di atas notebook nya, berdekhem kecil menangapi suara yang memecah telinganya.
"Iya, yaudah aku tutup dulu yah." Panggilan itu pada akhirnya benar-benar terputus, dengan dia di perempuan muda itu menaruh asal telpon genggamnya. Kembali menarik tungkainya untuk menjamah dari sudut pertama ke sudut yang lain, seakan-akan mengabsen keberadaan bunga-bunga yang berjejer rapih di rak-rak yang bersih.
Sandyakala'
Pagi ini, di tempat ini. Aroma wangi bunga juga semerbak seduhan kopi yang berbenturan, juga dengan suara-suara back flush dari mesin kopi menambah irama pagi yang menyenangkan. Hilir orang-orang berdatangan, untuk diam ataupun dibawa sebagai bekal turut membantu mengosongkan etalase dessert coffeshop. Juga, bunga-bunga yang dibeli untuk kesan romantisme seseorang. Beginilah kegiatannya setiap hari, mengecek banyak hal-hal tentang Sandyakala' sebagai tempat nyaman untuk orang-orang yang berkunjung untuk singgah. Sandyakala' tempat yang menyajikan dua tempat sekaligus, yaitu ; caffeshop dan juga florist, yang tempatnya hanya di bedakan dengan bukaan taman kering di tengah-tengah bangunan bergaya industrial tropical. Bagian depan untuk florist, dibagian belakang untuk coffeshop, tak lupa di lantai dua terdapat are baca yang tenang. Orang-orang bisa santai menikmati makanan di caffeshop nya, juga bergantian membeli bunga-bunga cantik, atau hanya menikmati salah satunya. Bahkan konsep ini baru saja ada di Sandyakala' yang hangat.
Tangannya masih sibuk untuk memilah-milah bunga tulip yang baru saja datang, mengecek juga beberapa pesanan yang sudah harus diantar. Beberapa karyawan florist nya sudah sedari pukul 08:20 mulai sibuk dengan tugasnya masing-masing. Tak terkecuali perempuan dengan kemeja putih oversize nya, dengan sendal yang dipakainya membuat kesan dia terlihat lebih santai. Dia memang selalu menyempatkan untuk datang ke sini paling tidak seminggu tiga kali, bergantian dengan satu cabangnya yang ada di Jakarta Utara. Ini bukan hal baru, dua tahun memulai Sandyakala' rasanya tahun ini dirinya jauh lebih tenang untuk semua hal tentang tempat ini. Melakukan ini itu sekarang rasanya jauh lebih mudah di pahami dibandingkan dulu ketika dirinya baru saja memulai.
Jadi, benar kan jika waktu adalah guru terbaik dalam hidup?
Kepalanya menoleh kesana-kemari, memastikan tak ada yang kurang sedikitpun.
Perempuan 24 tahun itu entah mengapa selalu saja senang dengan dunia nya sekarang. Di tempat ini, segala saksi bisu nya tentang luka dan sembuh yang mengepung dirinya. Dia cukup senang jikalau pada akhirnya dia tumbuh bersama dengan Sandyakala' tempat yang dirinya bangun untuk menyenangkan dirinya sendiri. Siapa sangka, cukup mudah di terima oleh banyak orang, memberikan beberapa energi positif untuk dia yang sangat butuh topangan. Beruntung, orang-orang disekitarnya sangat baik untuk mengulurkan tangannya agar di genggam erat oleh si pemilik luka yang paling dalam.
Jika menoleh ke belakang, memang rasanya cukup menyedihkan. Tapi bersama tempat ini, semuanya berangsur membaik, bahkan jauh lebih baik.
"Ibu, tamu nya udah dateng."
Perempuan itu menoleh kilas, memberikan ruang kepalanya agar jauh lebih mampu memandang lebih jelas kea arah luar, benar saja laki-laki dengan stylean kemeja flanel juga celana pendeknya berdiri, tersenyum di balik jendela kaca yang membentang. Dia mengangkat tangannya seolah memberikan isyarat 'tunggu sebelum benar-benar menarik kaki nya untuk keluar dan menyambut si orang sibuk yang baru muncul di hadapan dia.
"Enggak susah kan jalanan nya? Macet yah?"
Laki-laki itu mendengus kecil, "Iya macet, maklum jam berangkat kerja aku malah keluar rumah. Maksa banget mau dateng pagi-pagi begini ternyata kejebak macet juga. Duh kacau banget Jakarta makin padet." Laki-laki itu tertawa diakhir kalimat. Memang benar, Jakarta di jam 08.00 pagi malah semakin menjadi macetnya. Untuk dia yang sudah beberapa bulan tidak di Jakarta, kemacetan ini cukup membuatnya sebal. Perempuan itu juga mengulas tawa, untung rumahnya tak jauh dari Sandyakala'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Better With You
RandomBagaimana aku jatuh cinta, berakhir atau bersama, senang bisa menjalini bersama mu.