"Hyung, aku tidak pernah menyangka kalau kau adalah orang yang percaya pada mitos yang tidak jelas." Gyuvin mengikuti Hanbin layaknya seorang anak itik yang mengikuti kemanapun induknya pergi.
Hanbin tidak menjawab dan hanya fokus untuk mendaki. Staminanya terbatas, jadi dia tidak punya kemampuan menjawab.
Setelah menghabiskan waktu dua jam, mereka akhirnya sampai di lokasi yang di sebutkan Gyuvin sebelumnya. Rasa lelah Hanbin seketika langsung meluap begitu melihat sebuah pohon dengan batang dan akar yang sangat besar, juga sangat tinggi menjulang ke langit. Hanbin sampai harus mendongak dan menahan silau akibat cahaya mentari hanya untuk melihat daun dari pohon itu. Inilah pohon yang di sebutkan dalam legenda.
"Keren..." Pujinya kagum.
Gyuvin duduk di atas akarnya yang besar. "Sudah puas hyung? Lalu, bagaimana caramu menarik perhatian si arwah yang bahkan belum tentu nyata itu?"
Hanbin tersenyum lebar, nyaris terlihat licik. Dia menurunkan sebuah benda yang di bungkus kain berwarna hitam.
Gyuvin mendekat dengan penasaran. Sebenarnya apa yang tengah di lakukan Hanbin? Hanbin terlihat serius membuka tali yang mengikat benda itu kemudian dengan hati-hati menyingkirkan kain hitam yang membungkusnya. Gyuvin terkejut melihat bahwa benda yang di bawa oleh Hanbin adalah sebuah biola!
"Biola? Untuk apa itu?"
Hanbin tersenyum penuh kemenangan dan memposisikan biola itu ditangannya.
"Ada beberapa bagian dari legenda yang tidak kau ceritakan, atau mungkin kau tidak tahu. Ada fakta dalam legenda yang mengatakan, arwah penunggu pohon ini sangat menyukai lantunan musik terutama biola. Dia akan menghargai orang yang bersedia memainkan musik untuknya. Karena selama ini dia tinggal sendirian di kesunyian hutan, dan sangat bahagia jika ada lantunan musik yang terdengar."
Gyuvin tidak bisa lebih kaget daripada ini. "Kau mencari tahu lebih dalam hanya untuk sebuah mitos? Kau benar-benar mempelajarinya dan serius mempercayainya?"
Hanbin menggeleng masih dengan senyuman di wajahnya, "Gyuvin, mitos itu belum tentu hanya mitos. Arwah penunggu ini juga belum tentu hanya legenda. Taukah kau, Gyuvin-ah, penunggu pohon ini bukanlah arwah, melainkan sesosok elf yang menyukai musik."
Gyuvin mengusap wajahnya, "kenapa tiba-tiba jadi elf? Di buku cerita mana kau membacanya? Aku jadi penasaran sebenarnya legenda ini ada berapa versi."
Hanbin terkekeh kecil dan bersiap memainkan biola di tangannya. "Kau dengarkan dan lihat saja."
Tapi ketika hendak menggesekkan bow pada senar, Gyuvin menghentikan nya lagi.
"Hanbin hyung Hanbin hyung!"
"Ada apalagi Kim Gyuvin?" Hanbin lama kelamaan jengah dengan kelakuan ajaib Gyuvin.
"Kau bisa memainkan biola? Bukannya kau ini buta seni?"
Perempatan muncul di kepala Hanbin, menandakan dia benar-benar kesal saat ini. "Gyuvin-ah, kau terlalu memandang rendah aku. Diam dan dengar kan saja!"
"Baiklah, aku akan tutup mulut." Gyuvin menutup mulutnya dengan telapak tangannya sendiri, matanya berkedip polos seakan menunggu Hanbin untuk bertindak. Hanbin menarik nafas dan menghembuskan nya dengan panjang. Dia harus cukup sabar jika ingin mempertahankan Gyuvin di sisinya.
Hanbin akhirnya mencoba mengabaikan kehadiran Gyuvin dan mulai menggesek senarnya. Nada-nada lembut di lantunkan dengan santai, mengisi kesunyian hutan. Hanbin memejamkan matanya, berusaha untuk bersatu dengan nada yang dia mainkan. Dia harus mencurahkan perasaannya, atau elf penunggu pohon itu tidak akan menemuinya, karena tidak adanya ketulusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The King [Sung Hanbin]
Fantasy[Fantasi, No romance, No bl, but bromance] Sung Hanbin, mahasiswa biasa yang menjalani kehidupan monoton suatu hari harus masuk ke dalam sebuah novel fantasi dengan akhir yang tragis. Bukan hanya itu, dia masuk ke tubuh seorang karakter figuran meny...