Ting Tong..
Ting Tong...Aurel bergegas turun menuju lantai satu manakala suara dering bel terdengar sangat nyaring, sehingga Aurel terka tamu yang datang tidak lain dan tidak bukan merupakan Servino. Aurel lantas buru-buru melepaskan engsel rantai yang terpaut dalam lubang untuk kemudian Aurel memutar kunci pintu agar daun pintunya dapat terbuka sedikit demi melihat apakah terkaan Aurel sungguhan terjadi ataukah tidak.
"Ka Vino?" Sapa Aurel girang, namun detik selanjutnya Aurel menyesalkan sapaannya karena tamu yang datang berkunjung Randy bukan Servino, melainkan Arkan. Pria yang acapkali merasa terobsesi dengan Aurel, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah, kini sedang berdiri tegap di hadapannya dengan seutas senyum hangat sebagai salam pembuka.
"Aurellya Cameron, lo nyari kakak lo, ya?" Sindir Randy sarkas.
Aurel memundurkan langkah, berupaya menutup pintu dengan gerakan gesit namun sayangnya tenaga Aurel tidak lebih kuat serta kokoh daripada tenaga Randy yang kini berhasil meletakkan satu kaki tanpa rasa sakit ataupun luka, sehingga pintunya tidak tertutup rapat. Randy bahkan sudah menunggu selama kurang lebih sepuluh menit dengan penekanan pada bel sebanyak lima kali.
"Ngapain lo mampir?!" Sentak Aurel tidak suka atas kedatangan Randy yang tiba-tiba seperti boneka jailangkung.
Randy hanya melebarkan senyum. "Mau main aja. Kebetulan gue habis jogging."
Aurel mendesis. Benarkah Randy habis jogging? Kelihatan dari penampilannya saja, sudah jelas menerangkan bahwa Randy pasti berbohong. Mana ada jogging dengan setelan kemeja rapi seolah baru saja pulang beraktivitas bukannya pulang dari kegiatan berolahraga. Beda agenda beda penampilan, Aurel tidak percaya.
"Gue ganti baju. Lo jangan suudzon mulu ah, capek guenya." Sahut Randy pada Aurel yang justru menyipitkan mata selayaknya detektif handal.
"Oh gitu, ya sori. Gue kan gatau. Lagian lo ngapain jogging sampai merambatnya ke rumah gue?"
Randy mengerlingkan mata. Dia tidak berminat untuk berdebat apalagi jika sudah bersama Aurel. Berdebat dengan wanita sama saja seperti menurunkan harga dirinya sebagai seorang pria.
"Ya masalahnya jalan ini milik umum. Lo kok jadi yang ngatur? Bapak lo Pejabat atau Presiden?!" Balas Randy jahat. Mulutnya memang pedas tapi sumpah Randy hanya ingin Aurel berhenti berurusan dengannya, terutama untuk masalah sepele. Harus Randy jelaskan bagaimana lagi mengenai sikap Aurel yang terkadang mudah untuk tantrum pada sekelilingnya jika itu tidak sesuai.
Aurel membelalakan matanya. Sialan. Randy kenapa jadi menyudutkan diri? Memang Aurel akui jika Randy benar, orang tuanya bukanlah seorang Presiden maupun Pejabat sehingga siapa yang peduli pada iming-iming anak konglomerat yang mudah diterima masyarakat? Aurel lalu menunjukkan gimik sangat kesal terhadap ucapan Randy yang melampaui batas.
Tidak lupa Aurel mengangkat jari tengah kepada Randy agar Randy bisa mengerti jika Aurel sangat membencinya hang dari lima puluh persen berubah menjadi seratus persen. Randy kemudian balas tindakan Aurel, bersikeras jika Aurel yang salah, namun wanita ini tidak ingin goyah pada pendiriannya.
"Gue benci lo!" Sungut Aurel. Kedua matanya nyaris mengeluarkan air mata.
Randy seolah tidak gentar, menyahut. "Gue lebih benci sikap kekanakan lo, rel. Be wise please! Ini jalan umum, siapapun berhak untuk lewat. Lo harus belajar nurunin ego demi kepentingan umum, Tuhan gak ngurusin lo doang."
Aurel berjengit, siap melayangkan tampaknya tapi sayangnya Randy telah lebih dulu lari. "Sini lo! Perkataan lo itu nyakitin gue!" Teriak Aurel tantrum.
Randy menghela napas. Menurutnya hanya Vino yang bisa menetralkan sikap Aurel, dia sendiri angkat tangan ketika sudah mulai kelelahan. Aurel itu cantik namun egonya tinggi sekali, Randy hanya mampu menghela napas karena dia juga malas berdebat sedangkan Randy tahu dia pernah menyimpan rasa untuk Aurel. Aurel tidak pernah berubah dan itu yang membuat Randy tidak bisa terus bersamanya. Mereka tidak bisa sering bertemu, mungkin, sejak kematian seseorang yang berarti.
KAMU SEDANG MEMBACA
VRIJE STIJL [Semi-Baku]
Teen FictionAurellya Cameron pikir pertemuannya dengan Gavin Nichols akan membuahkan hasil yang baik, manakala mereka dekat dengan hubungan yang terlalu spesial. Semua orang tampak senang menggunjing mereka sampai keduanya selalu menjadi bahan pusat perhatian...