Bryan dan Aurel kini saling terdiam. Memperhatikan sang penambal ban sepeda dengan teliti. Setelah acara jambak-jambakkan itu berhenti, keduanya langsung terdiam. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara terlebih dulu ketika suasana canggung menyelimuti keduanya.
Sudah terhitung satu jam setengah, Bryan dan Aurel duduk terdiam seperti ini. Bahkan perut mereka sudah berbunyi sedaritadi, meminta untuk diisi beberapa asupan nutrisi. Seorang pedagang bakso keliling tiba-tiba berjalan melewati bengkel sepeda. Membuat Bryan dan Aurel menatap secara bergantian.
"Gue laper."
"Sama."
"Ngebakso aja, yuk?" ajak Aurel. Moodnya yang memburuk perlahan kembali membaik saat keduanya menemukan pedagang bakso keliling tersebut. Bryan yang berada disamping Aurel sontak mengangguk semangat.
"Mang, bakso!" teriak Bryan membuat penjual bakso itu menolehkan kepala, menghampiri dirinya.
"Boleh dek, mau pesen berapa?" tanya penjual bakso itu ketika dirinya sudah berada dihadapan Bryan dan Aurel.
"Baksonya dua. Sambelnya dipisah ya, mang," ujar Aurel mulai menginterupsi. Mendengar pesanan Aurel, penjual bakso itu langsung membuat sesuai keinginan pelanggannya.
Bryan menyuruh Aurel untuk duduk menunggu, selagi baksonya disiapkan. "Nih, minum. Gue tau lo nahan haus daritadi." Bryan menyerahkan sebuah teh botol kepada Aurel.
"Makasih." Tangan Aurel menerima pemberian Bryan dengan sopan, mengingat kelakuan dirinya yang sangat menyeramkan saat beberapa jam lalu. Aurel mulai memutar penutup botol itu, hendak membuka. Namun jari-jemarinya yang terasa lengket akibat terkena pomade milik Bryan membuat dirinya susah membuka penutup botol tersebut.
Disampingnya, Bryan yang sedang asik bermain game diponsel sontak mengalihkan perhatian menatap Aurel. "Kalau gabisa itu ngomong. Biar gue bantu." tangannya perlahan membuka penutup botol milik Aurel. Menyerahkan botol yang sudah terbuka itu kepada perempuan disampingnya.
Aurel tersenyum tipis menanggapi perkataan Bryan. "Sekali lagi makasih. Maafin kelakuan gue yang udah ngejambak rambut lo tadi," ujar Aurel disertai rasa bersalah. Dia menundukkan kepala tidak berani menatap Bryan. Bisa saja kan jika laki-laki itu punya niatan untuk membalaskan dendamnya pada Aurel.
Bryan yang sedang menerima dua mangkuk bakso lantas langsung menaruh mangkuk tersebut diatas meja. Ditatapnya wajah Aurel yang tengah menunduk dengan kekehan kecil. "Ngapain lo nunduk? Santai aja kali, lagian gue udah maafin lo, kok. Baksonya udah jadi nih, gamau lo makan?"
Perlahan Aurel mendongakkan kepalanya, merasa sedikit lega karena laki-laki disampingnya ini tidak merasa marah ataupun dendam kepada dirinya. Brya mengulurkan tangan, menyerahkan satu mangkuk bakso kepada Aurel. "Buruan dimakan. Ntar baksonya keburu dingin."
Dengan gestur sigap, tanan Aurel. Menerima mangkuk bakso pemerian Bryan. Perempuan itu mulai meniup-niupkan isinya yang masih panas lalu memakannya ketika sudah agak dingin. Gerakan tangan yang hendak melahap bakso suapan keempat miliknya mendadak terhenti ketika Aurel merasakan sebuah tangan tengah menyelipkan poni panjangnya ke belakang telinga.
"Gue risih ngeliat poni panjang lo. Makanya gue rapihin tuh poni, biar ga ngalangin wajah cantik lo."
Blush!
Semburat rona kemerahan tiba-tiba terpampang jelas dikedua pipi Aurel. Entah mengapa ada perasaan aneh yang sedang menjanggal didalam hatinya. Aurel tidak tahu apa itu. Yang jelas perasaan itu dapat membuat jantung Aurel berdetak lebih cepat dari biasanya.
Seolah-olah tidak memperdulikan tatapan mematung perempuan disampingnya, Bryan kembalikan melanjutkan acra makannya yamg sempat terenk sejenak. Mengunyah serta menghabiskan makanan tersebut tanpa sisa.

KAMU SEDANG MEMBACA
VRIJE STIJL [Semi-Baku]
Teen FictionAurellya Cameron pikir pertemuannya dengan Gavin Nichols akan membuahkan hasil yang baik, manakala mereka dekat dengan hubungan yang terlalu spesial. Semua orang tampak senang menggunjing mereka sampai keduanya selalu menjadi bahan pusat perhatian...