Chapter 16

100 11 1
                                    

Jatuh cinta memanglah bukan hal yang mudah, karena cinta adalah hal  besar yang mempu merubah hidup seseorang. Namun, tak jarang ia jatuh pada hati yang salah, hadir dalam bentuk yang sempurna, namun nyatanya hanya sebuah rekayasa takdir.

Seperti Evan, pemuda bertubuh mungil itu jatuh cinta pada seorang Putra Raka Atmadja. Pilot tampan yang telah merubah dunianya dalam waktu yang singkat, menariknya dari gelapnya lara menuju tempat penuh warna, penuh canda serta tawa yang hadir di dalamnya, namun di setiap bahagia tak pernah luput dari yang namanya duka. Dan, itu yang dirasakan seorang Evan saat ini, bahagianya bersama Raka hanya sebatas angan belaka, tak mampu ia hadirkan dalam dunia nyata, sebab kenyataan selalu menjadi jurang akan rasa bahagianya, terlalu dalam hingga ia hanya mampu berdiam dengan memendam rasa.

"Apa aku boleh egois?" Manik dengan cahaya itu menatap pada bayangan hitam yang perlahan hilang di balik pintu, sosok tinggi yang baru saja pergi itu adalah pemilik tahta tertinggi di hatinya saat ini. Entah tanpa sadar rasa cinta itu hadir disaat onix pertama kali menyapanya. An Sich, mungkin itu yang Evan alami, ia jatuh cinta pada Raka tanpa tahu siapa sosok Raka, jatuh cinta pada pandangan pertama ataukah memang sang takdir yang sudah membuat skenario yang sedemikian mungkin.

Tubuh mungil itu merebah asa di atas tempat tidur yang selalu menjadi saksi bisu atas tangisnya, banyak air mata jatuh di sana, tak luput tangisan penuh kesakitan yang seringkali terendam di dalamnya.

Malam itu hujan perlahan turun, membasahi Kota Bandung usai diterpa hawa panas menyengat. Namun, hujan tak pernah mampu menghanyutkan rasa luka pada diri seseorang, suaranya yang jatuh ke bumi tak bisa menjadi pembias atas tangis pilu yang keluar dari bibir tipis.

"Malam ini, sang malam kembali berhasil merebut rasa sukaku, tanpa pernah menghapus rasa dukaku."

~ ~ ~ ~ ~

"Sudah siap Dek?"

"Udah."

Tangan besar itu terulur tepat di hadapan pemuda mungil yang tengah duduk di lantai usai mengikat tali sepatunya.

"Kunci? Kan udah sama Kakak."

Pria tinggi itu menggeleng.

"Uang jajan?" Tanya si mungil bingung.

"Tangan." Ucapnya dengan nada lembut dan juga senyuman yang tak luput dari wajah tampan itu.

Si mungil memberikan tangannya, perlahan ia bangkit, tangan mungilnya digenggam erat oleh tangan besar dengan urat itu, dibawa pergi beranjak dari sana.

Seperti apa yang Raka katakan kemarin, jika selama ia cuti ia yang akan mengantar serta menjemput Evan, rutinitas baru yang menhadirkan gejolak tak biasa pada dirinya, namun gejolak itu terasa nyaman kala menyentuh kalbunya.

"Nanti sore Kakak jemput ya."

"Siap Kapten! Evan turun dulu na, hati-hati pulangnya Kak." Tubuh mungil itu bergegas turun dari mobil, meninggalkan sang Pilot dengan senyuman yang terukir sebab melihat dirimya.

Kaki mungil itu berjalan dengan santainya, di depan sana terlihat seorang pria tinggi tengah melambaikan tangan padanya.

"Ngapain lo di sini Bin? Mau jadi manekin selamat datang?"

Pesawat Kertas ~ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang