••
"MENURUT lo, egois mana yang lebih mending, egois milik diri sendiri atau egois milik orang tua?"
"Enggak ada kata baik dari egois-semuanya mengarah pada konotasi yang menjengkelkan. Menurut lo, kenapa lo punya pikiran untuk membandingkan dua hal itu? Gue tau isi kepala lo pasti enggak setuju." Laki-laki itu terkekeh kecil, menertawakan kisah sahabatnya yang dia anggap mirip dengan cerita buruk milik nya. Rasanya lucu mendengar kisah-kisah menyedihkan seperti ini, tentang keengganan yang justru menjadi sebuah keharusan, seolah-olah memang kita yang harus mempertanggungjawabkan. Denting sendok yang bertabrakan dengan dinding gelas bergema kecil seolah-olah ikut menertawakannya. Zeefano Asadel berdeham kecil setelah menyesap kopi miliknya, membuat Christyan ikut serta beralih. "Gue pernah denger kata dari seseorang ; lebih baik kehilangan satu atau justru kehilangan semuanya. Dan yah, enggak perlu jauh-jauh Christ, ambil contoh di depan mata lo sendiri. Pada akhirnya apa yang kita anggap baik adalah sesuatu yang enggak bisa kita katakan baik untuk selamanya dan untuk diri kita sendiri. Gue pernah punya keraguan yang besar, harapan-harapan tinggi pada sesuatu yang gue anggap berharga kemudian gue tukar dengan sesuatu yang mereka anggap baik, rasanya semua kosong. Sama kaya lo sekarang, yang membedakan adalah lo punya banyak kesempatan juga waktu untuk memutuskan. Ya, gue enggak bilang semuanya akan sama, tapi mengorbankan apa yang lo punya demi sebuah kebahagiaan orang lain tuh rasanya enggak adil enggak sih? Liat gue, justru menderita, kan?"
Christyan mengangguk paham. Ia tentulah mengerti tentang segala hal yang terjadi dalam hidup sahabat nya ini, tentang naik-turun dan kehidupan-kehidupan yang belakangan hanya terisi dengan perasaan bersalahnya.
Tapi ketahuilah itu tidak benar-benar membuat Christyan belajar banyak.
Peran jahat yang sekonyong-konyong dirinya terima rasanya begitu memberatkan. Ada sesak yang sulit untuk dijelaskan, ada keraguan juga hal-hal merepotkan yang kini benar-benar mengusik Christyan belakangan. Tentang perasaan-perasaannya pada dua perempuan, rasanya sangat pengecut sekali ia kini hanya diam membeku dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu. Kembali ia menghela nafasnya, kemudian memilih untuk menyulut kembalu rokoknya untuk kesekian kali, Christyan tidak peduli ketiak paru-paru nya sudah berteriak meminta ampun.
"Apa yang lo rasain ketika malam itu ketemu Marsha Zee? Ketemu untuk menawarkan perpisahan bukan bertukar perasaan rindu?"
"Bingung." Zee tersenyum masam, pertanyaan sederhana yang berhasil menarik Zee pada malam yang mengerikan untuknya. Netranya tajam menunjukkan masih banyak amarah-amarah nya. "Gue bahkan enggak tahu apa yang terjadi beberapa jam sebelum ketemu Marsha. Gue marah, gue bingung, gue - gue enggak paham sama situasi ini, yang bisa gue lakuin cuma nangis. Rasanya emang menyedihkan banget Christ, gue bahkan bisa menjamin semua orang menatap gue begitu. Bayangin lo datang ketemu cewek lo dalam keadaan nangis, enggak bisa buat jelasin apapun sampai semuanya kacau. Pertemuan yang harusnya menyenangkan justru harus dibungkus dengan kata perpisahan. Yang gue torehin ke Marsha bukan luka karena gue harus pergi dari dia, tapi gue meninggalkan trauma dan beban yang berat buat dia. Gue pengecut banget, rasanya gue enggak pantas buat hidup dengan damai sekarang. Perasaan-perasaan bersalah gue ke dia itu enggan bisa di tebus dengan apapun. Andai aja waktu bisa gue putar, gue mau lebih berani buat nolak apa yang bokap gue bilang."
"Pilihan apapun yang lo ambil dua-duanya sama-sama menawarkan patah hati Christ."
Christyan mengangguk memahaminya. Sebelum ia memilih pun, ia sudah menawarkan bantuan patah. "Gue selalu mempertanyakan apa yang gue lakuin sekarang tuh hasilnya apa? Barangkali beberapa tahun kedepan lo juga akan merasakan hal yang sama setelah mengambil keputusan. Ideal yang lo maksud bukan melulu soal kolot yang lo punya Christ. Perasaan lo, perasaan Flora pastinya, juga perasaan Kathrina yang tiba-tiba ada di pertengahan ambang hubungan yang enggak menuai baik, agaknya emang sulit untuk ditukar-tukar. Gue enggak tahu pasti berapa banyak malam yang kalian habiskan untuk sekedar membuat suasana yang baik dalam sebuah obrolan. Christ, penyesalan itu berkepanjangan. Apalagi kalau berbicara tentang luka-luka dan perasaan bersalah, rasanya dosa nya jauh lebih besar seakan-akan membunuh dalam kegelapan. Jangan sampai kaya gue Christyan." Tuturnya dengan netra yang nanar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Better With You
De TodoBagaimana aku jatuh cinta, berakhir atau bersama, senang bisa menjalini bersama mu.