b─melompat

44 7 2
                                    

Air telaga berwarna keruh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Air telaga berwarna keruh. Buram, seperti lumpur di musim hujan. Takeru memasukkan jarinya ke dalam air, lalu menjilati jari yang terkena air itu. Rasanya pahit dan kotor. Takeru menggelenggkan kepala. Ini tidak bisa diminum, ujarnya.

Takeru mengangkat kepala. Baru kali ini air telaga berubah warna. Sesuatu telah terjadi di badan sungai.

"Kita tidak boleh pulang sebelum menemukan air, Mako. Aku akan memeriksa hulu. Kau pulanglah duluan." Kata Takeru.

"Aku tidak mau. Aku tetap ikut bersama Onii-san!" Seru Mako sembari menggelengkan kepala. Dia masih menunggangi Kubo.

Takeru tertawa, "Baiklah. Tapi kau harus berhenti menaiki Kubo. Karena kita akan melalui bebatuan besar, Mako." Ujarnya.

Mako menuruti perkataan Takeru dengan muka bersungut-sungut. Takeru hanya tersenyum. Betapa dia menyayangi adiknya itu. Sejak bisa lepas dari gendongan Haha, Takeru seperti tak terpisahkan dengan Mako.

Takeru yang menjaga Mako, menggendong Mako, membuatkannya mainan, membuatnya tertawa sekaligus menangis. Takeru hanya tidak ingin Mako terjatuh di antara bebatuan. Lukanya bisa parah.

Takeru menuntun Mako menyusuri hutan, demi mencari air bersih. Dugaan Takeru benar. Jalan menuju hulu cukup berat. Melewati bebatuan sebesar kandang rusa. Takeru dan Mako harus melompat secara hati-hati. Begitu juga dengan Kubo.

Mereka tiba di hulu. Tapi ada satu rintangan besar, yaitu batu seukuran rumah tempat mereka tinggal. Takeru sejenak berpikir. Dia tidak ingin Mako terluka.

"Kalian tunggulah di sini." Ucap Takeru. Ia mulai meniti jalan, mendaki batu besar. Mako dan Kubo menunggu di bawah. Bermain bersama.

Takeru berhasil melewati batu besar. Dugaannya benar. Air di hulu masih jernih. Takeru menggelontorkan kantong kulit ke dalam air. Menampung persediaan minum dan masak sebanyak-banyaknya.

Saat Takeru sedang mengumpulkan air, tiba-tiba terdengar Mako berteriak,

"Onii-san!!"

Takeru sontak menoleh, melepas kantong kulit dari genggaman tangannya, langsung melompat di tepian batu. Takeru tercengang mendapati Mako tidak ada di tempatnya semula.

"Onii-san!!"

Teriakan Mako kembali terdengar. Tapi kali ini lebih lemah dari sebelumnya. Takeru segera menyusuri batu besar demi turun ke bawah. Tidak lama Takeru sudah menginjak lantai hutan, dan ia terkesiap melihat pepohonan di depannya bergerak hebat. Ada sesuatu di sana. Ada Mako di sana!

"Mako!!"

Takeru berlari secepat yang dia bisa. Menerabas semak belukar, menabrak pohon-pohon muda tanpa peduli.

"Mako!!" Teriak Takeru keras-keras.

"Onii-san!!"

Suara Mako terdengar semakin lemah. Takeru semakin kencang berlari. Dan saat menemukan Kubo terbaring di tanah, Takeru berhenti sejenak. Napas Takeru tercekat. Perut Kubo tersayat-sayat, mengeluarkan darah yang banyak sekali. Ia telah mati.

Takeru menghampiri Kubo, bersimpuh memegangi kepala kawannya itu, lalu meletakannya kembali. Takeru berteriak sedih. Apa yang terjadi dengan Kubo?

Takeru tidak duduk berlama-lama, dia segera bangkit, berlari lagi.

"Mako!!" Teriak Takeru lagi.

Suara Mako tidak terdengar lagi.

Rimba SakuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang