d─perih

27 4 0
                                    

Takeru menapaki bebatuan tebing dengan hati-hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Takeru menapaki bebatuan tebing dengan hati-hati. Napasnya terasa berat. Tangan dan kakinya begitu perih. Batu-batu itu begitu tajam, rasa-rasanya kaki Takeru mulai berdarah.

Dan yang paling berbahaya adalah tebing itu sendiri. Jika Takeru tergelincir, maka ia pasti mati.

Tapi bayang-bayang Mako membakar gerakan Takeru. Dengan sigap Takeru meraih bebatuan, kakinya bergerak lincah mengakali medan yang curam.

Akhirnya Takeru sampai di puncak tebing. Takeru menghempaskan tubuhnya sesaat, lalu ia berdiri lagi. Tidak ada waktu bersantai. Takeru berjalan cepat menyusuri hutan yang gelap dan lembab. Takeru menajamkan pendengaran, kalau-kalau Mako memanggil kakaknya.

Tapi tidak ada suara selain bunyi gemirisik daun, hembusan angin, dan nyanyian jangkrik. Takeru mencari tak tentu arah. Dia semakin khawatir dan takut. Takeru semakin jauh berjalan, tapi belum ada tanda-tanda keberadaan Mako.

Takeru hampir putus asa. Ia mulai berpikir untuk menuruni tebing, kembali ke rumah, memberitahu Chichi dan Haha. Tapi membayangkan Mako yang sendirian di hutan, kaki Takeru seperti tersengat lebah. Dia semakin kencang mencari.

Waktu terus berlalu dan semakin habis. Takeru mulai kelelahan. Lalu ia melihat sesuatu berwarna kekuningan terselip di antara pepohonan. Takeru mendekati pohon itu.

Napas Takeru seperti tertahan. Yang menggantung di cabang pohon itu adalah potongan pakaian Mako. Sobekan di bagian bawah.

"Mako!!" Takeru berteriak sekencang-kencangnya. Menoleh ke kiri dan kanan. Tapi hutan tetap sunyi. Diam. Senyap.

Takeru melihat ke arah langit. Matahari mulai beranjak ke ufuk barat. Takeru memutuskan memanjat pohon besar di depannya, menggapai pucuk tertinggi.

Takeru sampai di puncak pohon. Ia bertumpu di dahan yang kokoh, memincingkan mata melihat sekitar. Hanya hutan belantara yang membentang luas. Di kejauhan, Takeru melihat hutan yang lebih tinggi dari lainnya, seperti atap rumah.

Mungkin itulah yang yang disebut gunung. Seperti cerita Chichi. Batin Takeru.

Takeru turun dari pohon. Digenggamnya sobekan pakaian Mako kuat-kuat. Takeru bersemangat sekaligus resah untuk menjelajahi hutan, sampai akhirnya terdengar bunyi gemerisik di balik rimbun pepohonan.

Rimba SakuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang