VRIJE STIJL

72 24 7
                                    

☆ Full of Presented ☆

Di dalam sebuah kamar yang di dominasi warna cat biru langit, terdapat seorang perempuan berparas cantik tengah sibuk membenarkan kerah baju seragamnya. Sesekali tangan perempuan itu membenarkan dasinya yang terlihat sedikit miring.

Perempuan itu menampilkan deretan gigi kelinci putih, terlihat sangat puas ketika melihat pantulan dirinya sendiri disebuah cermin besar. Pakaian serta rambut yang sudah ditata dengan sangat rapi sedaritadi semakin membuat perempuan itu mengulum senyum manisnya. Sekilas perempuan itu melirik arloji ditangan kirinya, pukul enam lebih dua puluh menit. Itu berarti dia harus segera bergegas jika tidak ingin terlambat masuk sekolah.

Dengan cepat, tangan perempuan itu langsung menyambar tas yang berada diatas meja belajar. Kakinya melangkah ke ambang pintu, sedangkan tangannya terulur menarik ke bawah knop pintu di hadapan. Membuka pintu lalu menutup rapat kembali setelah dirinya benar-benar sudah diluar.

Beberapa anak tangga, perempuan itu pijakki dengan teliti. Bak seorang putri kerajaan yang tengah berjalan hati-hati memegangi dress panjangnya. Perempuan itu melangkahkan kaki menuju meja makan. Tempat dimana semua keluarganya biasa berkumpul untuk menyantap sarapan pagi mereka.

"Pagi Ayah, Pagi Bunda!" sapa perempuan tadi sembari mengecup pipi kedua orang tuanya dengan semangat membara. "Pagi juga bang!" Tidak lupa menyapa kembali kakak laki-lakinya yang sedang fokus bermain game diponsel, Aurellya mendapatkan jawaban berupa penghirauan sapaan sehingga dia hanya memasang raut kesal dengan berkacak pinggang.

"Pagi juga sayang," jawab Tiara Cameron, selaku Bunda Aurellya. Tiara mulai mengambilkan beberapa sendok nasi goreng ke atas lempengan piring, menaruh telur mata sapi di atas sebagai topping. Kemudian menyerahkan piring tersebut ke anak perempuannya.

"Sarapan dulu biar badannya ga sakit," nasihat Tiara disertai sebuah senyum hangat di wajah cantiknya.

Putrinya yang bernama lengkap Aurellya Cameron, atau kerap dipanggil Aurel itu hanya menganggukkan kepala senang karena bisa sarapan bersama lagi usai Aurel tidak menyayangkan keputusannya untuk pindah sekolah. Aurel leka melahap sarapan paginya dengan perasaan baru dan juga suasana baru.

"Hari ini lo berangkat naik apa?" Diseberangnya, pria bernama Revino yang menjadi Kakak pria Aurel kini mulai bertanya penasaran. Perhatiannya lantas teralihkan usai menyadari jika dia tidak boleh berlama-lama bermain ponsel, apalagi di tenggat jam sarapan pagi. Aturan semacam ini sejujurnya sudah lama diterapkan dalam lingkup keluarga mereka. Dan Vino tidak melirik Aurel sama sekali selama dia bertanya.

Mendengar perkataan Vino, Aurel memberhentikan aktivitas makannya sebentar. "Sepeda. Kenapa?"

"Ga mau bareng?" Tawar Vino jarang-jarang, karena biasanya Aurel diantarkan oleh Ayah Agra alih-alih dia mandiri berangkat sendiri ke sekolah.

"Ga." Aurel kembali melahap habis sarapannya setelah menjawab pertanyaan Vino seperti biasa seolah kepindahannya juga bukan merupakan berita penting yang pantas dibicarakan berhari-hari, meski Aurel sempat menangkap tatapan Vino yang masih beluk terbiasa atas alasan Aurel mengapa dia memutuskan pindah, karena baginya tidak ada yang lebih merepotkan daripada memulai semua dari awal lantaran tidak bisa melanjutkan kelas hanya karena Aurel merasa tidak betah di sekolah lama.

"Kenapa kamu ga ikut kakak kamu?" kini giliran seorang laki-laki paruh baya dihadapan mereka yang ganti bertanya. Laki-laki itu adalah Agra, yang sedaritadi tampak asik membaca koran.

Aurel menghabiskan teguk terakhir susu cokelat digelas. Mengelap sudut bibirnya yang belepotan lalu tersenyum hangat menatap Ayahnya. "Ga, yah, Aurel lebih suka berangkat sendiri."

VRIJE STIJL [Semi-Baku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang