Chapter 11

115 14 2
                                    

Pagi itu Evan pergi ke Universitas dijemput Erik, entah sejak kemarin, seusai mereka mengerjakan tugas bersama di Perpustakaan Kota Bandung, keduanya menjadi akrab.

"Udah siap?"

Evan mengangguk dengan helm miliknya yang sedikit kebesaran, membuat alisnya tertutup oleh badan helm.

"Kegedean ya ... ." Erik membenarkan posisi helm Evan dengan senyuman yang membuat siapa saja pasti terpesona, "udah bener."

"Makasih ya." Ujar Evan dengan senyuman yang tak kalah manis.

"Ayo kita berangkat." Erik melajukan motornya dengan kecepatan sedang, pagi itu keadaan jalanan Kota Bandung masih belum terlalu ramai, udara segar masih terasa.

"Mau sarapan gak?" Tanya Erik.

Evan mencondongkan tubuhnya ke depan, dadanya bertemu dengan punggung lebar Erik, dagunya menempel pada ujung bahu pemuda Fakultas Seni itu, matanya menatap wajah tampan itu dari samping. "Lo laper?"

"Sedikit, lo laper gak?" Erik mencoba berkonsentrasi dengan jalan di depannya, betapa indahnya sosok di belakangnya itu, terlebih tangan Evan yang memeluk tubuhnya tanpa dirinya menarik tangan mungil itu terlebih dahulu.

"Em ... ," pipi Evan mengembung lucu, ingin rasanya Erik mencubit pipi berisi dengan rona merah itu karena gemasnya, "beli kue aja ya, gue takut gemuk."

"Sabilah." Erik melajukan motor ninjanya menuju ke sebuah penjual kue basah yang biasanya dijual di pinggir jalan.

Mata Evan berbinar melihat deretan pedagang kue di sana, bibirnya sedikit terbuka yang kian membuat Erik semakin payah menahan kewarasannya.

"Ya Allah, naha aya jelema imut kieu." Gemas Erik dalam hati melihat pemuda mungil yang tak pernah ia sangka begitu cepat akrab dengannya.

"Erik, sini deh." Evan menarik tangan Erik menuju ke salah satu penjual kue Khas Kota Bandung.

"Ya Allah, leungeunna lemes pisan." Erik meremas kuat tangan mungil yang tengah menariknya itu.

Dan Evan pun membeli beberapa kue basah dan jajanan lainnya, sepertinya ia lupa dengan perkataannya tadi jika ia takut menjadi gendut. Namun, kini di tangan kiri dan kanannya penuh oleh kantung plastik berisikan kue.

"Mau kemana lagi kita?" Tanya Evan dengan mulut yang penuh makanan.

"Kunyah terus telan dulu, baru ngomong." Erik mencubit pipi itu karena gemas.

"Van, lo tau sesuatu gak?" Tanya Erik pada Evan yang masih asik memakan kuenya.

"Apa?" Sahut Evan tanpa menatap ke arah Erik, pandangannya malah tertuju pada para penjual kue lainnya di depan sana.

Erik diam, dipandanginya manusia imut di hadapannya itu, tak terbayang jika ia bisa jatuh hati pada seorang laki-laki. Iya, Erik bukanlah Gay, melainkan ia adalah laki-laki normal yang menyukai wanita, namun entah mengapa saat pandangan pertama di saat ia bernyayi, saat matanya mendapati sosok mungil itu, ia langsung jatuh hati saat itu jua. Senyuman manis, mata bulat, tubuh mungil, semuanya masih Erik ingat dengan begitu jelas.

"Gue suka-"

"Kuliah oi!" Teriak Evan tiba-tiba dang langsung berdiri, "ayo cepat ege, ntar telat kita."

Erik hanya mengangguk patuh lalu mengikuti langkah Evan yang berlari menuju kemana tempat mereka mermarkirkan sepeda motor.

~ ~ ~ ~ ~

Krek!

Pintu terbuka, seluruh mata di dalam sebuah ruangan menatap pada sosok pemuda mungil yang ada di ambang pintu.

Pesawat Kertas ~ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang