Rumah

4.2K 131 0
                                    

Matahari baru saja menyelesaikan tugasnya untuk menyinari belahan bumi bagian Jeonbuk, Honam, Jeolla Utara. Lembayung berwarna keemasan masih terlihat saat Jaemin pulang sore itu.

Dengan mantap Jaemin menekan pin keamanan pintu apartemennya, kemudian membuka pintunya perlahan seolah takut akan mengganggu penghuni apartemennya yang sedang tidak pergi, walau dia tahu akan disambut dengan kesunyian.

Dilihatnya keadaan apartemennya yang rapi dan bersih, tapi terasa hampa itu. Jaemin menghembuskan napasnya perlahan, menarik kopernya yang tidak seberapa besar itu dan meninggalkannya di dekat rak sepatu.

Kaki jenjangnya melangkah ke arah dapur untuk membuat susu kedelai hangat, diperhatikannya lagi keadaan dapur yang terlihat bersih tanpa ada debu sedikit pun walau sudah ditinggal kosong selama dua minggu.

15 menit lagi, batin Jaemin setelah melihat jam di ponselnya.

Selesai membuat susu kedelai, Jaemin segera membersihkan dirinya dan berharap suasana hatinya juga akan berubah menjadi lebih hangat, karena dia sudah tiba di rumah.

Tapi ternyata setelah mandi pun, suasana hati Jaemin masih belum berubah – masih terasa muram. Akhirnya Jaemin memutuskan untuk duduk di meja makan, bertopang dagu sambil menatap segelas susu kedelai yang tadi dibuatnya.

Sampai terdengar suara pintu utama terbuka, Jaemin langsung berdiri dari duduknya, bergegas membawa kaki jenjangnya ke pintu utama dan suasana hatinya seketika langsung berubah.

"Nampyeon?"

"Jeno..."

*

Jaemin belum melepaskan pelukan eratnya pada Jeno sejak pasangan sahnya itu menginjakkan kakinya di apartemen mereka.

"Ng... aku bawa masuk barangnya Jeno dulu, ya," ujar Jisung, adik kandung Jeno yang langsung merasa jadi pengganggu di antara kakak dan kakak iparnya.

"Iya Sungie, makasih," ujar Jeno lalu mengusap kepala Jaemin, "Jaemin, lepas dulu, yuk?"

Mendengar itu justru mempererat pelukan Jaemin pada tubuh Jeno, "kangen banget."

Jeno terkekeh mendengar itu, "sama, lepas dulu ya pelukannya, aku mau ambil minum."

"Sini," Jaemin menggandeng Jeno dan membawanya ke ruang makan, "aku udah buatin susu kedelai buat kamu."

Jeno tersenyum manis melihat nampyeon-nya yang menarikkan kursi untuknya duduk dan menyodorkan susu kedelai yang disebutkannya tadi.

"Makasih ya," sahut Jeno sebelum meminum susunya.

Jaemin menjulurkan tangannya ke perut Jeno, mengusapnya lembut, "susu yang proteinnya tinggi bagus buat kondisi kamu sekarang."

Jeno hanya tersenyum, lalu tak lama setelahnya alisnya terangkat saat melihat Jaemin bertopang dagu sambil memandang ke arahnya dengan pandangan penuh damba.

"Kenapa?" tanya Jeno.

"Kenapa sih, kamu gak mau kalo aku pulangnya ke Bandara Incheon aja? Dari situ kan kamu bisa jemput aku terus kita ke sini bareng," rengek Jaemin, yang masih menyesali kenapa dia harus menanggung rasa sepinya terpisah dari Jeno lebih lama.

"Loh, ya lebih bagus kalo kamu langsung ke Bandara Gunsan, gak perlu berurusan di migrasi sampe dua kali, langsung ke sini. Terus aku kan tinggal nyusul dari Incheon dianter Jisung."

"Pokoknya aku gak mau lagi kalo disuruh ngurus cabang di New York, dan harus kepisah lama dari kamu," Jaemin meraih tangan Jeno dan mencium punggung tangannya dengan lembut.

"Atau, setidaknya lain kali kamu harus ikut aku," sahut Jaemin lagi.

"Iya, Jaemin, aku ikut kamu nanti," ujar Jeno sambil mengusap pipi Jaemin.

Sudah bertemu beberapa jam, Jaemin juga Jeno masih asyik mempertipis kerinduan mereka sambil berbincang di meja makan.

Jaemin menatap lamat-lamat pasangan sahnya itu demi memuaskan dahaganya setelah tidak bertemu selama dua minggu karena urusan pekerjaan.

Pernikahan Jaemin dan Jeno yang bahkan belum mencapai perayaan anniversary pertama itu harus dihadapkan dengan kenyataan pahit yang membuat mereka terpisah selama dua minggu.

Sebagai calon pimpinan sebuah pabrik mi instan asal Korea Selatan milik keluarga, Jaemin harus dikirim ke New York, Amerika Serikat untuk mengurus pembangunan cabang pabriknya di sana.

Perginya Jaemin ke New York juga sebagai pembuktian bahwa Jaemin sudah siap menjadi seorang pemimpin perusahaan yang akan berkesinambungan dengan status barunya sebagai pemimpin keluarga kecilnya bersama Jeno – pemimpin rumah tangga yang akan mengayomi, membimbing dan menjadi tulang punggung bagi Jeno.

Karena itu, Jaemin tidak bisa turut serta membawa Jeno pada kepergian pertamanya ke New York, sebab selama dua minggu penuh dia di sana hanya disibukkan oleh pekerjaan.

Sedangkan Jeno ditarik oleh orang tuanya untuk tinggal kembali bersama mereka di Incheon selama ditinggal Jaemin ke New York. Hitung-hitung agar Jeno tidak merasa kesepian di apartemen mereka di Jeonbuk dan juga agar bisa diperlakukan seperti anak Raja oleh orang tuanya, tidak seperti di apartemennya yang harus repot mengurus ini-itu sendiri.

Dan apa yang menjadi keluhan Jaemin adalah ketika sudah saatnya dia kembali ke pelukan Jeno, Jaemin inginnya memangkas waktu perpisahan mereka dengan pulang melalui Incheon yang dijemput Jeno tanpa perlu pulang sendiri-sendiri dengan Jeno yang menempuh perjalanan darat dari Incheon ke Jeonbuk selama dua jam.

Tapi kini itu semua sudah tidak jadi persoalan lagi, Jaemin sudah pulang dan sudah merasa di rumah karena Jeno juga sudah ada di sampingnya.

Saat kau di rumah, aku di rumah.

Rumah - fin

Beautiful | Jeno HaremTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang