[Typo Bertebaran.]
.
.
.
******
"Selamat Ervan, Kamu berhasil mengharumkan nama baik sekolah kita, Ibu bangga sama kamu!"
Suara yang terdengar antusias, tetapi sangat lembut untuk didengar. Dari seorang wanita paruh baya yang selama ini telah menjadi wali kelasnya dikelas 10. Ervan, menundukkan kepalanya kala merasakan elusan lembut dari sang guru. Bukan tanpa alasan sang guru memuji dirinya. Ia yang telah berhasil menempatkan juara pertama di olimpiade matematika adalah sebuah prestasi yang patut untuk di banggakan. Hanya saja perasaan itu tak dapat Ervan rasakan sekarang.
Remaja itu menatap dingin pada sebuah piala dan amplop yang dipegangnya. Ervan menghirup napasnya dalam-dalam seraya memejamkan matanya dengan erat. Sikap perhatian sang guru sedikit memberikan kehangatan untuknya. Hanya saja, ada seseorang yang lebih Ia harapkan untuk memberikan perhatian khusus seperti ini. Apa yang telah Ia harapkan tentu tak akan terjadi. Ayah dan Abangnya yang memiliki gelar sebagai keluarganya bahkan tak hadir diantara begitu banyaknya guru-guru dan teman-temannya yang bahkan rela meluangkan waktu mereka hanya untuknya.
Ervan kembali membuka matanya, kepalanya terangkat dengan mengukir senyum manis menatap sang guru yang berdiri tepat dihadapannya."Ini juga berkat Bu Livy. Ervan gak mungkin bisa menang tanpa bimbingan Ibu dan guru lainya. Terima kasih banyak untuk semuanya."
Bu Livy hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat murid didepannya itu."Ayo kita pergi dulu! Kepala sekolah dan yang lainnya pasti sudah menunggu."Mereka yang semula berdiri di atas panggung kini segera turun. Ervan pergi mengikuti langkah Bu Livy, wali kelasnya. Menghampiri kepala sekolah, guru dan teman-temannya yang telah menanti kedatangan dirinya dan Bu Livy.
Setelah sampai di sana. Ervan segera disambut dengan berbagai ke-antusiasan oleh para guru dan teman-temannya yang lain. Bahkan canda dan gurauan tak lupa mereka lakukan.
"Selamat ya nak!"
"Wah Ervan selamat! Kamu hebat banget!"
"Teman aku loh itu!"
"Dih ngaku-ngaku! Ervan itu teman aku!"
"Van nanti ajarin aku ya, biar bisa hebat kayak kamu juga. Mana tau nanti kita bisa bersaing!"
"Keburu kalah duluan kamu nya!"
"Hahahah__"
Kini tawa yang cukup keras hampir memenuhi seluruh ruangan di bawah perhatian para tamu lainnya, bahkan lelaki yang menjadi objek awal mula tawa ini dimulai juga ikut tertawa bersama, Ervan tak melewatkan kesempatan bahagia itu untuk tersenyum dengan lebarnya. Para guru yang ada di sana hanya memperhatikan para murid-muridnya itu dengan senyuman hangat mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
GABRILIO
Teen Fiction[Brothership, Bromance, Friendship, dan Familyship.] ~~~ Tepat di hari ulang tahunnya yang ke-16. Meninggal dunia di tangan Ayah dan Abangnya sendiri mungkin adalah kado terindah yang Ervan dapatkan selama sisa hidupnya. Bahkan rasa sakit pada tubuh...