[Typo Bertebaran]
.
.
.
******
Lio menggepalkan tangannya yang terlihat sedikit bergetar. Bukan keinginannya untuk terlihat takut disaat seperti ini, tapi melihat sosok yang sangat Ia benci kini berdiri tepat didepan matanya, membuat naluri tubuhnya bergerak tanpa perintah.Kenapa? Kenapa dia ada disini? Seseorang yang ingin Ia lupakan keberadaannya. Kenapa sekarang muncul dihadapannya? Wajah Lio perlahan menggelap, matanya menatap dingin kearah Arsad yang bahkan pemuda itu tak pernah lepas menatap kearah Lio.
Arsad tentu menyadari tatapan penuh kebencian kini tertuju padanya, tapi semakin Arsad memperhatikannya hanya semakin membuatnya tertarik.
"Abang menemukanmu...,"
"Baiklah, jadi mulai sekarang Arsad akan menjadi teman sekelas kalian mulai sekarang. Ibu harap kalian semua bisa berteman baik dengan teman baru kalian ini."
"Jika kalian ingin menanyakan sesuatu tentang Arsad, kalian bisa bertanya secara langsung."
"Jadi Arsad, sekarang kamu bisa duduk di kursi di depan sana." perintah Bu guru menunjuk kursi kosong untuk Arsad tempati.
"Saya ingin duduk dibelakang," tolak Arsad, membuat Bu guru mengerutkan keningnya bingung.
"Bukankah duduk di depan lebih nyaman?Dan juga, tidak ada kursi kosong di belakang jadi kau bisa duduk di depan!" jelas Bu Guru.
"Bukankah di sana kosong?" tanya Arsad menunjuk kursi kosong yang berada tepat di samping Lio. Apa yang Arsad katakan membuat Bu Guru segera terdiam, memang benar disana kosong, tapi....
Tak menunggu Ibu guru kembali membuka suaranya. Arsad segera melangkahkan kakinya ke tempat yang Ia inginkan.
"Kenapa dia ingin duduk di samping Lio?"
"Bukannya Lio nggak suka ya ada orang yang duduk didekat dia?"
"Kedua sahabatnya aja nggak dibolehin apa lagi dia,"
"Benar, apalagi Lio kan anak pemilik sekolah ini,"
"Gak ada yang berani untuk duduk di samping Lio, karena dia anak pemilik sekolah ini. Tapikan, dia murid baru, mungkin aja nggak tahu...."
Selama perjalanan menuju kursi belakang, bisik-bisik para murid terdengar jelas di telinga Arsad. Arsad menatap ke arah mereka dengan dingin membuat orang-orang yang sebelumnya bersuara segera terdiam dibuatnya.
Sedikit lagi, hanya perlu beberapa langkah untuknya bisa duduk dengan tenang. Hingga sebuah tangan yang kini terentang di hadapannya itu membuat langkahnya harus terhenti. Sebuah tangan yang telah menghalangi jalannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GABRILIO
Teen Fiction[Brothership, Bromance, Friendship, dan Familyship.] ~~~ Tepat di hari ulang tahunnya yang ke-16. Meninggal dunia di tangan Ayah dan Abangnya sendiri mungkin adalah kado terindah yang Ervan dapatkan selama sisa hidupnya. Bahkan rasa sakit pada tubuh...