Prolog

177 17 1
                                    

*****

*******

Sejak dulu cita-citaku adalah menjadi penulis. Aku suka menuliskan apa yang ada di dalam pikiranku, terutama saat aku mulai membuat skenario palsu di kepalaku dan berpikir hal yang tidak-tidak atau...bahasa gaulnya sih overthingking.

Menuliskan keluh kesah, padanganku terhadap dunia, namun favoritku adalah membuat sebuah kisah. Kisah yang berterbalikan dengan hidupku di dunia nyata.

Dengan menulis, aku bisa membuat sebuah kisah yang selalu kuimpikan. Yah segala sesuatu yang kuinginkan di dunia ini hanya bisa terwujud dalam sebuah kisah yang tertulis.

Dari dulu aku selalu ingin membuat kisahku sendiri di kehidupan nyata, aku ingin menentukan sendiri alur, plot dan segalanya. Aku tidak ingin kalah dari takdir ataupun nasib, kedua hal itu selalu merubah skenario yang telah kubuat. Aku adalah pemeran utama dalam hidupku, dan berharap akan menjadi pemeran utama dalam kehidupan orang lain.

Aku ingin menjadi protagonis, dengan sebuah kisah dengan genre tanpa angst, hurt apalagi jika berakhir dengan ending yang buruk. Aku menyukai akhir yang bahagia, dan menjadi karakter yang akan di cintai dan kenang.

Namun nyatatanya tidak semudah itu, bukan? takdir memegang hak penuh dalam menentukan kehidupan manusia.

Aku tersadar jika diriku ini hanyalah karakter sampingan, di kisahku maupun kisah orang lain.

*****

Langit menampakkan kelabuan yang membentangi langit, menutupi biru yang selalu menampakkan kecerahan yang indah.

Aku tidak begitu mengerti mengapa hujan turun di saat yang membahagiakan seperti ini.

Tiada yang berkabung disini selain wajah-wajah bahagia orang-orang yang menatap dua sepasang berdiri di atas altar, tampaknya rintikan berisik di luar jendela itu tidak menghambat jalannya pernikahan hari ini.

Untungnya resepsinya diadakan di indoor, aku tidak bisa membayangkan jika itu diadakan di outdoor seperti yang mereka rencanakan sebelumnya.

Aku tidak tahu, apakah keputusanku untuk di pernikahan ini adalah hal yang tepat atau sebaliknya?

Bagaimanapun, datang kesini sama seperti menaburkan garam di luka yang belum sepenuhnya. Bahkan sebelum datang kesini aku telah menghabiskan malam-malam menangisi hal-hal yang telah berlalu dengan menyakitkan.

Bahkan untuk melihat undangan atau menemui dia untuk terakhir kalinya aku tidak mampu, tapi dengan bodohnya aku datang kesini dengan hati yang terluka.

Aku memang bodoh, tapi aku tidak bisa menahan keinginan itu. Hatiku memegang kendali atas ragaku saat ini, mengalahkan pikiran yang selalu menuntunku untuk tetap rasional.

Apakah aku mampu?

Aku menatap awan mendung dibalik kaca yang besar, hujan ini seolah mewakilkan perasaanku saat ini.

Tbc

Between Sunny and RainyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang