[Typo Bertebaran.]
.
.
.
******
Pintu didorong terbuka, suara decitan yang terdengar seketika memecahkan keheningan dimalam hari. Disebuah kamar yang minim akan cahaya, decakan kesal terdengar dari seorang pria yang berharap pergerakan yang Ia lakukan tidak menimbulkan suara sedikitpun. Tetapi, helaan napas lega segera Ia keluarkan saat melihat seseorang yang tertidur diatas ranjang rumah sakit tak sedikitpun merasa terganggu.Senyum smirk segera terbit diwajahnya menyadari tak ada satupun orang yang menjaga.
"Apakah mereka pantas menjadi keluarga Lo Lio? Bahkan disaat Lo sakit tidak ada satupun yang menjaga Lo?" Suara yang sangat pelan, bahkan mungkin hanya dirinya yang dapat mendengarnya.
"Dan, sejak kapan keluarga Alnerson kekurangan uang? Sampai mereka tidak mampu untuk menyewa beberapa pengawal untuk menjaga dan melindungi anak mereka?"
Langkah demi langkah pria itu mendekat, hingga Ia berdiri tepat disamping ranjang yang Lio tempati."Mereka memperlakukan Lo seperti Lo hanyalah orang asing Lio."
"Atau..., Musuh mereka?" Tangannya terulur untuk menyentuh rambut Lio, mengelusnya dengan lembut. Sebuah senyuman semakin terukir lebar diwajahnya disaat melihat ketidaknyamanan diwajah Lio. Anak itu mengerutkan keningnya seolah merasakan sedikit kesakitan dengan matanya yang masih terpejam erat.
"Tidurlah Lio," bisik pria itu dengan lembut, tangannya menepuk-nepuk singkat kepala Lio, membuat kerutan yang semula tercetak jelas diwajah anak itu segera menghilang.
"Lio, Lio. Lo bahkan belum menjelaskan kepada Gue apa yang Lo sembunyikan."
***
"Bang Lio yakin mau pulang?"
"Hmm."
Bian menghela napasnya dengan berat. Pagi ini, Remaja itu sedang mengemasi barang-barang Abangnya yang selama ini digunakan dirumah sakit untuk dibawa pulang. Ada sedikit keengganan terlihat pada remaja itu.
"Bang Lio gak mau nginap beberapa hari lagi?"
Lio menggelengkan kepalanya, senyum tipis terukir diwajahnya memperhatikan adiknya itu. Penampilan Lio bisa dibilang sangat tampan sekarang, memakai baju kaos putih dan celana jeans yang sudah disiapkan oleh adiknya, walaupun perban masih terpasang dikepalanya, tak sedikitpun mengurangi kadar ketampanan pada pemuda itu. Kata dokter, lukanya belum sepenuhnya mengering, mungkin setelah beberapa hari lagi perbannya akan boleh dilepas.
Keteguhan Bian untuk mencegahnya pulang, membuat Lio menyadari ada sesuatu yang telah disembunyikan oleh adiknya itu. Ia hanya sedikit pernasaran, dan mencoba mencari tahu jawabannya dengan meninggalkan rumah sakit hari ini.
Lio duduk dengan tenang didalam mobil yang Ia tempati, memperhatikan jalanan yang dipenuhi dengan kendaraan. Setelah cukup lama berada dirumah sakit membuat perasaan bahagia Ia rasakan melihat keindahan didepan Matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GABRILIO
Teen Fiction[Brothership, Bromance, Friendship, dan Familyship.] ~~~ Tepat di hari ulang tahunnya yang ke-16. Meninggal dunia di tangan Ayah dan Abangnya sendiri mungkin adalah kado terindah yang Ervan dapatkan selama sisa hidupnya. Bahkan rasa sakit pada tubuh...