Chapter 8

131 11 7
                                    

Sang arunika datang menghiasi Kota Bandung, suara burung malam mulai terdengar di langit senja , terbang keluar dari sarang mereka guna menghibur orang-orang yang akan bertemankan sepinya malam.

"Kemana sih? Apa Kak Raka se sibuk itu?" Evan terlihat tengah duduk di meja makan sambil menatap layar ponselnya, menunggu kabar dari Raka yang tak kunjung terbawa angin sekalipun. Selepas kepergian Bintang yang mengantarnya pulang, Evan tidak langsung naik ke kamarnya dan membersihkan diri, melainkan ia duduk di meja makan dengan berulang kali mengecek ponselnya, menunggu kabar dari Pilot tampannya itu karena sudah dua hari lamanya ia tak memberi kabar.

"Apa lebih baik seperti ini? Tapi, sampai kapan?"

Evan menenggelamkan wajahnya di antara kedua tangannya yang dilipat di atas meja.

Hening.

Sepi.

Tidak ada suara apapun di dalam rumah itu selain denting jam dinding yang terdengar.

Mentari sudah kembali ke peraduannya, memanggil sang malam untuk datang dengan seribu kisah yang entah apakah akan berakhir esok hari atau masih berlanjut.

~~~~~

Pagi itu Evan terlalu malas untuk bangun dan pergi ke kampus, ia terlihat seperti zombie pagi itu, berjalan sempoyongan dengan wajah kusut dan pakaian yang semalam ia kenakan masih melekat di tubuhnya.

Drt!

"Ck, siapa sih? Gak tau apa gue mau mandi." Evan tetap berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan memgabaikan ponselnya yang berdering.

Pemuda mungil itu begitu tak bersemangat, tak seperti hari-hari sebelumnya di mana ia bagaikan seorang anak kecil yang berlarian kesana kemari di pagi harinya.

"Dah ah! Males gue mandi, pake minyak wangi ajalah." Evan kembali ke luar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Dibukanya lemari dan memakai pakaiannya dengan lesu, bibirnya tertekuk dengan tatapan sedih.

"Argh! Lo bikin gue gila Kak, kenapa sih gue harus jatuh cinta ama lo saat itu juga." Gerutu Evan dengan memandangi dirinya di cermin besar yang ada di kamarnya.

Drt!

Ponselnya kembali berdering, diraihnya benda pipih itu lalu bergegas keluar dari kamar dengan menggendong tas bewarna merah miliknya.

Kaki pendek itu berjalan dengan sedikit berlari menuruni anak tangga, dari arah luar rumah terdengar suara klakson mobil yang terus berbunyi.

Krek!

"Bisa diam gak lo! Gue pretelin ya tuh mobil!" Kesal Evan kepada mobil yang ada di hadapan rumahnya.

Tak berapa lama keluar seorang pemuda dari mobil tersebut dan langsung menghampiri Evan. "Jangan ngomel-ngomel napa, masih pagi atuh neng."

Plak!

Sebuah pukulan kuat didapatkan pemuda itu dari Evan.

"Gue lagi emosi, kalau lo ngajak ribut gue ambil piso nih!" Kesal Evan pada pemuda tinggi yang bernama Bintang.

"Oke oke. Damai ya, ayo sekarang kita ke kampus, atau mau ke Dokter dulu?"

Sebelah alis Evan terangkat, "ngapain ke rumah sakit?"

"Mau meriksain lo, siapa tau lo hamil, makanya lo ngomel-ngomel pagi gini."

"Bintang ... ." Panggil Evan dengan wajah malasnya.

"Gue ganteng? Iya tahu, udah dari sperma gue emang ganteng."

Bruk!

Plak!

Pesawat Kertas ~ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang