~~~Terdapat kata-kata kasar, jadi yang puasa, disarankan bacanya malam aja ya guys :)
[Typo Bertebaran]
.
.
.
******
Tap...Tap...
Tap...
Langkah kaki terdengar ditempat yang hanya dipenuhi oleh kegelapan. Lio mengerutkan keningnya dalam, kala menyadari seberapa jauh pun Ia berjalan. Ia tak kan pernah menemukan apapun. Seolah tempat asing yang Ia tempati sekarang adalah tempat tak berujung.
Hanya ada kegelapan, kegelapan yang sama, saat pertama kali Ia membuka matanya.
"Lio...."
Langkah Lio terhenti, tubuhnya dengan cepat berbalik tapi tak ada siapapun dibelakangnya membuat Lio seketika terdiam. Jelas seseorang telah memanggil namanya tadi.
"Lio...."
Suara asing itu kembali terdengar, tapi kali ini bersamaan dengan sebuah cahaya yang tak tahu dimana asalnya muncul didepan matanya.
Cahaya yang sangat menyilaukan, membuat Lio tanpa sadar menutup kedua matanya dengan rapat.
"Lio, kakek harus pergi...."
"Enggak!"
Kedua mata Lio terbuka lebar, kala suara keras terdengar. Tanpa sadar matanya mengitari menatap sekelilingnya. Ruangan gelap yang semula Ia tempati kini dipenuhi dengan warna dan cahaya putih.
Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Ia tak sendiri. Ada dua orang yang berbeda usia kini berdiri tak jauh didepannya.
"Kakek, jangan pergi!"
"Enggak kakek!!"
"Jangan tinggalin Lio!"
"Hiks, Ka-kakek!"
Pandangan Lio tertuju pada seorang anak kecil yang sekuat tenaga berlari menggapai seorang yang Ia panggil dengan kakek. Sekeras apapun Isak tangis yang terdengar dan seberapa banyak anak itu berusaha menggapai. Pria yang menjadi kakeknya itu bahkan tak menggubris sedikitpun dan berjalan semakin menjauh.
Melangkah, kaki pria itu terus melangkah. Seolah tak perduli seseorang sedang mencoba mengejarnya.
Hingga dapat Lio lihat langkah pria itu terhenti dan berbalik menatap anak kecil didepannya. Hanya dalam sekejap, wajah Lio seketika memucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
GABRILIO
Teen Fiction[Brothership, Bromance, Friendship, dan Familyship.] ~~~ Tepat di hari ulang tahunnya yang ke-16. Meninggal dunia di tangan Ayah dan Abangnya sendiri mungkin adalah kado terindah yang Ervan dapatkan selama sisa hidupnya. Bahkan rasa sakit pada tubuh...