10 | Pilu membiru

203 24 1
                                    

🍂🍂

••

"SHA, anaknya Zee sama Ashel meninggal, semalem jam 10."

Telinganya tiba-tiba berdengung mendengar kalimat yang baru saja dirinya cerna. Menghentikan kegiatannya dan memilih untuk menyandarkan diri, entah mengapa kabar yang baru saja dirinya dapatkan benar-benar mengguncangnya, padahal jika boleh dikatakan, Marsha tidak ada keterkaitannya dengan mereka. Bahkan dengan Zee — laki-laki itu sejak beberapa tahun belakangan. Tapi entah mengapa dirinya benar-benar mampu merasakan jiwa nya benar-benar tergoyahkan. "Lo mau dateng Sha? Kalau iya, gue sama kak Indah bakal ke rumah duka sore ini, kalau mau gue sama Christyan jemput lo juga sekarang, gimana?" Tanya Kathrin diseberang sana. Masih dalam diam, bahkan pikirannya jauh melayang entah membayangkan bagaimana seorang Asadel yang terpuruk.

"Sha, halooo."

"Eh —  sorry kath. Eum, kayaknya enggak deh, kalian aja. Lagipula gue enggak ada hubungannya sama mereka."

"Beneran sha? Ini Ashel loh, temen kita, dulu."

"Maaf kath, tapi kayaknya gue tetep enggak dateng."

Helaan nafas berat Kathrin masih mampu Marsha rasakan sebelum pada akhirnya sambungan telefon itu terputus. Dia — Marsha Lenathea, menaruh ponselnya asal, menengguk minumannya hingga benar-benar tanda. Tidak usah membicarakan soal bagaimana perempuan itu mendapatkan luka, akan tetapi tentang bagaimana dia memposisikan dirinya menjadi seorang ibu. Marsha jadi membayangkan bagaimana Ashel sekarang, perempuan itu pasti sangat hancur. Barangkali Marsha tau bahwa ; selama ini bukan hanya dia yang mendapatkan sebuah lara' tapi Ashel juga. Selama ini apa yang dia rasakan mungkin tak mampu dijabarkan dengan baik, sama-sama menyakitkan. Tapi selama ini Marsha ada bersama orang-orang yang benar-benar membantunya.

Sedang Ashel?

Marsha tidak yakin bahwa perempuan itu benar-benar kuat seperti apa yang dikatakan Indah beberapa bulan yang lalu. Fakta bahwa ; Indah sering bertemu dengan Ashel membuat Marsha sedikit tahu tentang perempuan itu setelah hubungan nya yang kurang baik. Sebenarnya sejak dulu pun Marsha mengetahui bagaimana peringai Ashel yang lemah, perempuan itu jauh lebih perasa dibandingkan dengan dirinya. Sebagai seorang ibu' sudah pasti dunianya semakin hancur.

Juga dalam hatinya memikirkan tentang bagaimana seorang Najendra.

Marsha tidak bohong.

••

"Apa kabar sha?"

"Cukup baik, puji Tuhan."

Dia mengangguk paham, tersenyum begitu tipis disana.

Beberapa bulan yang lalu ketika pertemuannya dengan Zeefano Asadel Najendra — sungguhan Marsha tidak pernah membayangkan untuk kembali bersua dan memberanikan diri untuk kembali berhadapan. Dirinya jelas tak ingin kembali membawa luka-luka nya untuk bersemi. Sejak empat tahun yang lalu pun begitu, dia tidak mau-menahu lagi tentang laki-laki yang kini diam tertunduk dihadapannya. Ada perasaan sakit yang lagi-lagi mampir di ulu hatinya. Laki-laki ini sungguhan Marsha lihat tidak berdaya, ada gurat-gurat penyesalan yang benar-benar tergambar jelas. Ada juga kesedihan-kesedihan yang mungkin akan sangat sulit untuk dia ungkapkan sebab laki-laki itu yang Marsha tauu cukup bisu soal kalimat-kalimat panjang tentang bagaimana dirinya sekarang. Entah apa yang membuatnya datang kemari, yang jelas setelah Kathrin menelfon nya, Marsha buru-buru lari keatas untuk bersiap-siap datang. Bahkan dia meninggalkan Noah yang masih terlelap dari tidur siangnya, Marsha tidak berfikir panjang, untuk pertama kali nya setelah sekian lama. Beruntung Jasson masih berada di rumah, laki-laki itu sudah pasti bersedia untuk membawa Noah berpergian untuk mereda tangis rewel anak itu yang sudah sejak tadi malam terjadi.

Better With You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang