14. Aku merindukanmu, Sasori

53 12 2
                                    

Orang-orang sering menyebut istilah Nostalgia, dimana kau melihat, mendengar, merasakan hal-hal kecil yang membawamu bagai mesin waktu untuk mengenang hal-hal yang telah berlalu dengan rasa rindu berat.

Apakah aku pernah bernostalgia?

Tentu saja, sering.

Tentang notebook lucu yang dibelikan ayah, mainan moegi, resep lama ibu, dot susu Naruto, ataupun jepitan kipas milik Sasuke dan lain sebagainya. Terkadang aku merindukan masa-masa itu, seperti ingin mengulang-ulangnya hingga aku akan merasakan kemuakkan.

Itu adalah indah yang pernah kualami selama hidup, lalu bagaimana dengan kenangan buruk, apakah itu bisa disebut dengan nostalgia?

Akhir pekan tiba, biasanya akan selalu antusias menunggu hari ini. Akhir pekan artinya malas-malasan, menghabiskan waktu di dalam kamar, tidur sepuasanya tanpa teriakan dari ibu. Namun hal itu berubah semenjak aku menjalin hubungan dengan Sasori, akhir pekan artinya kencan.

Kencan terakhir kami di rumahnya, itu adalah hal yang menarik di akhir pekan yang pernah kualami. Sasori masih belum bisa di hubungi, ponselnya masih tidak aktif. Aku sudah mengirim puluhan pesan yang belum terbaca untuknya.

Apakah aku harus ke rumahnya? bagaimana jika dia tidak ada disana? Segala macam kemungkinan bersliweran di kepalaku.

"oi nee-chan, segeralah turun. Itachi-nii memanggilmu dari tadi" kata Moegi berdiri di depan pintu kamarku sembari bersidekap dada.

"kau duluan, aku akan menyusul"

"menyusul pantatmu, ini sudah ketiga kalinya." kesal Moegi, "aku tidak ingin makan yakiniku terganggu dengan Itachi-nii yang terus menyuruhku memanggilmu. Ah ini sangat menyebalkan"

Aku menghela nafas panjang, entah sejak kapan perasaan ini mulai mempengaruhiku sejauh ini. Bahkan hanya tanpa kabar darinya, aku merasakan sesak di dada.

"baiklah, kau cerewet sekali Moegi" aku merangkul adik bungsuku yang selalu memasang wajah jutek ini.

"dagingku akan dingin" katanya.

Hari ini Itachi pulang, dan diadakan acara BBQ untuk merayakannya. Semua tetangga berkumpul untuk sekian lama, Yahiko, Nagato, Karin, bahkan paman Minato yang selalu sibuk juga ada.

"Wah Sakura-chan, kau lama sekali di atas. Kupikir kau pingsan" kata Yahiko saat melihatku.

"maafkan aku ada beberapa hal yang harus aku lakukan" kataku berdusta.

Aku bertemu tatap Sasuke yang sedang meminum kaleng soda, dia tengah duduk bersama Naruto yang terlihat makan dengan lahap. Dari tatapan mata onyx yang menjerat itu, aku tahu dia tengah bersimpati dengan apa yang terjadi antara aku dan Sasori.

Yahiko kemudian menarik tanganku untuk bergabung bersama Sasuke, dia menarik kursi untukku di samping Naruto.

Sasuke menatapku, bibirnya terbuka beberapa kali seperti ingin mengatakan sesuatu. Kami bertemu pandang, saling bertatapan seolah mengkomunikasi apa yang kami rasakan. Jantungku masih berdetak kencang, perutku tergelitik dan aku tidak bisa mengalihkan tatapanku darinya.

"makan dagingnya yang banyak, buka  nasinya!" ujar Yahiko setelah memukul kepala Naruto menciptakan bunyi yang sedap.

"Aghh sakit! berhenti memukulku! Kau pergi sana jangan ganggu aku!" jerit Naruto marah.

Aku orang mengedarkan pandangan untuk menghindaeri tatapan Sasuke, kali ini ke arah orangtuaku yang berkumpul bersama dengan orangtua Naruto dan Sasuke. Ah rasanya cukup lama melihat para orangtua berkumpul seperti itu, mereka jarang sekali berkumpul bersama-sama lagi terutama paman Minato. Dia sibuk mengurusi perusahaannya hingga jarang pulang, tiga anaknya juga sibuk dengan pekerjaan dan pendidikan masing-masing sehingga si sinting Naruto yang tersisa di dalam rumah. Aku turut prihatin melihat melihat bibi Kushina merenung sendiri di jendela, kupikir dia mungkin kesepian. Tetapi sekarang wajahnya terlihat jauh lebih segar dari biasanya.

Between Sunny and RainyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang