Chapter 3

252 26 8
                                    

Yuhuuu

Up lagi bestih

Mampir juga kuy di akun lia_halmussd

Happy reading

OoO

M

alam itu bulan bersinar dengan indah, cahayanya pendar di atas permukaan air, gelombang kecil yang tercipta karena seseorang melempar batu ke dalamnya, membuat pantulan bulan itu nampak menari-nari.

"Jadi, kamu diusir dari rumah karena kamu gak suka perempuan?" Tanya seorang pria tampan pada pemuda mungil di sampingnya, dua tubuh berbeda tinggi itu membuat keduanya nampak serasi, terlebih cahaya bulan yang menyinari keduanya menambah kesan sempurna.

"Iya Kak, entah dari mana Mama tau semuanya, yang jelas hari itu juga Evan diusir dari rumah." Tutur Evan dengan mata yang berkaca-kaca.

"Evan marah sama Mama?" Tanya Raka.

Evan menggeleng.

"Apa Evan benci sama Mama?" Tanya Raka lagi.

Evan pun lagi-lagi menggeleng.

"Lalu, kenapa Evan memilih untuk pergi dari rumah? Mungkin saat itu Mama pasti marah karena terkejut, bukan?" Raka menatap pemuda mungil itu yang tampak menatap dalam pada air kolam renang yang ada di hadapan mereka, "Evan pasti sangat mencintai Mama, bukan?"

Evan diam tak menjawab, terlihat raut wajahnya berubah dengan linangan air mata yang mulai mengalir di pipi berisinya, bibir ranum itu terkulum rapat, terlihat ia bergetar karena tangis.

Tangan besar milik Raka terulur menyentuh bahu Evan dan menariknya pelan, membuat kepala Evan bersandar pada dadanya lalu memeluk pemuda mungil itu erat.

"Menangislah, Kakak ada di sini." Diusapnya bahu yang bergetar dan tak berapa lama pun tangis dari Evan pecah.

Malam itu keduanya duduk bersama di pinggir kolam renang yang ada di halaman belakang rumah Raka, sepulang keduanya dari makan di luar, Raka mengajak Evan berbincang di tepi kolam, ia ingin lebih tahu tentang pemuda tersebut.

Entah apa yang terjadi pada hati seorang Raka, ia bukanlah seseorang yang mudah percaya pada orang yang baru saja ia temui, terlebih lagi sampai membawanya ke rumah, sungguh bukan Raka yang biasanya. Namun, entah mengapa saat melihat Evan kemarin membuatnya merasa ingin menjaga pemuda mungil itu, terlebih saat melihat Evan yang tengah menangis, membuat Raka iba.

"Mulai hari ini kamu tinggal aja di sini, hitung-hitung ada yang nemanin Kakak juga." Diusapnya rambut Evan lembut hingga membuat Evan tertidur di pelukan hangat Raka.

"Entah apa yang terjadi pada hati ini, Kakak pun tak tahu apa alasan Tuhan mempertemukan kita malam itu, tapi yang pasti saat ini tolong jangan pergi, jangan pergi seperti yang lainnya." Ucap Raka pelan dengan mata yang tak lepas dari menatap ukiran indah tangan Tuhan pada pemuda yang tertidur di pelukannya.

Malam itu sang rembulan bagaikan menyirami sebuah hati yang telah lama mati, membasahi hati yang gersang usai ditinggal penghuni lamanya.

~~~~~

Pagi menjelang, Raka dan Evan tengah sarapan bersama sembari mengobrol ringan di meja makan.

"Kakak dapat cuti selama dua hari, jadi Kakak mau kamu bantuin Kakak beresin rumah dan belanja, oke?"

"Siap Kapten!" Sahut Evan dengan nada semangat.

Baskara bersinar dengan terangnya pagi itu, mengusir embun-embun tipis pergi, di sertai suara kicauan burung yang ikut serta menambah ramainya Kota Bandung pagi hari.

Pesawat Kertas ~ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang